Nigeria, Lanjutan Bentrok
Islam-Kristen
Berbungkus pertikaian etnis dan
kesenjangan
Ada beberapa indikasi penting bahwa
persoalan seperti Bosnia-Herzegovina di Balkan dan Maluku di Indonesia,
juga terjadi di beberapa wilayah Afrika. Di Mesir sehabis Ramadhan telah
terjadi pembakaran terhadap beberapa gereja sebagai akumulasi kemarahan
ummat Islam. Di Kenya, pihak gereja dan wakil ummat Islam sedang berebut
kartu truf atas amandemen konstitusi negara. Sedangkan di Nigeria, kini
hampir semua provinsi utara menuntut pemberlakuan syariat Islam setelah
presidennya dijabat orang Kristen, Olusegun Obasanjo.
Nigeria merupakan salah satu titik perhatian yang paling perlu
dijadikan bahan kajian. Olusegun Obasanjo terpilih menjadi presiden
menggantikan serangkaian rezim militer yang rata-rata muslim. Repotnya,
penguasa-penguasa itu kesemuanya korup, sampai tingkatan lebih parah
ketimbang di Indonesia. Maka akhirnya pemilu demokratis Nigeria
menggiring rakyat untuk tidak memilih tokoh militer, atau setidaknya
yang didukung militer. Naiklah Obasanjo dengan hampir 60% suara,
menggantikan Jenderal Sani Abacha yang pernah memenjarakannya.
Perolehan suara Obasanjo yang besar itu, tidak mungkin didapat tanpa
dukungan ummat Islam. Rupanya, sejak lama Obasanjo merupakan aktivis
Kristen yang relatif dekat dengan Islam, dan dimusuhi beberapa tokoh
Kristen sendiri. Pada tahun 70-an, ia pernah memerintah setelah mendepak
Jenderal Murtala Mohammed. Tapi ia tiga tahun kemudian ia menyerahkan
kekuasaan lewat pemilu, yang dimenangkan oleh Shehu Saghari. Sejak saat
itu ia telah mendapatkan dukungan dari muslim utara, sekalipun Obasanjo
berasal dari suku Yoruba yang lebih dominan di selatan, utamanya di
barat daya. Dukungan Islam yang kuat terhadapnya, rupanya juga disertai
dengan konsesi-konsesi berupa kelonggaran yang tidak didapat pada
pemerintahan sebelumnya.
Nigeria yang besar, sebelumnya terdiri dari beberapa kerajaan, dengan
250-an macam suku. Kawasan utara merupakan wilayah Islam, di bawah
naungan Khilafah Sokoto yang pengaruhnya sampai ke Mali, Ghana, dan
Niger. Pada 1903, Inggris mengalahkan Sokoto, setelah seabad berperang.
Pemimpin tersingkir, Sultan Attahiru, menyelamatkan diri ke Hijaz, di
Saudi. Pada saat itulah, syariat Islam yang berlaku sebagai hukum
positif digantikan dengan `Penal Code of Nigeria'. Tetapi tuntutan untuk
pemberlakuan hukum syariat tetap saja keras, bahkan diikuti oleh kawasan
selatan, di wilayah yang dihuni muslim Yoruba.
Jauh sebelum Attahiru, seorang pemuka Nigeria telah diakui sebagai
salah satu pemimpin terbesar Afrika, yakni Khalifah Muhammad Bello.
Bello terpilih setelah ayahnya wafat, Mujaddid Syaikh Usman ibn Fodio
yang biasa dipanggil Danfodio. Ia benar-benar mengikuti sunnah Nabi
dalam memerintah. Bello tidak mau menerima gaji dari jabatannya,
sekalipun selama 20 tahun ia menguasai wilayah yang sangat kaya sumber
alam. Perhatiannya habis untuk mempertahankan wilayah dan perlawanan
terhadap Inggris. Perjuangan menentang penjajah dikobarkannya sejak
1808.
Bello adalah seorang terpelajar. Di zamannya yang masih serba sulit,
ia telah menuliskan 100 judul bahasan, yang meliputi bidang hukum,
politik, obat-obatan, juga sejarah dan fikih. Ia menentukan bagaiman
zakat mesti dikelola, baitul-maal dijalankan, pasar dikembangkan, juga
bagaimana menghapuskan praktek riba. Prioritas Bello adalah pada `jihad,
perdagangan, pertanian, dan kegiatan ekonomi'.
