PANJUT / PANJI NO. 04 TH IV - 17 MEI 2000
Kerisauan Keluarga Presiden
Pernyataan atas tulisan Jawa Pos (8 Juni 2000)
Pernyataan disampaikan Gus Dur kepada rombongan World Council of Churches (21 Maret 2000)
Pernyataan disampaikan di depan masyarakat Indonesia di Kuba (13 April 2000)
Disampaikan pada acara Secangkir Kopi Bersama Gus Dur di TVRI (14 Maret 2000)
Disampaikan di Den Haag menanggapi situasi dalam negeri berkaitan dengan pemeriksaan Jenderal Wiranto di KPP HAM (3 Februari 2000)
Tanggapan Presiden atas tablig akbar di Silang Monas (11 Januari 2000)
Tudingan KKN: Gus Dur menuduh ada pihak yang ingin mencemarkan nama baik keluarganya. Putrinya mengeluh karena banyak kerabat yang menggunakan kesempatan untuk mencari keuntungan. Kok Gus Dur merasa ada yang mau menjatuhkan?
Seolah-olah, adik saya, Hasyim Wahid itu, tukang KKN. Itu yang kami nggak terima," kata Presiden Abdurrahman Wahid saat mengomentari aksi anggota Banser dan anggota Anshor menduduki kantor Jawa Pos di Surabaya. Pernyataan yang disampaikan usai sidang ekuin pekan lalu itu terasa sekali kesan pembelaan Kepala Negara kepada adik kandungnya.
Pangkal persoalannya adalah berita di koran yang terbit di Surabaya itu pada edisi 6 Mei 2000 lalu yang berjudul "PKB Gerah, PBNU Bentuk Tim Klarifikasi". Di situ disebutkan, ada grafis yang mengaitkan Ketua Umum Hasyim Muzadi dengan tuduhan KKN. Data ini dikutip dari Tempo dan sialnya majalah itu ternyata salah sebut, mestinya Hasyim Wahid.
Apa hubungannya dengan Hasyim Wahid? Rupanya, berita itu yang terkait dengan isu suap Rp35 miliar dari Wakil Kepala Bulog Sapuan. Gus Im, panggilan adik paling bontot dari presiden kita ini, terkait dengan berita itu karena ia disebut-sebut sebagai tokoh yang berada di balik pencairan dana yang berasal dari Yayasan Bina Sejahtera Karyawan Bulog. Sapuan mengirimkan uang sebanyak itu setelah kedatangan Suwondo yang mengaku sebagai utusan Presiden Abdurrahman Wahid. Suwondo memang cukup dekat dengan Gus Dur karena ia kerap diminta memijat mantan ketua Forum Demokrasi ini.
Dana sudah dicairkan, sementara Sapuan gagal menjadi kepala Bulog karena Presiden Abdurrahman menunjuk Rizal Ramli. Isu ini terbongkar karena Achmad Kalla, adik mantan Menperindag/Kepala Bulog Jusuf Kalla yang mengungkapkan. Dari sinilah lantas tersebar kabar uang itu sudah dipakai sebagai dana taktis presiden. Dana sudah dikucurkan dalam dua kali pengiriman. Tapi, Gus Dur merasa tidak pernah memerintahkan orang untuk meminta uang semacam itu.
Gus Dur malah sampai pada kesimpulan bahwa persoalan ini tidak terlepas dari agenda politik. "Ada satu cara atau komplotan untuk menjatuhkan atau mendiskreditkan pemerintahan sebelum sidang umum pada Agustus 2000. Jelas itu," ucap Gus Dur. Presiden juga menjamin adiknya tidak ikut-ikutan KKN. "Kalau kami nggak puas, maaf saja, saya sudah meminta kepada para penasihat hukum. Kenapa? Karena nama baik saya dijelek-jelekkan di situ seolah-olah KKN. Padahal, saya nggak ada urusan. Adik saya nggak ikut-ikutan. Kalau ketemu adik saya, sampai sekarang nggak pernah ngomong-ngomong soal perusahaan," kata Presiden.
Tapi, ada pepatah yang mengatakan, tidak ada asap bila tak ada api. Kita bisa melihat pada penunjukan Rozy Munir sebagai menteri negara PM/P-BUMN, misalnya. Belum lagi Gus Im yang dikabarkan menjadi promotor atas terpilihnya Cacuk Sudarijanto sebagai wakil kepala Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN)--sebelum akhirnya ditunjuk sebagai kepala BPPN. Sejak Cacuk masuk ke lembaga yang menguasai aset triliunan rupiah itu, ia ikut terangkat sebagai staf ahli khusus BPPN. Ini hanya satu contoh.
