NASIONAL / PANJI NO. 52 TH III - 19 APRIL 2000
Tidak ke Maluku, di Jawa Pun Jadi
Laskar Jihad: Ribuan laskar Ahlus Sunnah wal Jamaah akan berjihad di Maluku. Jika dihalangi mereka siap mengobarkan perang di Jawa.
Hanya lima menit! Mungkin, inilah rekor baru. Tapi memang hanya sebatas itu waktu yang disediakan Presiden Abdurrahman Wahid untuk bertemu tamunya. Yang datang kali ini adalah perwakilan laskar Ahlus Sunnah wal Jamaah di Istana Negara, Kamis silam. Tampaknya Kepala Negara tak sudi berlama-lama berdialog dengan tamunya yang menuntut penuntasan kasus Maluku. Apalagi disertai ancaman mereka akan turun sendiri ke medan laga memerangi musuh-musuh umat Islam bila pemerintah tidak segera bertindak.
Dialog Panglima Perang Ahlus Sunnah wal Jamaah Ja’far Umar Thalib, mantan Danrem Pattimura Brigjen (Purn.) Rustam Kastor, Panglima Perang Tidore Abu Bakar Al Banjari, tokoh Islam Ambon Ustadz Aly Fauzi, Ketua Forum Komunikasi Ahlus Sunnah wal Jamaah Ayip Syarifuddin, dan Makruf Bahrun dengan Gus Dur itu berlangsung panas. Selain menuntut penyelesaian kasus Ambon dengan segera, mereka juga meminta klarifikasi pernyataan Gus Dur tentang posisi umat Islam yang dianakemaskan di kepulauan penghasil rempah itu. Mereka juga mengeritik pernyataan Gus Dur yang ingin mencabut Ketetapan MPRS No. 25 Tahun 1966.
Sayang dialog berjalan buntu. Laskar jihad pulang dengan tangan hampa. Tak satu pun tuntutan mereka mendapat jawaban positif dari Gus Dur yang saat itu didampingi Sekretaris Kabinet Marsilam Simanjuntak dan Pejabat Sementara Sekretaris Negara Bondan Gunawan. Bahkan Gus Dur menyatakan tidak berkepentingan dengan mereka. "Apa yang saya lakukan tidak dipertanggungjawabkan kepada Anda tetapi kepada MPR yang mengangkat saya," ujar Gus Dur dengan nada tinggi seperti ditirukan Ayip Syarifuddin. Ia tidak habis pikir kenapa Gus Dur bersikap demikian dan bahkan tega mengusir mereka. Ayip tampaknya tidak bisa menyembunyikan kekesalannya. "Negara ini akan hancur dipimpin oleh satu orang itu," ujarnya
Itulah puncak demo yang yang dilakukan Forum Komunikasi Ahlus Sunnah wal Jamaah. Sebelumnya, puluhan ribu laskar jihad yang berjenggot, mengenakan jubah putih, serban, ransel, kopel militer, sepatu bot, dan menenteng berbagai jenis senjata tajam ini telah mengepung Istana Negara. Mereka berbaris memagari Istana Negara mulai dari rumah jaga Paspampres di sebelah timur sampai ke ujung Istana di pertigaan Merdeka Utara-Merdeka Barat.
Teriakan Allahu Akbar muncul saling bersahutan dari para laskar. Secara bersamaan mereka juga menyanyikan lagu Panggilan Jihad. Pasukan keamanan yang berjaga-jaga di jalur hijau dan di dalam pagar Istana tidak dapat berbuat banyak. Mereka hanya bersiap dengan senjata masing-masing menjaga segala kemungkinan.
Menurut Ja’far, tekad mereka untuk berjihad membela umat Islam yang tertindas di Maluku dan Ambon sudah bulat. Ia menilai pemerintah tidak mampu dan tidak bersikap adil dalam menyelesaikan kasus itu. "Anda bisa lihat sendiri pembantaian terhadap umat Islam di Tobelo. Harta, jiwa, dan rumah ibadah umat Islam menjadi korban karena ketidakadilan di sana," ujarnya.
Ja’far tidak takut bila gerakannya akan mendapat perlawanan dari militer. "Memang ada ancaman dari presiden yang akan menindak setiap pengiriman mujahidin ke Maluku. Tapi hal itu tidak menggoyahkan tekad kami," ucapnya. Akhir April nanti pihaknya telah siap memberangkatkan tiga ribu anggota. Beberapa bulan kemudian akan disusul sebanyak tujuh ribu lagi. Bila tetap dihalangi, Ja’far bertekad akan mengorbankan perang terhadap Kristen di Jawa dan luar Jawa. "Tapi tidak semua kaum Nashara harus disalahkan," ujarnya.
