BINTANG ZAMAN / PANJI NO. 45 TH III - 1 MARET 2000

Harun Ar-Rasyid

Memimpin dengan Pena dan Pedang

Salah seorang khalifah dunia Islam pasca-Khulafaur Rasyidin yang banyak diperbincangkan orang adalah Harun Ar-Rasyid. Ia adalah figur legendaris, seorang bijak bestari. Dalam kekuasaannya selama 23 tahun, Harun membawa dinasti Abbasiyah pada kejayaan di bidang ekonomi, perdagangan, wilayah kekuasaan dan politik, ilmu pengetahuan, serta peradaban Islam.

"Harun! Harun!"

Raja mana yang tak terkesiap mendengar namanya dipanggil begitu saja. Khalifah Harun Ar-Rasyid pun, yang sedang naik kendaraannya di Mekah, begitu juga adanya. "Tangkap dia!" katanya kepada para pengawal.

"He, lelaki dari mana ini?" Khalifah membentak sambil memainkan penggada besi di tangannya.

"Seorang lelaki dari kalangan muslimin," jawab Syu誕ib ibn Harb, lelaki itu.

"Kurang ajar, jangan main-main. Dari mana kamu?"

"Dari Anbar."

"Beraninya kamu memanggil dengan namaku."

"Saya memanggil Allah dengan Ya Allah. Bukankah saya memanggil baginda dengan nama baginda? Dan ini. Allah s.w.t. memanggil orang-orang yang Dia cintai dengan nama mereka: wahai Adam, wahai Nuh, wahai Hud, wahai Shalih, wahai Ibrahim, wahai Musa, wahai Isa, wahai Muhammad. Justru kepada orang yang dimurkai, Dia memanggil dengan julukan, "Celakalah tangan Abi Lahab."

Mendengar ini Khalifah melunak. "Lepaskan dia, lepaskan dia."

Harun juga kabarnya membiarkan peredaran buku Kitabul Kharaj (Aturan Perpajakan), padahal isinya membabat habis kebijaksanaan pemerintah dalam soal perpajakan. Penulisnya pun, Qadhi Abu Yusuf, ulama Hanafi, dibiarkan hidup. Tapi di pihak lain, dia tak memberi ampun kepada orang yang menyebarkan pendapat Al-Quran itu makhluk (diciptakan). Paman Harun pun hampir saja dihukum mati karena dianggap pengikut Zindiq. Ini gara-gara sang paman menyela penjelasan Abu Muawiyah Adh-Dharir ibn Muhammad tentang hadis Nabi yang menceritakan dialog Adam dan Musa. "Di mana mereka bertemu, Abu Muawiyah?" tanya sang paman.

Murkalah Harun mendengar perkataan pamannya ini. "Apa Paman mau melawan hadis?" katanya. Pedang pun sudah dihunusnya. Untunglah orang-orang segera memintakan ampun. "Itu perkataan orang zindiq," ujar Khalifah.

Pamannya tak jadi dihukum mati, hanya dipenjara. Tapi Khalifah bersumpah tak hendak membebaskan sang paman sampai dia memberi tahu, siapa mengajari perkataan seperti itu. Sang paman bersumpah balik. "Sungguh tidak seorang pun yang memberi tahu aku untuk berkata begitu. Itu sungguh hanya karena saya kelepasan, dan saya minta ampun kepada Allah. Saya bertobat kepada-Nya." Harun lantas membebaskan pamannya itu.

Harun sangat gusar dengan perkataan pamannya karena kaum Zindiq sedang menjadi momok yang membahayakan akidah kaum muslimin. (Adalah ayah Harun, Al-Mahdi, yang mencanangkan perang melawan kaum Zindiq.) Sebab, kaum Zindiq suka menafsirkan nash Al-Quran dan hadis secara menyimpang. Istilah Zindiq juga sering dialamatkan kepada orang-orang yang sebenarnya antiagama, tapi suka menafsirkan Al-Quran dan hadis secara menyimpang sehingga dapat merusak kehidupan agama dan negara.

Keluarga Barmak. Harun bisa bertindak tegas kepada para wazirnya, dari keluarga Al-Barmak. Mereka notabene adalah orang-orang pintar di pemerintahan. Kepada merekalah Harun pernah berguru.

