PANJUT / PANJI NO. 04 TH IV - 17 MEI 2000

 

 

 

Alisa Qotrunnada Munawaroh

Ring Kedua dan Ketiga Sulit Dikontrol

Wawancara: Lisa mengeluh karena demikian banyak orang yang memanfaatkan kedekatan dengan Gus Dur atau mengaku dekat dengan ayahnya untuk kepentingan pribadi.

Putri sulung Presiden KH Abdurrahman Wahid ini bagai pengawal moral bagi rezim sekarang. Ketika isu KKN mulai memanas, ia pun ikut gerah. Ia merasa banyak orang yang memanfaatkan kedekatan dengan Gus Dur atau sekadar memakai nama ayahanda untuk mencari keuntungan pribadi. Karena itu, ia pun mengirim surat kepada para pimpinan departemen dan BUMN untuk berhati-hati atas tindak-tanduk orang yang mengaku-ngaku sebagai kerabat atau dekat dengan ayahnya.

Surat itu akhirnya ia kirimkan ke media massa. Ternyata hasilnya cukup positif. Cukup banyak telepon yang meminta klarifikasi atas satu persoalan yang menyangkut penggunaan nama Abdurrahman Wahid. Sejak membuka hotline itu, ia bertambah sibuk karena harus menjawab aneka pertanyaan dari masyarakat. "Media massa sangat membantu saya," ujarnya ceria. Berikut ini petikan wawancara Agung Y. Achmad, Pracoyo Wiryoutomo, dan Rizagana dengan Lisa di Wisma Negara pada Senin lalu.

Anda membuka kasus-kasus kroni Gus Dur, atau yang mengaku kroni, yang suka mengambil manfaat materiil seperti memeras BUMN dan lembaga pemerintah ke media massa. Apakah ini cermin karena terlalu banyaknya kasus seperti itu?

Boleh dibilang begitu. Ada kasus besar, ada pula yang kecil-kecil. Sebenarnya kami lebih melihat dari yang kecil dulu yang sampai kepada kami. Tadinya, surat itu kami buat untuk kepala departemen, BUMN, dirjen, gubernur, dan para bupati. Dan, memang sudah kami kirim sebelum Bapak pergi ke Kuba. Sekembalinya dari Kuba, saya dengar kok masih terjadi lagi kasus serupa. Malah ini ada yang mencapai Rp35 miliar. Jadi, atas saran beberapa kawan, saya kirim saja ke beberapa koran.

Sebenarnya informasi semacam itu sampai ke Gus Dur nggak sih?

Pasti sampai, saya kan pasti menanyakan. Paling Bapak berkomentar, "Wong-wong kuwi wis embuh apa karepe (Orang-orang itu tidak tahu apa maunya)."

Dalam kasus dana Bulog itu, sebenarnya seberapa dekat Suwondo dengan Gus Dur?

Dia itu sering bertemu dengan Bapak. Tapi dulu, saat Bapak masih jadi ketua PBNU. Mereka juga sering bertemu di Ciganjur. Bapak memang minta kepada keluarga harus buka 24 jam. Apalagi, oleh Bapak semua orang kan diterima. Jadinya, mereka ngomong merasa dekat dan punya foto-fotonya bersama Gus Dur. Mereka bilang, mereka dinikahkan Bapak. Padahal yang dinikahkan Bapak kan banyak. Ada staf di sini juga dinikahkan Bapak. Tapi, itu bukan menunjukkan kedekatan.

Suwondo ini sangat dekat dengan Gus Dur?

Seperti apa sih orang yang dekat dengan Bapak. Ya sebatas jadi tukang pijat, sama dengan sekarang yang mijit tiap minggu, Pak Wibowo. Tapi Suwondo lebih jarang.

Tapi Suwondo dikabarkan ditugaskan minta dana ke Bulog?

Itulah yang membuat kami semua jadi kaget. Kok bisa....

Kenapa tidak dilaporkan ke polisi saja?

