PANJUT / PANJI NO. 04 TH IV - 17 MEI 2000
Mereka yang di Ring I
Keluarga Gus Dur: Di antara keluarga besar Gus Dur, ternyata Gus Im paling sensitif terhadap isu KKN. Bagaimana dengan anggota keluarga yang lain?
"Minggiiir... semua minggir!" teriak Shinta Nuriyah Abdurrahman Wahid saat berdialog dengan Jaya Suprana yang ditayangkan TPI. Ia ingin merekonstruksi ulang perjuangannya saat melawan keterbatasan dan ketergantungan pada orang lain. Maklum, kecelakaan mobil yang ditumpanginya pada 14 Maret 1993 telah membuatnya lumpuh dari pinggang ke bawah. Mau tidak mau, setiap langkahnya harus mendapat bantuan orang lain.
Dengan kerja keras dan bantuan seluruh keluarganya, 6 Februari tahun lalu, sarjana IAIN Yogyakarta ini berhak menyandang gelar master. Bagaimana kontribusi keluarganya bisa tergambar dari cerita berikut ini. Untuk merampungkan studi lapangan, suami tercinta, Gus Dur, mengantar sendiri sampai ke Desa Sekararum, Jatim. Belum rampung tesisnya ditulis, pada Januari 1998 cobaan kedua menimpa keluarganya. Kali ini Gus Dur terserang stroke. Beberapa bulan kemudian, stroke kedua menyerang dan membuat kedua matanya tak bisa lagi melihat.
Maka lengkaplah penderitaan keluarga: ibu lumpuh, bapak buta. Untuk sementara, semua aktivitas Nuriyah tercurah kepada suami yang terbaring di rumah sakit. Urusan tesis untuk meraih gelar S-2 untuk sementara diabaikan. Setelah Gus Dur dinyatakan sehat dan dibolehkan pulang ke rumah, barulah "proyek" tesis dilanjutkan. Empat putrinya--Lisa, Yenny, Nita, dan Ina--bahu-membahu mengetikkan tesis ibunya yang berjudul "Kesehatan Reproduksi dalam Kaitan dengan Perkawinan Usia Muda".
Itu bukanlah satu-satunya proyek yang pernah dikerjakan bareng oleh keluarga Gus Dur. Menurut cerita Gus Dur dalam dialog dengan Jaya Suprana, untuk membantu menghidupi keluarga, ibu muda Nuriyah harus berjualan kacang goreng. Selain itu, hingga kini tidak satu pun keluarga Gus Dur yang terjun dalam bisnis. "Selain tidak ada modal, ya karena tidak bakat di situ," kata Alisa Qotrunnada Munawaroh, putri tertua. "Suami saya juga nggak. Ia lulusan kedokteran, tetapi kerja sebagai freelancer desain grafis," kata Lisa membantah rumor bahwa ia sedang mengumpulkan uang untuk membangun rumah sakit kecil-kecilan untuk sang suami. Sementara adik-adiknya belum ada yang berkeluarga, malah ada yang masih duduk di bangku SMU (sekolah menengah umum).
Gus Dur sendiri sejak awal memilih menjadi cendekiawan, budayawan, dan kini terjun ke bidang politik. Sejak kecil sudah menjadi anak pejabat karena ayahnya, Wahid Hasyim, menjadi menteri agama. Meski begitu, cucu pendiri NU (Nahdhathul Ulama), KH Hasyim Asy’ari, ini dikenal humoris, supel, dan terbuka. Sejak pertama diberi kepercayaan sebagai ketua umum PBNU dalam Muktamar ke-27 NU di Ponpes Salafiah Safi’iyah Sukorejo, Situbondo, Jawa Timur, segudang harapan ditautkan ke pundaknya. Saat itu, NU secara resmi kembali ke Khitah 1926, yang berarti meninggalkan politik praktis dan lebih fokus pada masalah-masalah sosial kemasyarakatan.