Wazir pertama kekhalifahan Harun Ar-Rasyid adalah Yahya ibn Khalid. Dia adalah orang ajam (non-Arab) pertama yang mendapat kekuasaan tertinggi dalam pemerintahan Bani Abbas. "Sungguh aku serahkan kepadamu urusan rakyat, tetapkanlah segala sesuatu menurut pendapatmu, pecat orang yang patut dipecat, pekerjakanlah orang yang pantas menurut kamu, dan jalankanlah segala urusan menurut pendapatmu." Demikian petikan pidato Khalifah saat pengangkatan Yahya ibn Khalid.

Keluarga Al-Barmak dipercaya menangani kebijakan keuangan, bahkan menjadi "juru bisik" Khalifah dalam soal pengangkatan dan pencopotan pejabat termasuk para wali (gubernur). SetelahYahya dipandang telah uzur, posisinya ditempati anaknya, Ja断ar. Pada masa wazir dipegang Ja断ar terjadi sesuatu. Mulai mengalir segepok laporan yang laik dipercaya kala itu, bahwa Ja断ar korup dan menyalahgunakan kepercayaan dari Khalifah. Harun tanpa ragu memvonis mati Ja断ar pada 803 M, sedangkan ayahnya, Yahya dan saudaranya, Fadl dijebloskan ke dalam penjara sampai meninggal. Kekayaan keluarga Al-Barmak senilai 30.676.000 dinar disita negara.

Versi lain menuturkan, keluarga Al-Barmak diberangus karena wazir dan keluarganya bergaul terlalu bebas dengan kaum kerabat khalifah yang perempuan. Bahkan disebutkan sampai terjadi "pernikahan gelap".

Ahli Ibadah. Harun, putra Muhammad Al-Mahdi, lahir di Rayy pada Muharam 149 H bertepatan dengan Februari 766. Meski lahir dan besar sebagai putra "kepala suku Arab" (Abbasiyah), ia akrab dengan keluarga Parsi, Al-Barmak. Gaya hidupnya "sangat Parsi", yang pada zaman itu dikenal berwawasan seni tinggi, gandrung ilmu pengetahuan dan penuh inovasi.

Harun pun dikenal sebagai pribadi dermawan. Dalam sejumlah kesempatan, ia tak segan merogoh koceknya untuk memberi hadiah kepada penyair yang bersangkutan. Biasanya sikap demawan ini ditujukan kepada penyair yang mampu membasahi rohani khalifah, membangkitkan kesadaran khalifah terhadap Sang Khalik atau akhirat. Ia juga ahli ibadah. Dalam setahun ia umrah dua kali dengan berjalan kaki dari Bagdad ke Mekah. Kalau ia berhaji, ia selalu membawa 100 orang, yaitu dari kalangan ahli fikih dan keluarga mereka. Sementara kalau sedang tidak berhaji, ia menghajikan 300 orang dengan biaya sepenuhnya dari istana. Salat sunahnya dalam sehari konon tak kurang dari seratus rakaat.

Teruji Sejak Muda. Sebelum menjadi khalifah kelima Abbasiyah, oleh ayahnya ia dipercaya menjadi penguasa di Armenia di bawah bimbingan Yahya ibn Khalid Al-Barmak. Bahkan, Yahya bagi Harun sudah seperti akrabnya anak kepada ayahnya.

Harun sudah teruji sebelum menjadi khalifah. Ayahnya pernah mempercayakannya memimpin ekspedisi militer menyerang Bizantium sampai ke pantai Bosporus. Ia juga pernah menjadi gubernur, sekali di As-Saifah kemudian di Maghrib.

Boleh dikatakan, selain pendidikan di istana, Harun belajar banyak kepada keluarga Al-Barmak, khususnya Yahya ibn Khalid. Harun dikenal sebagai pemuda cerdas, fasih berbicara, dan punya kepribadian kuat. Pada satu episode kekuasaannya, Harun tega menjatuhkan hukuman kepada Yahya yang notabene gurunya itu, bahkan menghukum mati anak Yahya ketika bukti-bukti kesalahan keluarga Al-Barmak amat meyakinkan.

