TINDAKAN KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN
SEBAGAI DAMPAK OPERASI JILBAB DI ACEH
Di saat masih tingginya pelanggaran HAM yang dilakukan negara terhadap
rakyat Aceh, muncul kembali persoalan baru yaitu insiden kekerasan terhadap
perempuan sehubungan dengan operasi jilbab yang marak terjadi diberbagai
tempat akhir-akhir ini. Operasi Jilbab yang cenderung dilakukan secara
sporadis baik oleh perorangan maupun kelompok masyarakat di tempat-tempat
umum sering kali disertai dengan tindakan kekerasan seperti memotong rambut,
menggunting baju, membentak, melakukan intimidasi, termasuk juga tercatat
adanya usaha pemerasan terhadap korban. Insiden-insiden kekerasan seperti
itu setidaknya telah terjadi di beberapa tempat di Aceh Pidie, Aceh Utara,
Aceh Tengah, Aceh Selatan, dan di kota Banda Aceh. Korban dari tindakan
kekerasan akibat operasi jilbab ini ternyata tidak hanya dirasakan oleh
perempuan yang beragama Islam namun juga oleh mereka yang non-muslim.
Upaya untuk mengajak kaum perempuan muslim di Dista Aceh untuk mengenakan
jilbab tentunya bermaksud baik namun praktek-praktek kekerasan yang
menyertainya dengan dalih apapun tidak dapat dibenarkan. Akibatnya bukannya
tidak mungkin bahwa semakin banyak perempuan yang saat ini berjilbab
semata-mata lebih karena unsur terpaksa dan takut karena merasa dirinya
terancam. Lebih jauh lagi, dikhawatirkan tindakan-tindakan sporadis dalam
operasi jilbab yang dilakukan ditempat-tempat umum dapat menimbulkan
ekses-ekses negatif termasuk pelanggaran hak-hak kelompok non-muslim,
khususnya dalam hal ini kaum perempuan.
Sosialisasi berbusana muslim hendaknya dilakukan dengan cara-cara yang lebih
simpatik dan bertanggungjawab yang menjauhi cara-cara kekerasan. Operasi
jilbab ditempat-tempat umum yang dilakukan sporadis seperti itu dapat
disalahgunakan untuk menjustifikasi tindakan kekerasan terhadap perempuan,
baik kepada mereka yang muslim maupun non-muslim. Selain itu masalah ini
bila tidak diantisipasi dikhawatirkan dapat menjurus kearah praktek-praktek
diskriminasi dan kekerasan antar etnik dan kelompok. Bila hal ini dibiarkan
berlangsung tanpa aturan-aturan yang jelas dikhawatirkan pula berpotensi
untuk berkembang menjadi konflik horizontal diantara kelompok-kolompok
masyarakat, baik diantara mereka yang berbeda etnis dan agama maupun
diantara sesama rakyat Aceh sendiri.
Perlu juga diingat, operasi jilbab ditempat-tempat umum dengan cara-cara
kekerasan dapat merugikan perjuangan rakyat Aceh dalam jangka panjang.
Penggunaan kekerasan dengan dalih agama disamping dapat mengalihkan dan
mengaburkan persoalan utama yang sebenarnya lebih mendasar seperti
pelanggaran HAM, juga sangat merugikan penggalangan dukungan masyarakat luas
baik di tingkat nasional maupun internasional terhadap penyelesaian
persoalan Aceh. Kondisi ini dapat pula dimanfaatkan oleh pihak-pihak
tertentu untuk mendapatkan keuntungan akibat dari timbulnya perpecahan
diantara rakyat Aceh sendiri.
Sehubungan dengan masalah kekerasan terhadap perempuan yang berkaitan dengan
persoalan jilbab di Aceh, kami menyerukan:
1. Kepada berbagai pihak yang berkepentingan serta masyarakat luas untuk
menghentikan cara-cara pemaksaan dan kekerasan terhadap perempuan dalam
masalah pemakaian jilbab.
2. Agar semua pihak untuk waspada tentang kemungkinan pengalihan issu
pelanggaran HAM di Aceh dengan cara membesar-besarkan issu pemakaian jilbab
ini.
3. Kepada pihak Pemda dan Majelis Ulama Indonesia (MUI) di Aceh diminta untuk segera
mengantisipasi pelaksanaan operasi jilbab ini sebelum menjadi persoalan
yang lebih serius lagi.
4. Agar aparat hukum dalam hal ini POLRI dapat mengambil tindakan berdasarkan hukum
bagi pelaku kekerasan terhadap perempuan dalam pelaksanaan operasi jilbab
ditempat-tempat umum.
5. Media massa cetak dan elektronik dihimbau untuk tidak ikut terjebak
secara tidak langsung mendukung tindakan kekerasan terhadap perempuan dengan
penggunaan kata-kata yang melecehkan dan melegitimasi kekerasan terhadap
perempuan lewat pemberitaannya.
Nb. Mohon dukungan dapat via email atau Fax (0651) 26848
Berikut ini nama-nama yang telah ikut menandatangani :
1. Suraiya Kamaruzzaman ( Flower Aceh) Banda Aceh
2. Azriana. SH. ( Madika ) Lhokseumawe/ Aceh Utara
3. Evie Narti Zain ( Forum Organisasi Perempuan Aceh ) Banda Aceh
4. Mei ( Flower Aceh ) Banda Aceh
5. Nasirah ( Team Relawan Perempuan ) Banda Aceh
6. Suraya Afiff ( pribadi ) University of California, Berkeley, USA.
7. Iqbal farrabi ( Komnas HAM kantor Penghubung. Aceh ) Banda Aceh
8. Otto Syamsuddin Ishak ( KIPP Aceh ) Banda Aceh
9. Samsidar ( Komnas Perempuan ) Jakarta
10. Sri ( Yayasan Pengembangan Wanita ) Takengon/Aceh Tengah
11. Yuli Zuardi Raiz ( Wahana Komunikasi mahasiswa dan Pemuda Aceh Selatan ) Aceh
Selatan
12. Nursiti ( Kelompok Kerja tranformasi gender Aceh ) Banda Aceh
13. Jaringan Informasi Dan Pemberdayaan rakyat ( Suloh ) Banda Aceh
14. Dyah Rahmani ( Cordova ) Banda Aceh
15. Tarmizi Msi (SMUR ) Banda Aceh
16. Ayu ( Team Relawan Perempuan ) Banda Aceh
17. Arabiani ( SMUR ) Banda Aceh
18. Chalid Muhammad, JATAM (Jaringan Advokasi Tambang) Jakarta
Acehnet Media Untuk: Bersatu, Bersaudara, Berkarya, Bekerja, Berjuang dan
Bertaqwa
|