Demonstrasi ke Istana Negara bermula dari acara Tablig Akbar dan pembekalan laskar jihad untuk solidaritas muslim Ambon yang digelar forum itu di Istora Senayan Jakarta, pagi harinya. Sejak pukul delapan pagi puluhan ribu pasukan berseragam khas itu mulai memasuki Istora. Mereka datang dari berbagai daerah seperti Kalimantan, Jawa Timur, Jawa Tengah, Jakarta, Jawa Barat, Lampung, dan Sumatera Utara. Ja’far Umar Thalib memproklamasikan tahun 1421 Hijriah yang jatuh pada hari itu sebagai tahun jihad. "Penetapan ini sebagai solidaritas kami terhadap tragedi kemanusiaan yang menimpa kaum muslimin di Maluku," kata Umar. Sementara Aly Fauzi meminta pengertian pemerintah dan TNI untuk bersikap adil di Ambon dan Maluku. "Masalah akan bisa diselesaikan bila siapa yang sebenarnya bersalah segera diadili," ujarnya.
Ketua MPR Amien Rais meminta Gus Dur serius menanggapi aspirasi kelompok laskar jihad ini. Munculnya laskar jihad, menurut Amien, sebagai bukti masalah Maluku sangat serius. "Ini masalah serius, jangan dianggap persoalan remeh-temeh. Pasukan jihad itu adalah anak-anak kita sendiri yang harus diperhatikan," ujar Amien. Ia berharap pemerintah tidak memandang kecil idealisme kelompok jihad yang menginginkan Indonesia hidup dalam keadaan tertib dan aman.
Sementara itu, Ketua DPR Akbar Tandjung menganggap tidak perlu ada pengiriman pasukan jihad ke Ambon. "Belum tentu mereka yang dikirim ke sana mampu menyelesaikan masalah. Justru dikhawatirkan akam menimbulkan persoalan baru," kata Akbar. Ia menyarankan sebaiknya bantuan yang diberikan kepada masyarakat Ambon berbentuk obat-obatan dan makanan. Sementara itu Kapolri berjanji tidak akan menghadapi laskar jihad dengan cara kekerasan. Namun ia menyarankan agar laskar itu membatalkan niatnya pergi ke Ambon karena tidak akan menguntungkan semua pihak.
Laskar jihad didirikan di Yogyakarta pada 31 Januari lalu dalam acara Tablig Akbar. Setelah tablig itu dimulailah perekrutan anggota melalui tablig akbar di beberapa daerah dan pendirian Posko Jihad Ambon yang tersebar di beberapa kota. Hingga saat ini anggota laskar jihad telah berjumlah puluhan ribu orang yang tersebar di Sumatera, Jawa, Kalimantan, dan Sulawesi. Mereka melalukan latihan militer walau dengan peralatan seadanya.
Salah satu tempat latihan mereka adalah di Desa Kampung Muncul, Kayu Manis, Kodia Bogor. Tanpa mengganggu masyarakat sekitar sejak pagi sampai menjelang malam mereka melakukan latihan semi militer seperti baris-berbaris, bela diri dan keterampilan menggunakan panah, pedang, dan senjata tajam lainnya. Konon, yang melatih mereka adalah mantan anggota resimen mahasiswa (Menwa) di Yogyakarta, Bogor, dan Jakarta. Di Surabaya kelompok ini sering berkumpul di Masjid Darul Arqom Kompleks Babatan Indah Surabaya, sedangkan di Yogya mereka bermarkas di Pesantren Assunnah Jalan Kaliurang.
Gerakan sejenis laskar jihad itu menurut pengamat politik dari UI Arbi Sanit adalah sayap paling radikal dari tren politik Islam yang saat ini bernuansa moderat. "Ini adalah pemutarbalikan dari gaya berpolitik Islam yang sekarang makin moderat menjadi radikal," kata Arbi. Ia melihat gaya politik keras yang biasa terjadi di daerah Timur Tengah muncul dari subkultur ini. "Ini kan sangat radikal dengan membawa pedang ke Istana dan DPR," ujar Arbi.
Munculnya kesan radikal ini, menurut Arbi, akan merugikan Islam dan membuat dunia takut dan curiga kepada Islam. "Tesis Huntington yang mempertentangkan Islam dan Barat akan dianggap benar. Padahal saya sangat tidak setuju itu," ujar Arbi. Menurut dia, masyarakat Indonesia memang tidak puas dengan penanganan pemerintah terhadap kasus Ambon. Tapi cara radikal itu tidak akan menyelesaikan masalah. Karena kelompok ini minoritas, menurut Arbi, pengaruhnya akan sangat kecil.
Rifwan Hendri
Laporan: Akmal Stanzah dan Imam Bukhori (Surabaya)