Sekalipun Harun disebut-sebut dekat dengan keluarga Al-Barmak, ia dekat pula dengan ulama, ahli hukum, hakim, qari, sastrawan dan seniman. Semasa muda semasih menjadi penguasa Armenia sebagai wilayah kekuasaan ayahnya (khalifah ketiga Abbasiyah), Harun kerap mengundang tokoh-tokoh cendekia itu berdiskusi di istana. Harun sangat menghormati orang-orang berilmu. Ia sering pula mendatangkan para ulama ke istananya untuk dimintai wejangan (mau段zhah). Ia selalu menangis mendengar ujaran-ujaran mengenai akhirat--bahkan pernah sampai pingsan ketika nasihat itu menghunjam kalbunya. Al-Fudhail ibn Iyadh adalah satu ulama yang sering dimintanya nasihat.

Harun agak berbeda dengan pendahulunya dalam soal menyikapi keturunan 羨li ibn Abi Thalib. Keturunan Ali yang dulunya hidup dalam pengawasan mata-mata khalifah, pada masa Harun bisa hidup lebih leluasa. Kecuali Yahya ibn Abdullah yang melarikan diri pada masa kekuasaan Al-Hadi (khalifah keempat Abbasiyah). Yahya akhirnya mendirikan kerajaan di negeri Dailam.

Menyadari kekuasan Yahya makin besar, Harun mengirim pasukan dipimpin Fadhal ibn Yahya ibn Khalid Al-Barmaky. Yahya ibn Abdullah merasa lebih lemah sehingga menawarkan perdamaian kepada panglima perang Abbasiyah itu, asal Harun berjanji memberinya perlindungan. Permintaan ini dikabulkan. Harun Ar-Rasyid selain dermawan dan cendekia, ia pun seorang pemaaf. Karena itulah kekuasaan Dailam terpisah dari kuasa Abbasiyah.

Simpati kaum muslimin sudah terbangun ketika Harun sukses dalam ekspedisi ke Bizantium. Semenjak masa kekhalifahan Bani Umayah para khalifah telah menganggap ekspedisi musim panas (saa段fah) ke perbatasan timur (suguur) kerajaan Bizantium sebagai kebiasaan rutin. Ketika kekacauan terjadi pada akhir kekuasaan Bani Umayah, ekspedisi ini pun melemah, personel diciutkan. Khalifah Abbasiyah pun lebih menekuni persoalan internal.

Kalau Harun kembali membangkitkan ekspedisi-ekspedisi terutama ke Bizantium, menurut para ahli, ini bukan sekadar memenuhi sentimen rakyatnya sebagai gaazi, atau seorang kuat, yang bersikeras menundukkan kekuasaan nonmuslim, tetapi lebih karena kehendak memberikan jaminan keamanan di perbatasan dan perlindungan maksimal jalur-jalur perdagangan yang vital. Tujuannya mengamankan kebijakan ekonomi kekhalifahan dalam memperkuat kemampuan ekonomi Bani Abbas.

Sebelum tercapainya perjanjian damai dengan Kaisar Bizantium pada 805 (190 H), Khalifah Harun selalu memimpin ekspedisi dua tahun sekali, sebab ia membagi di antara waktunya setiap tahun untuk ke Mekah dan baru pada tahun berikutnya memimpin ekspedisi ke suguur.

Pecinta Seni dan Ilmu. Ketika Harun menggantikan kakaknya Musa Al-Hadi (khalifah keempat Abbasiyah), Harun mewarisi situasi negeri yang sudah stabil di berbagai segi. Memang ada pemberontakan kaum Khawarij pimpinan Walid ibn Tahrif serta pemberontakan yang dikobarkan Rafi Al-Lais yang baru bisa diberangus pada masa Khalifah Al-Ma知un. Tapi pada umumnya kondisi negara stabil, wilayahnya pun sudan cukup luas sehingga ada ruang kini untuk menangani soal kebudayaan.

Harun menggagas penghimpunan karya ilmiah dan sastra dari berbagai negeri. Ilmu-ilmu agama pun mendapat tempat yang baik dan berkembang pada masa kekuasaannya. Ia sendiri menyukai seni khususnya syair. Pada masa kekuasaannya muncul ahli syair Abul Hatahiyah, ahli nyanyi Ishak al-Maushali, ahli riwayat Al-Ashma段.