Benarkah dalam rezim sekarang terjadi KKN? Anggota DPR dari PBB, Achmad Sumargono menilai, indikasi ke arah itu sudah ada. "Fenomenanya ada. Coba saja lihat kehidupan pribadi-pribadi mereka. Misalnya ada orang yang biasanya naik minibus, tiba-tiba naik Mercy. Dilihat lagi ini belinya dari mana? Kalau pejabat, jabatannya apa. Kok cepat sekali perubahan mereka," katanya.
Ketua PAN yang juga Wakil Ketua DPR A.M. Fatwa pun pernah mendengar isu-isu KKN itu. "Saya kurang tepat untuk berkomentar masalah ini. Tapi, saya memang mendengar rumor semacam itu. Analisis semacam itu juga saya dengar dari berbagai kalangan," katanya.
Yang pasti, aksi pendudukan Banser dan anggota Anshor yang sempat membuat Jawa Pos absen sehari telah membuat dua ormas pendukung Gus Dur itu dikritik. Tindakan mereka dianggap sebagai pelanggaran atas kebebasan pers. Kalau tak puas dengan pemberitaan, ada hak jawab dan ada lembaga peradilan yang bisa menjadi muara pemecahan masalah.
Kerisauan Lisa. Bila Gus Dur membidik dengan tudingan politik, putri sulungnya, Alisa Qotrunnada Munawaroh (Lisa) justru merasa betapa risau keluarganya. "Belakangan ini disinyalir ada orang-orang tertentu yang berusaha untuk mencari keuntungan pribadi ataupun kelompok dengan mengatasnamakan Bapak, KH Abdurrahman Wahid, selaku presiden Republik Indonesia," begitu ia mengawali surat terbukanya yang dikirim ke beberapa media massa.
Orang-orang itu, tulis Lisa, jumlahnya cukup banyak, bertindak dengan aneka cara untuk mencari keuntungan. Pertama, mengajukan proposal ke instansi tertentu yang terkait dengan perizinan, dukungan dana, dan sebagainya. Cara pertama ini, si pengaju proposal menunjukkan kedekatannya dalam bentuk foto bersama dengan Presiden Abdurrahman. Kedua, ada yang mencoba menggaet mitra dari dalam negeri dan luar negeri yang ingin berinvestasi di Indonesia dengan memberi janji-janji prosedur yang jauh lebih mudah dan ada jaminan dari Gus Dur.
Ketiga, orang-orang yang sedang mengalami kesulitan didekati dengan menggunakan nama Bapak agar mendapatkan dispensasi atau kemudahan dalam penanganan kasus mereka. Keempat, ada juga yang secara kelompok atau perorangan yang mengatakan bisa mengusahakan jabatan tertentu. Tentu si "calo" jabatan ini minta imbalan tertentu. Kelima, seolah-olah satu keputusan datang dari presiden. Misalnya penentuan lokasi usaha. Keenam, para "pengotor" keluarga presiden itu juga sering menggunakan Istana Merdeka untuk memuluskan permintaan mereka dengan mengaku sebagai staf Istana. Ketujuh, tidak jarang aktivitas sosial pun dipakai untuk mencari dana dan koneksi.
Dari aneka sinyalemen itu, Lisa yang mengatasnamakan keluarga inti KH Abdurrahman Wahid mengingatkan agar semua pihak dengan aneka tudingan itu. "Walaupun terdapat hubungan kekerabatan, Gus Dur tidak pernah mendukung atau merestui penggunaan namanya. Yang lebih menjengkelkan lagi, keempat putri Gus Dur dan menantunya, Dokter R. Erman Royali sering dipakai untuk mengeruk duit.
Pada bagian akhir suratnya, Lisa tak lupa mencantumkan beberapa nomor telepon yang bisa dipakai semua orang yang ingin menyampaikan informasi atau mengecek kebenaran. "Respons masyarakat bagus sekali. Sudah cukup banyak yang menyampaikan informasi," kata Lisa.
Menurut Lisa, keluarganya sekarang ini memang tengah gelisah dengan praktek-praktek kotor itu. "Saya dan Yeni, dan keluarga inti Gus Dur, berkali-kali dipesani Bapak agar kita tidak boleh terima uang, harus hati-hati terhadap penawaran itu," kata Lisa. Lisa malah membuka satu fenomena, ada kader-kader muda NU, bila ada lelang atau tender, yang menggunakan kesempatan untuk menarik keuntungan. Caranya dengan menonjolkan foto atau orang yang masih kerabat dengan Gus Dur.
Keluarga inti Gus Dur, yakni empat putri dan satu menantu, sampai sekarang memang tidak ada yang terjun ke bidang bisnis. Tapi, keluarga besarnya ada. Salahuddin Wahid, adik Gus Dur yang pernah aktif di Partai Nahdhatul Umat, dari dulu seorang pelaku bisnis. Solah, panggilannya, adik Gus Dur yang aktif di bidang politik. Tapi, dalam pandangan keagamaan ia kerap berbeda pendapat dengan kakaknya. Ia seorang kontraktor dan punya bisnis di bidang bola tenis. Ny. Aisyah Hamid Baidlawi juga adik yang berkiprah di bidang politik. Ia kini menjadi salah seorang pengurus Fraksi Partai Golkar di DPR.
