NASIONAL / PANJ NO. 52 TH III - 19 APRIL 2000
Yang Tak Pernah Sepi Bentrokan
Aceh: Bentrokan senjata antara tentara GAM dan aparat militer makin sering terjadi. Warga sipil ikut jadi korban. Ditemukan kuburan massal hasil pembunuhan.
Tanah Rencong sepertinya tak pernah berhenti bergejolak. Malah, aksi penembakan dan pembunuhan menunjukkan peningkatan drastis dalam bulan-bulan terakhir ini. Cuma, yang membingungkan, seperti tidak jelas sasarannya. Baik sipil maupun militer sama-sama jadi korban. Hampir setiap hari mayat dengan bekas tembakan atau dalam kondisi tubuh teraniaya ditemukan di berbagai tempat.
Seperti yang terjadi pada Senin lalu. Seorang nelayan tradisional bernama Usman, 40, ditemukan tewas secara mengenaskan di Ujung Pancu, Muaradua, Aceh Utara. Tubuhnya penuh dengan luka-luka bekas penganiayaan berat. Muka nelayan malang ini tampak bengkak sementara mulutnya terbuka mengeluarkan darah. Kapolres Aceh Utara Letkol (Pol) Syafei Aksal mengatakan, jenazah korban ditemukan masyarakat daerah lain--Desa Ujung Pancu, Muaradua, Aceh Utara--sekitar pukul 11.20 WIB.
Sebelum ditemukan tewas, dua hari sebelumnya warga Desa Glee Madatputoh ini sudah dinyatakan hilang. Pada 8 April lalu, Usman tak pulang ke rumah usai melaut. Biasanya pada petang hari Usman sudah kembali berkumpul bersama keluarga. Tapi pada 8 April itu adalah petang yang berbeda. Usman tak pulang ke rumah. "Ternyata, dua hari kemudian mayatnya ditemukan dalam kondisi mengenaskan," kata Syafei, sembari menambahkan, dari bukti yang terdapat pada wajah korban, diduga Usman tewas akibat penganiayaan berat.
Sebelumnya, pada Kamis pekan lalu, terjadi insiden penembakan yang menewaskan Cut Fatin Hamama, 23. Mahasiswa FK Universitas Syiah Kuala ini ditembak di dalam bus umum ketika ia kembali dari kampung halamannya di Aceh Utara menuju Banda Aceh. Kabarnya, bus yang ditumpangi Cut Fatin ditembak tidak jauh dari pos pemeriksaan aparat di kawasan Indrapuri, Aceh Besar, sekitar pukul 20.20 WIB Kamis lalu.
Kapolda Aceh Brigjen Bahrumsyah Kasman mengaku langsung memeriksa anak buahnya yang bertugas di kawasan itu sehari setelah insiden terjadi. Ia memastikan, yang menembak Cut Fatin bukan anggota polisi ataupun aparat militer. Keterangan Kapolda Aceh ini sama seperti pernyataan Dansatgas Sadar Rencong III Kol Pol M. Yusuf Muharram.
Pada hari yang sama dengan tewasnya Cut Fatin, tiga anggota TNI dan seorang petugas satpam Bandara Malikussaleh Lhokseumawe menemui ajal. Mereka adalah Pratu Nurgianto dan Pratu Dalimin (anggota Paskhas AU) serta Serda Safrizal (anggota Arhanud) dan Syukri Murtaia (anggota satpam) Bandara Malikussaleh. Selain keempat korban tewas ini, ada lima anggota TNI lain yang cedera dalam insiden di kawasan Kecamatan Muara Batu Aceh Utara itu.
Menurut Syafei Aksal, insiden penembakan yang menewaskan anggota TNI itu terjadi sekitar pukul 17.45 WIB. Ketika itu, sembilan anggota TNI dan seorang satpam baru pulang berbelanja di pasar Keude Bungkah Kecamatan Muara Batu. Mereka menggunakan pikap biasa, bukan truk militer sebagaimana lazimnya. Setiba di tikungan kawasan Desa Pinto Weu, rombongan ini diserang dua kali dengan senjata pelontar granat dari arah depan. Lontaran ini mengenai kaca bagian depan hingga tembus ke belakang. Dilanjutkan dengan serangan senjata AK-47, hingga membuat mobil yang ditumpang aparat hancur. Para penumpang pikap juga sempat melakukan pembalasan hingga terjadi kontak senjata sekitar setengah jam.
Selain meningkatnya aksi pembunuhan, ketenangan masyarakat Aceh juga terusik oleh penemuan sejumlah kuburan massal di berbagai tempat. Kalau beberapa waktu lalu Komnas HAM pernah membongkar kuburan massal di Pidie dan Aceh Utara, sekarang kuburan massal mulai ditemukan di Aceh Besar, kawasan yang tidak termasuk daerah DOM. Seperti yang ditemukan di kawasan perbukitan Blang Bintang, tidak jauh dari Bandara Sultan Iskandar Muda Banda Aceh. Di sini, lima mayat ditemukan dalam tiga liang. Pembongkaran kuburan dilakukan di bawah pengawalan ketat ratusan anggota TNI/Polri pada Sabtu 1 April. Korban yang tidak dikenali lagi wajahnya itu diperkirakan dibunuh sekitar akhir 1999 sampai awal 2000.
Di Aceh Barat, polisi bersama masyarakat Beutong telah pula membongkar dua kuburan korban penculikan di Desa Lhokseumot dan Blang Dalam akhir Maret lalu. Dari kedua kuburan ditemukan dua mayat yang masih berpakaian utuh meski wajah mereka sudah sulit dikenali.
Danrem 012/Teuku Umar Kol CZI Syarifuddin Tippe Minggu pekan lalu mengatakan, di Kabupaten Aceb Besar terdapat 170 mayat korban tindak kekerasan yang diduga dibunuh kelompok sipil bersenjata. Mayatnya (sudah dikuburkan) tersebar di sejumlah lokasi. "Yang jelas, berdasarkan informasi yang saya terima terdapat 170 mayat tindak kekerasan sipil bersenjata," kata Syarifuddin.
Sembilan dari 170 mayat itu sudah dievakuasi oleh aparat gabungan TNI/Polri dari lubang di kawasan Cot Keueng--daerah yang akhir-akhir ini dikenal sebagai basis GAM--Kecamatan Kuta Baro. Mayat-mayat ini, menurut perkiraan Danrem, adalah mereka yang dihabisi antara 4 Desember 1999 hingga Maret 2000. Mayat-mayat itu terdiri atas anggota Polri/TNI serta masyarakat yang selama ini dianggap sebagai cuak atau tenaga pembantu operasi (TPO) semasa DOM.
Beni Sarbini (Banda Aceh)