Saya juga bingung. Saya sudah menanyakan kepada Rizal Ramli, katanya sedang diselidiki dulu. Itulah kadang-kadang kebaikan Bapak yang suka dimanfaatkan orang. Saya kan bertanya kepada Bapak, benar nggak sih Bapak menyuruh orang minta uang Rp35 miliar kepada Yayasan Bulog.

Jawaban Bapak?

Nggak-lah. Buat saya absurd itu. Masih banyak kasus serupa. Misalnya, tapi ini baru dengar, ada dua orang mengaku sekretaris pribadi Bapak.

Siapa dia?

Ya pokoknya ada lah. Macam-macam yang dilakukan, minta proyek, minta tender. Bahkan saya juga dengar kabar terakhir dari anak-anak muda NU, bahwa sekarang itu ada tren, kalau ada lelang atau tender, bawalah orang yang punya foto bareng Bapak atau ada hubungan kerabat. Nggak usah repot-repot, datang saja, duduk lalu bilang, "Nih ada orang dekat Gus Dur." Begitu dengar informasi ini, saya tanya Bapak, apakah kita perlu lapor polisi? Bapak bilang, biar sajalah, biar diurus departemen yang bersangkutan. Maunya Bapak, dalam hal Bulog, lembaga itu disuruh menindaklanjuti. Mungkin karena Bapak orang Jawa kali ya?

Itu yang pakai nama Gus Dur. Tapi jika pelakunya kerabat dekat, misalnya Gus Im atau Syaifullah Yusuf. Apa tanggapan Anda?

Kami berada dalam posisi yang susah untuk memvonis apakah mereka melakukan itu atau mengambil manfaat. Terus terang saya bingung. Tapi saya, Yenny, dan keluarga inti Gus Dur, berkali-kali dipesani Bapak, kita tidak boleh terima uang. Harus hati-hati terhadap penawaran-penawaran itu. Tapi tetap saja tawaran itu datang, ada saja orang datang nganterin uang.

Kok bisa begitu, Gus Dur kan bisa secara terbuka melarang memberi sesuatu kepada keluarganya?

Saya merasa, itu semua karena dalam budaya kita refference power itu masih terpakai. Oh dia saudaranya Gus Dur, saudaranya penguasa, nah seperti itu. Kalau saya ditanya, apa betul demikian, saya tidak bisa menjawab karena saya nggak punya bukti apa-apa. Itu mestinya menjadi kerjaan wartawan untuk menginvestigasi.

Apakah keluarga pernah melakukan klarifikasi kepada orang yang bersangkutan?

Iya dong. Dan, selalu akhirnya hanya bantahan. Mereka bilang, mana buktinya.

Pernah nggak, ada rapat keluarga khusus membahas soal itu?

Kalau adik-adik kandung, Bapak, dan ibu pasti lebih mudah kami lakukan klarifikasi. Tapi, kepada yang namanya ring kedua atau ketiga, kalau kita pinjam istilah militer ha...ha...ha... kan susah. Padahal Bapak kan orang pesantren. Tahu sendiri kan, keluarga kiai itu? Itu yang, menurut saya, lebih mengerikan lagi daripada misalnya gosip tentang Om Iim (Hasyim Wahid). Kalau saya, kembali kepada integritas masing-masing mereka yang saya kenal sebelumnya. Saya percaya, orang yang punya integritas nggak akan segampang itu. Ketika Om Iim bilang, kamu punya bukti apa, ya sudah saya kembali kepada integritas lagi.

Tentang KH Nur Iskandar dan Syaifullah Yusuf yang disebut-sebut bekerja sama deng Kim Johanes itu?

Saya dengar itu. Tapi saya tidak dengar Syaiful di situ. Kalau ring kedua dan ring ketiga seperti ini kami nggak bisa ngontrol karena itu sudah masalah mereka. Saya bukan mau memarahi yang menerima karena sudah tidak mempan. Itu juga kan sudah masalah moral. Kalau moralnya sudah bejat, di depan saya bilang ya, tapi di belakang mungkin tidak. Tapi soal kebijakan untuk memenangkan tender, saya tahu betul Bapak nggak pernah meminta hal itu.