Ketua GP Anshor yang juga anggota DPR dari PDI-P Syaifullah Yusuf yang juga keponakan Gus Dur juga punya bisnis percetakan. Order tetapnya, antara lain mencetak kalender PBNU. Syaifullah ini termasuk yang diterpa gosip menjalankan praktek KKN. Tapi, pimpinan Pondok Pesantren Assidiqiyah KH Nur Iskandar SQ, yang juga dekat dengan Gus Dur, memberi kesaksian bahwa Syaiful termasuk orang ulet dan supel dalam bergaul. "Syaiful yang dituding itu, sebelum Gus Dur menjadi presiden sudah punya rumah, punya mobil," ujarnya.
Persoalan keluarga. Malasah KKN, rupanya tengah menjadikan gundah keluarga Gus Dur. Tapi, menurut Lisa, ayahnya tidak ambil pusing terhadap isu-isu semacam itu. Dari enam bersaudara, Umar Wahid yang menjadi direktur RS Pasar Rebo dan Ny. Lily Khodijah tidak banyak terdengar aktivitasnya. Sedangkan si bungsu Hasyim Wahid baru terdengar kiprahnya setelah masuk di bidang politik. Ia pernah menjadi ketua PDI-P usai Kongres Bali. Di keluarganya Gus Im (begitu panggilannya) termasuk yang cerdas. Dia yang sering mendebat Gus Dur. Belakangan ini, ia tengah disorot berkaitan dengan isu dana suap Rp35 miliar yang dikeluarkan Yayasan Bulog. Menurut kabar yang beredar, Ketua Yayasan Bulog Sapuan, mengirimkan uang Rp35 miliar untuk keluarga Gus Dur sebagai imbalan dirinya menjadi kepala Bulog.
Utusan Gus Dur itu bernama Suwondo, yang sehari-hari sebagai pengusaha keturunan Tionghoa yang tidak terlalu besar. Istrinya membuka salon di kawasan Kelapa Gading, Jakarta Utara. Ia pernah dekat dengan Gus Dur karena kepandaiannya memijat. Tapi, menurut Lisa, Suwondo sudah jarang memijat Gus Dur lagi sejak menjadi presiden. Pemijat rutinnya sekarang bernama Wibowo. "Dulu sewaktu di PBNU memang dia," katanya.
Suwondo dikabarkan menemui Sapuan dengan memamerkan diri sebagai utusan Gus Dur untuk meminta dana Rp35 miliar sebagai dana taktis. Lisa mengaku sudah mengecek langsung kepada ayahanda. Gus Dur membantah kabar burung itu. "Aku nggak ngongkon kok, salah dewe wong sing percoyo (saya tidak menyuruh, salah sendiri orang yang percaya," kata Gus Dur seperti ditirukan Lisa.
Nah, di sinilah kabar berembus ke arah Gus Im. Menurut kabar dari seorang yang dekat dengan Gus Dur, Gus Im-lah yang kemungkinan besar berbuat itu. Gus Im memang sudah berkali-kali diisukan berbuat tak sedap. Di antaranya disebut-sebut ikut melobi untuk menentukan jabatan-jabatan di BUMN. Dan, yang paling santer adalah penunjukan Cacuk Sudarijanto sebagai kepala BPPN. Gus Im disebut-sebut yang menyodorkan nama Cacuk kepada presiden. Buktinya, Gus Im yang juga kaya humor itu ditunjuk sebagai staf ahli khusus di BPPN. Cacuk sendiri membenarkan posisi Hasyim Wahid itu.
Menurut sumber di lingkaran satu kepresidenan, Gus Im sudah berkali-kali diperingatkan keluarga untuk tidak membuat sesuatu yang merugikan keluarga besar presiden. Tapi, Hasyim punya kilah yang membuat keluarga presiden tak berkutik. "Kalau semua isu benar, tunjukkan buktinya," kata Gus Im, seperti dikutip sumber Panji.
Sumber itu juga menyebutkan bahwa Gus Im sudah minta izin kepada keluarga Abdurrahman Wahid untuk berkonsentrasi mengatasi persoalan di BPPN. "Beliau sudah pernah memberitahukan masalah itu," katanya. Sebagai staf ahli khusus, Gus Im dipercaya menangani obligor kelas kakap yakni di atas Rp300 miliar.