Anak sulung dari enam bersaudara dari pasangan KH Abdul Wahid Hasyim dan Solichah ini, sejak 16 tahun lalu membawa NU makin berkibar. Dan lewat partai yang dideklarasikannya, Partai Kebangkitan Bangsa (PKB)--yang tentunya didukung massa NU--Gus Dur naik ke kursi presiden. Sudah menjadi garis tangan Gus Dur menjadi keturunan orang besar. Sejak kakeknya, KH Hasyim Asy’ari, yang tak lain adalah tokoh pergerakan dan pendiri NU. Hingga kini namanya menghiasi jalan-jalan protokol di beberapa kota besar di Tanah Air. Pun begitu dengan ayahnya, KH Abdul Wahid Hasyim, yang dikenal sebagai tokoh republik dan NU. Ibunya, Solichah, juga dikenal sebagai tokoh pergerakan wanita dan muslimat NU.
Gus Dur adalah anak sulung dari enam bersaudara. Adik-adiknya: Aisyah Hamid Baidlowi, Salahuddin Wahid, Umar Wahid, Lily Khodijah, dan Hasyim Wahid. Aisyah yang lahir di Jombang, 6 Juni 1940, lebih dikenal sebagai politikus dan aktif di berbagai organisasi massa. Kini, selain menjabat ketua umum PP Muslimat NU, ibu lima anak ini menjadi salah satu ketua Partai Golkar. Untuk meningkatkan kualitas pendidikan Muslimat NU, ia mendirikan Yayasan Kesejahteraan Muslimat NU. Kini yayasan itu sudah hadir hampir di seluruh pelosok Indonesia.
Sementara itu, Salahuddin Wahid lebih dikenal sebagai pengusaha kontraktor dan memiliki pabrik bola tenis. Dari keluarga Wahid Hasyim, Gus Solah--panggilan akrabnya--terbilang pandai memutar uang alias bisnis. Namun, masalah kemasyarakatan tidak dia lupakan. Pertengahan April lalu misalnya, melalui Yayasan Bina Buana, miliknya, Gus Solah menerbitkan buku saku dengan judul Meneladani Eyang Wahid. Inilah buah catatan singkat seorang anak yang dipersembahkan kepada generasi muda, khususnya bagi anak-cucu Al-Maghfurlah Eyang Wahid.
Umar Wahid adalah seorang dokter. Kini ayah tiga putri ini menjadi direktur Rumah Sakit Pasar Rebo. Ketika menderita pendarahan pada hidung pada Juli 1997, Gus Dur dibawa ke Rumah Sakit Koja, Jakarta Utara, tempat Om Mang--keponakannya biasa memanggilnya--menjadi direktur di rumah sakit itu. Pun begitu ketika Gus Dur terserang stroke dua tahun lalu. Dokter Umar amat berperan saat menghubungi kawan-kawannya sesama dokter di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo. Anak kelima Abdul Wahid Hasyim yang jarang terdengar adalah Lily Khodijah yang dipersunting Najamuddin (alm.), seorang kolonel angkatan darat.
Sebagai putra bungsu adalah Hasyim Wahid. Gus Im--panggilan akrabnya--tergolong berotak brilian. Kabarnya, hanya dia yang mampu mengimbangi pemikiran Gus Dur. Hanya saja, ia sering dijuluki sebagai pengacara alias pengangguran banyak acara. Tak heran bila banyak orang kini tengah membelalakkan mata ke tokoh yang satu ini. Beberapa tuduhan kepadanya membuat panas kuping keluarga Istana Negara yang kini dihuni kakak tertuanya. Awalnya dimulai dari mengegolkan Cacuk Sudarijanto sebagai kepala BPPN, lalu melebar menjadi isu titip-menitip calon direksi BUMN. Yang paling gres, Gus Im dituduh bekerja sama dengan Suwondo dalam menilap uang Yayasan Bulog sebesar Rp35 miliar.