Tapi dari kedekatan, beberapa pengusaha seperti Daniel T. ujung-ujungnya minta tender PLN?

Kalau Daniel T. memang kami kenal, tetapi hubungannya bukan dalam konteks bisnis tuh. Dia kan teman Bapak yang mengajak periksa mata. Sebenarnya, informasi macam apa pun diterima Bapak.

Konon, Gus Dur dekat dan menjadi konsultan Antony Salim?

Kapan dekatnya?

Bukannya saat masih menjadi ketua PBNU?

Waktu masih ketua PBNU Bapak dekatnya dengan CSIS, seperti Sofjan Wanandi atau Hari Tjan Silalahi.

Sebagai penguasa, wajar kalau Gus Dur melakukan konsolidasi kekuasaannya. Salah satu implikasinya, dalam pemerintahannya saat ini, seperti disinyalir banyak pihak, tengah tumbuh neo-KKN.

Surat saya itu kan atas nama keluarga karena kasus penyalahgunaan itu mengaku sebagai keluarga. Teman-teman dari Caltec tadi pagi menelepon, boleh nggak suratku ini disebarkan ke mana-mana, soalnya di sana juga sering terjadi begitu. Karena ada problem seperti itu, seperti juga kasus Yayasan Bulog, surat saya keluarkan. Jadi, kalau berbagai kasus itu dilakukan sebagai upaya konsolidasi kekuasaan besar-besar, yang menarik teori itu canggih sekali.

Mungkin bukan Gus Dur. Tapi paling tidak orang-orang dekat Gus Dur ingin membangun kekuasaan lebih kokoh dan itu jelas dengan membesarkan PKB. Karena itu perlu dana yang besar.

Itulah, mengapa sebenarnya saya juga ingin bertanya, konsolidasi siapa? Kalau konsolidasi Bapak, saya rasa nggak. Bapak sadar betul, dukungan terhadapnya bukan hanya mengandalkan PKB. Sampai sekarang, kepada PKB juga tidak terlalu istimewa amat. Segila-gilanya Bapak, saya tetap berpikir Bapak menomorsatukan bangsa. Yang sering dipermasalahkan orang kan soal cara, dan bukan visi. Bapak bukan tipe orang yang egosentris yang melihat dirinya sebagai pusat. Saya sadar betul, dia tidak ambil pusing pada konsolidasi. Tapi kalau dikatakan yang dikonsolidasi itu adalah PKB, NU, maka perlu diluruskan kepada orang-orang itu, dan jangan bawa-bawa Bapak.

Jadi, selain individu yang suka bermain, upaya pengumpulan dana dengan memanfaatkan nama Gus Dur itu bisa dikatakan dilakukan dalam rangka penguatan PKB?

Saya tidak bisa mengatakan begitu. Kalau ada orang yang mau mengonsolidasikan dirinya, yang jelas Bapak nggak tahu soal itu.

Konon pencalonan Gus Dur menjadi presiden bermodalkan Rp60 juta. Saat pelantikan tinggal Rp4 juta. Karena itu, orang kepercayaan Gus Dur menelepon beberapa pengusaha untuk minta dana taktis presiden. Terkumpullah dana mencapai Rp35 miliar. Dan Gus Dur, konon, memberi amplop ke beberapa orang sebagai sangu.

Kalau itu saya akan tanya Bapak dulu, benar atau tidak. Bapak itu orangnya jujur kok. Kalau ya bilang ya, kalau nggak ya nggak. Tapi saya sih tidak yakin itu benar. Apalagi sampai minta-minta begitu. Yang jelas saya nggak lihat. Di Wisma Negara, ruang tamu dengan ruang tidur Bapak hanya dibatasi satu pintu saja. Dan saya dengan Yenny kan selalu mendampingi Bapak. Kalau Bapak menyangoni itu ya.