Segala macam aturan yang baku itu kemudian berubah total setelah
Inggris menggantinya seabad kemudian. Maka wajar bila pertentangan tetap
muncul hingga kini. Ummat Islam merasa dipaksa oleh pihak luar, dan
melakukan kompromi bukan atas kemauan sendiri. Maka setelah kesempatan
datang, mereka memutuskan untuk kembali ke syariat Islam.
Zamfara memulai praktek penggunaan kembali syariat itu pada Januari
2000, setelah mengumumkannya pada Oktober tahun lalu. Pengumuman itu
langsung menular sehingga provinsi tetangganya menyatakan ingin ikut,
seperti Kano, Sokoto, Yobe, Gombe, dan Katsina. Akibatnya, Obasanjo
mendapatkan hujan kritik dari kolega Kristennya.
Keputusan kawasan utara itu juga didorong oleh kenyataan bahwa negeri
itu kebingungan menyelesaikan pertentangan antar etnis maupun agama.
Selama tahun 1999, lebih 500 orang tewas oleh kerusuhan. Sebaik-baik
Obasanjo, tetap saja membawa sentimen agamanya sehingga ummat Islam
merasa perlu mengambil langkah lebih tegas.
Pertengahan Desember, di kota Ilorin, provinsi Kwara, ada 18 gereja
diduduki dan dirusak. Pemimpin Sokoto saat ini, Sultan Mohammed Maccido,
sampai harus berkeliling kota untuk mengingatkan warganya, bahwa cara
itu sama sekali bertentangan dengan Islam. Maccido sempat mengendarai
mobil terbuka bersama dengan pemimpin Asosiasi Kristen Nigeria (CAN)
Reverend Sunday Mbang. Kejadian itu dilatarbelakangi penolakan kelompok
Kristen terhadap pengenalan hukum syariah di Kwara. Ilorin memang berada
di tengah, di antara kawasan utara yang muslim dan selatan yang abangan.
'Perang' Lama
Islam adalah yang paling dominan di Nigeria.
Tetapi Kristen menjadi kelompok terkuat kedua, disusul kelompok paganis.
Persaingan Islam-Kristen muncul sejak Nigeria terlepas dari cengkeraman
penjajah. Kompromi yang didapat saat itu, Nigeria memisahkan urusan
agama dengan negara. Itu pula yang tetap diteriakkan Presiden Obasanjo
untuk mengingatkan warganya saat ini.
Kejadian seperti di Ilorin siap terulang di banyak kota lain,
utamanya yang dominan Kristen seperti Kaduna, atau yang berimbang
seperti di kawasan Yoruba di barat daya. Satu hal yang sangat merugikan
ummat Islam adalah, pers Nigeria didominasi kelompok Kristen.
Koran-koran utama, yang terbit di Lagos dan Ibadan, adalah milik
pengusaha Kristen. Akibatnya, pertikaian yang terjadi, terkesan semuanya
merupakan kesalahan dan aksi brutal ummat Islam. Hal ini mirip yang
terjadi di Maluku.
Sejak awal kemerdekaan, para penguasa Nigeria kebanyakan berasal dari
utara. Tetapi mereka berada pada tekanan dua pihak yang sama-sama kuat.
Sampai-sampai, ketika Presiden Ibrahim Babangida mengumumkan keanggotaan
Nigeria di dalam Organisasi Konferensi Islam (OKI) pada 1986, ia
diprotes keras oleh golongan Kristen. Keanggotaan itu sampai kini
menjadi tidak jelas lagi, karena tidak ada pemimpin yang
menindaklanjuti.
Momen pemilihan terhadap syariat juga menjadi bahan protes kelompok
Kristen. “Mengapa baru sekarang? Dulu, penguasanya Islam, mereka diam
saja. Kini setelah presidennya Kristen, baru berulah,” kata Chris
Abashiya, seorang pemimpin CAN. Menurut Chris, langkah kelompok utara
itu hanya menggiring ke arah chaos saja, dan sengaja mencari masalah.
Bila hubungan Islam dan Kristen di Indonesia sedang memanas, hal
serupa terjadi di Nigeria. Di tempat lain yang keadaannya mirip, niscaya
akan menyusul, karena ada kepentingan lebih besar yang menginginkan
konflik agama ini kembali hangat seperti dulu. Kawasan yang paling mudah
tersulut adalah bila kaum muslimin mayoritas tapi terbelakang,
berhadapan dengan kaum Kristen yang mendominasi.