Harun dikenal akrab dengan cendekiawan mancanegara. Para cendekiawan itu diwadahinya, dengan mendirikan madrasah Baghdad. Aktivitasnya antara lain penerjemahan karya-karya ilmiah. Pada masanya terjadi penambahan kepustakaan yang luar biasa dibanding masa-masa sebelumnya. Madrasah Baghdad memiliki koleksi ribuan buku ilmu pengetahuan berbagai disiplin ilmu. Harun juga mendirikan Majlisul Manaakarah, lembaga pengkajian masalah-masalah keagamaan yang diselenggarakan di rumah-rumah, masjid-masjid, dan istana khalifah sendiri.

Tonggak pengembangan keilmuan dan peradaban yang ditancapkan Harun ini diteruskan putranya, Khalifah Al-Ma知un. Madrasah Baghdad disempurnakan dan kemudian masyhur dengan sebutan Baitul Hikmah. Al-Ma知un mengembangkan lembaga penerjemahan karya ilmiah itu menjadi perguruan tinggi, perpustakaan dan penelitian, sedangkan Majlisul Manakarah pada masa kekhalifahan Al-Ma知un berkembang pesat. Di berbagai masjid di kota-kota besar Islam dibangun ruang baca dan perpustakaan. Harun juga menggalakkan pendidikan kedokteran dan giat mendirikan rumah sakit dan farmasi. Di kota Bagdad saja kala itu terdapat 800 dokter.

Zaman Harun, yang diteruskan Al-Ma知un, dicatat sebagai "Masa Keemasan Islam". Pada 800 M Bagdad telah menjadi kota metropolitan dan kota utama dunia Islam. Bagdad menjadi salah satu pusat ilmu pengetahuan dunia, sebagai pusat pendidikan, ilmu pengetahuan, pemikiran dan peradaban Islam, pusat bisnis, dan politik. Penduduknya saat itu saja sudah satu juta jiwa.

Tak Tidur. Dalam kurun waktu 23 tahun kepemimpinannya, Harun secara efektif memanfaatkan kekuasaannya untuk kejayaan Islam. Kebijaksanaannya membangun sistem irigasi misalnya, terbukti mempercepat perbaikan kesejahteraan rakyat. Kemampuannya memberikan jaminan keamanan di seluruh wilayah kekuasaannya berpengaruh pula dalam pengembangan ekonomi. Bagdad, ibu kota pemerintahan Bani Abbasiyah pada zamannya menjadi pusat perdagangan paling ramai di dunia. Pertukaran barang dan valuta asing menjadikan Bagdad kota yang tak pernah tidur. Pendapatan negara pun meningkat dari perdagangan luar negeri, selain dari pajak perdagangan dan hasil bumi.

Pendapatan negara dari sektor-sektor penting itu memungkinkan Harun membangun gedung megah, sarana ibadah, pendidikan kesehatan, penerjemahan karya ilmiah dari berbagai bahasa, dan penelitian. Kemakmuran terasa di setiap sudut negeri. Pegawai kerajaan, ulama, dan ilmuwan mendapatkan gaji tinggi dari negara. Negara pun memberi insentif bayaran yang mahal untuk karya-karya tulis berbobot dan penemuan ilmiah. Di Bagdad cendekiawan adalah kelompok berstatus sosial tinggi.

Harun meninggal pada 3 Jumadil Akhir 193, atau 24 Maret 809, di negeri Thus, Khurasan, saat memimpin angkatan perangnya. Ia meninggalkan empat orang istri, sedangkan budak perempuannya konon berjumlah 4.000 orang--semuanya cantik-cantik. Dunia mengakui kebesaran Harun.

Iqbal Setyarso

 

 

Boks

Khalifah dan Imam Syafi段

Karena kedalaman ilmu dan kepribadiannya, Imam Syafi段 diangkat sebagai sekretaris gubernur di Yaman, merangkap kepala daerah untuk Najran. Ternyata, keberuntungan ini mengundang rasa cemburu sekelompok orang. Mereka menebar gosip, Imam Syafi段 mengembangkan ajaran Syi誕h dan berkomplot dengan penentang Khalifah Harun Ar-Rasyid. Sang imam dibawa ke Bagdad dalam keadaan kaki terantai. Dalam kondisi seperti itu ketika masuk ruang sidang ia mengucap salam.