Gus Im yang sehari-hari tinggal di bilangan Gandaria, Jakarta Selatan, lebih banyak di rumah. Setelah kakaknya menjadi orang nomor satu di negeri ini, ia jarang di rumah. Salah satu kesibukannya adalah membantu BPPN (Badan Penyehatan Perbankan Nasional) dalam menyelesaikan debitor bermasalah. Kabarnya, beberapa debitor besar seperti Bambang Trihatmodjo, bos Grup Bimantara, berhasil digiringnya ke kandang BPPN. Maka wajar bila lembaga yang mengelola aset konglomerat sekitar Rp600 triliun itu mengangkatnya sebagai staf ahli khusus BPPN. Untuk jabatan barunya itu, Gus Im, kabarnya mendapat fasilitas mobil dan dikontrakkan rumah yang kini dihuninya. Di garasinya ada beberapa mobil, yang jelas kelihatan adalah Daihatsu Taruna dan Toyota Corona. Sedangkan istrinya, Tioria Napitupulu, diketahui sebagai salah seorang eksekutif di Bursa Efek Jakarta (BEJ).
Inilah yang dalam istilah Lisa Qotrunnada Munawaroh disebut sebagai keluarga inti atau berada di ring satu. Ada juga yang bukan keluarga inti atau malah tidak ada hubungan darah sama sekali, yang sebenarnya berada di ring dua atau tiga. Nah, untuk mereka yang mengaku-ngaku sebagai keluarga itu, Lisa dan juga keluarganya tak berani menjamin.
Rizagana
A. Wahid Hasyim + Solichah
Abdurrahman Wahid + Shinta Nuriyah
Mantan komisaris BPR Nusumma
Pendiri perusahaan Harawi
Anak:
Alisa Qotrunnada Munawaroh Rahman + R. Erman Royadi
Pendiri Yayasan Selamat Pagi (YSP)
Zannuba Arifah Chafsoh
Lulusan Universitas Trisakti
Mantan wartawan Sydney Morning Herald
Anita Hayatun Nufus
Mahasiswa Hubungan Internasional dan Sastra Cina Universitas Indonesia
Inayah Wulandari
SMA
Aisyah + Hamid Baidlowi
Anggota DPR-RI dari Golkar
Ketua Umum PP Muslimat NU (1995-2000)
Pendiri Yayasan Kesejahteraan Muslim NU Pusat (bergerak di bidang pendidikan dan pelatihan)
Anak:
Ummu Athiyah
Abdul Wahid
Afifah Afiani
Asyriani Chotimatuz Zina
Arief Rahman
Salahuddin Wahid + Farida Saifuddin
Yayasan Bina Buana (1999)
Salah seorang ketua PBNU (1999-2004)
Sekjen Ikatan Nasional Konsultan Indonesia 1991-1994
Yayasan Wahid Hasyim (1985)
Pendiri Yayasan Baitussalam (1982)
Sarjana Arsitektur ITB
Anak:
Irfan Asy'ari Sudirman
Iqbal Humam Dorojatun
Arina Saraswati
Umar Wahid + Endang Sulistinah
Direktur Rumah Sakit Tugu, Koja, Jakarta Utara
Direktur Rumah Sakit Pasar Rebo, Jakarta
Anak:
Fitria Latifah
Novita Sofia
Fatich Waluyo
Lily Khodijah + Najamuddin (alm.)
Punya usaha bengkel mobil
Nurul Fatchiati
Pegawai swasta
Abdul Hakim
Maria Advianti
Sarjana IPB
Hasyim Wahid + Tioria Napitupulu
Staf Ahli Khusus BPPN
Ketua DPP PDI Perjuangan (1998-2000)
Penasihat Gerakan Pemuda Partai Kebangkitan Bangsa
Fakultas Psikologi UI (DO) dan Teknik Kimia ITB
Anak:
Abdul Azis
Karimah