Kabarnya, suami Anda sedang siap-siap membangun rumah sakit. Benar nggak?

Wah boleh juga idenya. Suamiku memang dari kedokteran UGM. Tapi dia sekarang bekerja di LSM dan freelancer grafis. Dulu setelah kami nikah berniat bikin percetakan. Tapi sekarang jadi mikir kalau mau berbuat usaha, nanti dicurigai yang nggak-nggak.

Oknum yang Anda sebut dari Setneg yang suka malak itu siapa?

Ada orang yang mengaku dari sini, lalu datang ke BUMN dan minta fasilitas ini-itu untuk rumah Bapak di Ciganjur. Padahal kami nggak minta.Yang kami khawatirkan, dia menodong BUMN itu untuk seterusnya. Soalnya, dia kan bisa jadi sudah merasa tercatat sebagai anggota ring pertama presiden.

Bisa Anda sebutkan lagi kasus-kasus pencaloan dengan mengatasnamakan Gus Dur?

Misalnya orang yang tadinya sama sekali tidak punya bisnis, tiba-tiba punya perkebunan. Itu kami marahi karena dia mengaku sebagai saudara Bapak. Atau kasus orang yang nama belakangnya tadinya tidak ada Wahid sekarang ada Wahid dan mengaku sebagai saudara Bapak.

Siapa itu?

Tadi saya sudah dipesani Bapak, sudahlah nggak usah disebut namanya. Ada pokoknya, yang jelas dari daerah Jawa Timur.

Ada tidak di antara kasus itu yang membuat Gus Dur marah atau tegang?

Nggak ada rasanya, karena dia tidak merasa bersalah. Kalau soal ekonomi negara ini memang spaneng (pusing) benar. Kalau masalah politik dia nggak begitu pusing.

Tapi kalau kerabat yang melakukan, apa Gus Dur juga nggak marah?

Bapak itu susah marah soal urusan yang begitu. Aku nggak ngongkon kok, salah dewe wong percaya (Aku tidak nyuruh, salahnya sendiri orang mau percaya). Yang pusing kami, terutama kerabat. Saya kesulitan untuk menerima karena seolah-olah itu menodai hubungan darah yang seharusnya dihormati.

Pernah nggak keluarga besar Gus Dur membahas bersama soal ini?

Kalau rembukan secara besar-besaran belum pernah. Tapi kalau personel sudah.

Kenapa Gus Dur tidak tegas saja, semua anggota keluarga Wahid Hasyim tidak boleh bertindak yang akan mengotori nama baik keluarga?

Kalau anak-anaknya mungkin sangat nurut. Tapi di luar anak-anaknya, mungkin karena sama-sama dewasa dan kedudukannya sama dengan Bapak, nggak bisa. Paling-paling Bapak mengimbau, dan itu sering kami lakukan.

Keluarga besar Hasyim Asy’ari, lalu Wahid Hasyim, bisa tidak mengikuti anjuran Bapak itu?

Seharusnya yang memakai nama Wahid itu kan hanya keluarga Wahid Hasyim. Di luar itu semuanya Hasyim, dan bukan Wahid. Sebenarnya saya berharap bagaimana pihak masyarakat sendiri tidak pakai itu. Bahwa tindakan seperti yang sedang kita bicarakan ini nggak boleh, karena memang nggak ada. Misalnya bermain ke departemen. Karena itu saya buka hotline supaya orang bisa konfirmasi langsung ke sini.

Tapi kalau Gus Dur tidak tegas, sepertinya persoalan KKN ini Gus Dur membiarkan. Apa sih kesulitannya mengumumkan ke publik bahwa anggota keluarganya dilarang ini atau itu?