"Assalamu誕laika, ya Amirul Mukminin wa barakatuh." Imam Syafi段 tak menyebut kata " wa rahmatullahi."

"Wa誕laika-salam wa rahmatullahi wabarakatuh," jawab Harun. Harun heran melihat Imam Syafi段 yang begitu tenang meski diancam hukuman mati. "Engkau mulai dengan ucapan yang sunah tidak mewajibkannya, sedangkan kami menjawabnya dengan sempurna sebagai suatu kewajiban. Amat mengherankan engkau berani bicara dalam majelis ini tanpa izin kami."

Imam Syafi段 mengutip Surat An-Nur 55. Lalu berkata. "Tuhan apabila berjanji pasti menepati. Kini Dia telah mengangkat baginda menjadi khalifah di bumi-Nya yang luas ini dan baginda telah memberi rasa aman kepada hamba ketika hamba dalam ketakutan dengan ucapan warahmatullahi, yang berarti baginda telah melimpahkan rahmat Tuhan kepada hamba atas kemurahan hati baginda sendiri."

Mendengar kalimat itu tersentuhlah hati Harun. "Bukankah engkau yang memelopori komplotan pemberontak untuk menentangku?"

"Sekarang baginda telah mengemukakan apa yang terlintas di hati baginda. Maka hamba pun akan menjelaskan apa yang terasa di hati hamba untuk mencari keadilan dan kebenaran. Akan tetapi dapatkah orang melahirkan perasaannya dengan seksama kalau kakinya dirantai dengan besi berat ini? Mohon kiranya rantai yang membelit hati hamba dilepas, perkenankan hamba duduk secara wajar. Allah Mahakaya lagi Maha Terpuji."

Lalu rantai besi di kaki Imam Syafi段 dilepas. Imam Syafi段 membaca surat Al-Hujurat: 6. Lalu berkata, "Hamba berlindung kepada Allah, baginda yang menyuruh datang, hamba yang disuruh datang, Tentu baginda dapat berbuat apa saja sedang hamba tak dapat berbuat apa pun. Benar-benar bohong orang yang telah mengadukan hamba. Hamba punya dua ikatan dengan baginda, hamba dan baginda sama-sama muslim. Hamba dan baginda masih satu turunan. Baginda harus berpegang kepada Kitabullah. Baginda anak paman Rasulullah yang harus melindungi agamanya."

Setelah itu, dialog Khalifah dan Imam Syafi段 berganti topik, antara lain Harun menanyakan seberapa dalam ilmu Imam Syafi段 mengenai Kitabullah? Imam menjawab, Kitab Allah itu banyak, mana yang ditanyakan Khalifah?

"Yang kutanyakan kitab yang diturunkan kepada anak paman saya, Muhammad Rasululllah."

"Al-Quran dari segi apa yang baginda maksud?"

"Dari segi hafalan."

"Hamba telah hafal Al-Quran seluruhnya. Hamba tahu tempat berhenti dan tempat memulai bacaan, tentang nasikh dan mansukh-nya, yang samar dan yang tegas, yang mutasyabih dan yang muhkam, yang umum dan yang khusus."

Mendengar jawaban-jawaban jitu Imam Syafi段, Khalifah mencecar Imam Syafi段 dengan pertanyaan mengenai kedokteran, filsafat, dan berbagai bidang ilmu. Jawaban-jawaban Imam Syafi段 tetap jernih dan berbobot. Lantas Harun bertanya.

"Bagaimana pengetahuan Anda tentang silsilah keturunan bangsa Arab?"

"Ada yang mulia dan ada yang tidak baik. Hamba tahu silsilah keturunan hamba dan keturunan baginda." Agaknya Harun kehabisan pertanyaan untuk membuktikan makar yang dituduhkan kepada sang Imam.

Akhirnya ia bertanya, "Apa yang Anda nasihatkan kepada saya?" Imam rendah hati tapi tegas dalam paparan ilmunya itu mengutarakan nasihat seperti yang pernah diucapkan Tawus Al-Yamani. Khalifah terkesan sampai menangis tersedu-sedu. Bukan hukuman yang dijatukan Khalifah, melainkan hadiah yang diberikan, tapi ditolak sang Imam. Imam Syafi段 dibebaskan dan meneruskan dakwah dan pengajarannya sampai akhir hayatnya.