Bersama mantan ketua Angkatan Muda Siliwangi Tato S. Pradjamanggala, Gus Im menjadi staf ahli khusus di bidang forensik, yakni menangani para debitor yang nakal. Bedanya, Tato lebih diberikan peran untuk obligor yang di bawah angka Rp300 miliar. Sebagai staf ahli, Gus Im menerima Rp40 juta yang berupa gaji dan tunjangan. Ia juga mendapatkan fasilitas mobil dan kontrak rumah--fasilitas ini menurut seorang pejabat BPPN hanya dinikmati Gus Im. Ia kini berkantor di Gedung Uppindo Lt. 5 di Jalan Rasuna Said yang dipakai sebagai kantor BPPN. Meski fasilitas oke, Gus Im hanya datang ke kantor setiap Jumat saja.
Dalam menjalankan tugasnya, Gus Im mengaku kepada Tempo sudah berhasil membawa Hutomo Mandala Putera dan Bambang Trihatmodjo untuk bernegosiasi dengan BPPN. Tapi, pejabat tadi mengatakan itu kerja tim sudah lama. Yang pernah ditangani Gus Im adalah Sukanto Tanoto dari kelompok usaha Garuda Mas. "Tapi, nggak tahu hasilnya," kata pejabat tadi.
Gus Im sendiri, dua kali dihubungi Panji menolak memberi komentar. "Saya sedang serius nih. Lain kali saja," katanya per telepon. Saat Panji mendatangi rumahnya di tikungan antara Jalan Bacang I dan Jalan Gandaria IX, No.7, Jakarta Selatan, juga setali tiga uang. Rumahnya terbilang mentereng untuk ukuran kawasan Kebayoran Baru. Rumah yang dicat warna coklat muda, dengan pagar besi warna coklat tua itu kabarnya disewakan BPPN. Di dalam rumah yang tertutup rapat, ada dua mobil diparkir. Daihatsu Taruna warna biru, dengan Nopol B 3861, yang terparkir di luar garasi, agak menjorok ke samping garasi--garasinya hanya cukup untuk satu mobil. Di dalam garasi terparkir mobil sedan warna putih Toyota Corona, Twincam 1.3. Setelah dua kali ditunggui di depan rumahnya, Hasyim hanya berkomentar singkat.
"Sudahlah, nggak. Saya lagi sibuk. Saya sekarang nggak maulah. Wartawan bisanya mlintar-mlintir saja. Ya, biar kalau Lisa ngomong. Biar Lisa saja yang ngomong, saya nggak usah. Lain kali saja ya, Mas. Saya no comment," katanya sembari menutup kembali pintu pagar dan mengunci gemboknya. Lewat salah seorang teman dekatnya, Muzaki Cholis, Hasyim Wahid mempersilakan untuk mengaudit secara tuntas Bulog dan Yayasan Bulog. "Dari situ nanti akan ketahuan siapa yang mengambil uang itu," ujarnya. Kepala Bulog Rizal Ramli sendiri sedang mencari bukti-bukti atas skandal ini.
Orang lain yang bikin pusing keluarga Gus Dur adalah kiai kondang yang selama ini memang dekat dengan Gus Dur. Kiai itu tak lain adalah KH Nur Iskandar SQ yang belakangan menjalin mitra dengan pengusaha Kim Johanes yang dulu pernah diperiksa Kejaksaan Agung karena tuduhan ekspor fiktif. Tapi, menurut Nur Iskandar sebelum Abdurrahman menjadi presiden dirinya sudah punya bisnis. "Sekarang ini secara materi saya tidak dapat tambahan apa-apa. Malah untuk keperluan, mobil Mercy saya dijual. Saya ini juga punya usaha jual beli tanah dan saya punya beberapa pabrik," ujarnya.
Selain mereka, keluarga Gus Dur juga mengeluh atas perilaku dua orang muda dari NU yang kerap mengklaim dirinya sebagai orang terdekat Gus Dur. Mereka tidak segan-segan menyatakan dirinya sebagai sekretaris pribadi presiden. Tujuannya, tentu saja untuk menggampangkan mencari proyek. "Macam-macam yang dilakukan, minta proyek, minta tender," katanya.
Meski Lisa mengakui, Kiai Nur justru mendukung Gus Dur bahwa isu KKN ini merupakan kerangka politik. "Sekarang ini ada orang yang ingin menggoyang-goyang Gus Dur, menjatuhkan Gus Dur, maka kemudian dibikin seolah-olah orang-orang dekatnya kayak begitu semua," ujarnya.
Achmad Sumargono menyatakan meski semua isu itu sulit dibuktikan, tetap sulit menjadi persoalan. ""Kita tidak bisa buktikan, tetapi hati nurani ini tidak bisa dibohongi," katanya.
Entah mana yang benar. Apakah rumput yang bergoyang juga tahu jawabannya?
Pracoyo Wiryoutomo, Imam Setyobudi, Akmal Stanzah, dan Imam Bukhori (Surabaya)