Kesulitannya sering kami mendengar informasi itu setelah terjadi. Orangnya ngasih lebih dulu, dan kami baru dengar. Kalau yang tingkatannya besar, seperti Kim Johanes, Bapak ngomong tegas. Tapi kasus-kasus lain, sudah kejadian baru orangnya lapor. Kalau Bapak ngomong, saya tidak menyuruh siapa pun untuk mewakili saya minta uang atau fasilitas, terserah orang-orang mau percaya atau tidak.

Anda happy nggak sebagai putri presiden?

Nggak ada yang happy. Dalam kondisi seperti ini, sejak awal sampai sekarang yang ada hanya tegang.

Soal rencana mundurnya Gus Dur, sebenarnya bagaimana?

Konteksnya, kata Bapak, "Sebetulnya rencana saya, setelah umur 60 tahun, mau hidup damai, tetapi saya terpaksa menjadi presiden."

Menurut Anda, Gus Dur akan mencalonkan lagi nggak?

Bapak nggak peduli apa maunya, mau terus atau nggak kayaknya tidak peduli. Dia lebih peduli pada agenda politis yang harus diselesaikan. Dia yakin, banyak dekonstruksi yang harus dilakukan dan itu sifatnya sangat filosofis, abstrak. Ini yang sudah diperkirakan oleh Om Im. Katanya, Bapak lebih tahan dari tekanan luar dibanding presiden-presiden lain. Misalnya saya lihat dari menteri yang datang ke sini. Ada menteri yang kerjanya bagus. Bapak merespons. Terhadap yang kurang oke, Bapak memberi dorongan. Itu salah satu dekonstruksi bahwa presiden bukan yang tahu segalanya. Ada menteri yang lebih menguasai persoalan teknis. Agenda seperti inilah yang lebih dia perjuangkan daripada soal berapa lama menjadi presiden.

Pada 2004, Gus Dur tidak akan mencalonkan lagi?

Kalau itu kayaknya malah nggak. Dulu ngomongnya sama saya nggak, saya tidak tahu kalau kemudian berubah pikiran melihat kondisi. Presiden itu kan melihat kondisi. Sampai kira-kira satu bulan lalu, dia mengatakan bahwa dia tidak ingin dipilih lagi. "Lima tahun ini sudah cukup untuk mengantarkan Indonesia," katanya.

Dalam setiap penetasan ayam, pasti ada telur yang nggak netas alias busuk. Terasa nggak dalam keluarga Wahid Hasyim, ada nggak telur yang busuk, atau menjadi beban keluarga?

Kalau mau jujur, ya ada.

Ada yang brengsek?

Ya pastilah. Dalam setiap keluarga tentu ada yang seperti itu.

Brengsek?

Ya. Tapi kalau di keluarga inti, saya dan Yenny masih terjaga. Saya menyerap langsung filosofi dari Bapak. Sementara Nita dan Ina kan masih sekolah, masih jauh dari godaan. Untungnya, dari dulu Bapak dan Ibu nggak ada yang bisnis, jadi sekarang nggak berani bisnis. Itu kan blessing in the guise. Kami tak punya sense of business sekalipun sekarang terbuka sekali untuk itu.

Anda pernah mendapat tawaran kerja sama dari pengusaha atau ajakan untuk ber-KKN?

Banyak sekali. Waktu itu saya ditawari uang setumpuk, tebal sekali pokoknya. Dia dengar kami mau mengirim bantuan ke Ambon. Uang untuk sumbangan, saya terima dengan senang hati. Tapi, ia juga memberi uang sekian (Lisa merenggangkan kedua tanganya sekitar 30 cm), buat keperluan pribadi. Terus terang, saya nggak bisa terima. Karena alasan moral dan anjuran Bapak. Si pemberi uang itu ngomong, "Saya nggak minta apa-apa." Ini bukan soal minta atau tidak, masalahnya kalau orang tahu saya terima, lalu kepribadian saya di mana? Setelah itu, tidak ada pengusaha yang datang membawa uang. Mungkin dia cerita kepada teman-temannya, saya nggak bisa disuap ha...ha...ha....