PANJUT / PANJI NO. 01 TH IV - 26 APRIL 2000
Kendalanya Bukan di Mata tapi di Mulut
(Pernyataan Gus Dur tentang sebab gejolak di Maluku yang disampaikan di Istana Negara pada 28 Maret 2000)
(Disampaikan pada acara wisuda sarjana dan Dies Natalis ke-19 Universitas Islam Malang, Jawa Timur, pada 25 Maret 2000)
(Disampaikan pada acara dialog interaktif TVRI "Secangkir Kopi Bersama Gus Dur" pada 14 Maret 2000)
(Disampaikan di Belanda pada 3 Februari 2000)
(Disampaikan di Istana Merdeka pada 11 Januari 2000)
(Disampaikan di Hotel Watergate, Washington DC, AS, pada 14 November 1999)
Pernyataan Kontroversial: Gus Dur mewarnai pemerintahannya dengan pernyataan-pernyataan kontroversial. Menciptakan keresahan politik dan ekonomi dalam negeri. Menjadi tindakan kontraproduktif pula. Bakal jadi sandungan di sidang umum?
Peribahasa lama menyebutkan: "Mulutmu harimaumu, mengerkah batu kepalamu". Ungkapan sederhana itu maksudnya kira-kira begini: jagalah omongan dan ucapan karena hal itu bisa menjatuhkan atau mencelakakan Anda.
Ketika masuk dalam bursa pencalonan presiden keempat RI, banyak kalangan yang menyangsikan KH Abdurrahman Wahid. Bukan karena faktor kemampuan atau akseptabilitasnya di masyarakat. Tetapi, karena faktor kesehatan dan fisiknya. Maklum, bekas ketua umum PBNU itu dua kali masuk rumah sakit gara-gara terkena stroke. Selain itu, dan ini yang jadi persoalan penting, kondisi penglihatan Gus Dur tidak sempurna. Ini dikhawatirkan jadi kendala utama bagi Gus Dur, seandainya nanti ia menjadi presiden. "Bagaimana dia bisa menangani dokumen yang bersifat rahasia, dan harus dia sendiri yang membaca?" ucap salah seorang tokoh partai politik. Tokoh ini termasuk yang tak setuju dengan pencalonan Gus Dur.
Dengan alasan itulah, ketika Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN) Amien Rais ngotot mencalonkan Gus Dur sebagai kandidat presiden keempat RI, muncul banyak penolakan. Bahkan, sempat muncul olok-olok di kalangan anggota DPR yang tak setuju Gus Dur jadi presiden. Kalau kiai itu jadi presiden, maka perlu menteri khusus untuk urusan membimbing Gus Dur dan membacakan surat serta dokumen kenegaraan. Tetapi, itu cuma sekadar olok-olok.
Toh, meski mendapat ganjalan berat, kenyataan berbicara lain. Gus Dur malah melenggang ke kursi presiden, mengalahkan Megawati yang tampil penuh percaya diri karena partainya memenangkan Pemilu 1999. Gus Dur melaju berkat dukungan penuh Poros Tengah, ditambah sebagian Partai Golkar, dan tentu saja dari Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) sebagai sayap politik Gus Dur. Padahal, sebelumnya justru suara Poros Tengah tak menjagokan Gus Dur. Sejarah baru tercatat. Baru kali inilah seorang kiai memegang tampuk nomor satu di negeri ini.
Kenyataan yang lain, hampir setahun menjalankan roda pemerintahan, kondisi mata Gus Dur nyatanya tak menjadi kendala berarti. Ia, bahkan, begitu aktif melakukan lobi luar negeri. Mengembalikan kepercayaan dunia internasional sekaligus mengundang investor dan mencari pinjaman luar negeri. Wara-wiri-nya Gus Dur ke luar negeri, meski di lain pihak cukup mengundang kritikan, terbukti sukses. Dalam hal ini Gus Dur membuktikan kepiawaiannya berbicara dan melakukan lobi.
Keresahan Politik. Kalau Gus Dur sukses di luar negeri, di dalam negeri ceritanya lain lagi. Sepanjang pemerintahan Gus Dur yang belum setahun ini, sudah banyak terjadi keresahan politik dan keresahan sosial. Yang buntut-buntutnya membuat iklim politik dalam negeri panas dingin, mirip orang demam. Dan, diwarnai berbagai aksi unjuk rasa pula. Mulai dari mahasiswa yang menuntut penuntasan KKN, kalangan Islam yang merasa terpinggirkan, sampai para guru yang tak puas atas kenaikan gaji.
Lucunya, keresahan itu sebagian besar justru muncul disebabkan ucapan Gus Dur sendiri. Atau, mengutip omongan Amien Rais, pernyataan-pernyataan Gus Dur membuat resah. Tengoklah, masih dalam hitungan hari menjabat presiden, bekas ketua umum PBNU ini sudah membuka kontroversi lewat keinginannya untuk membuka hubungan dagang dengan Israel, negeri yang selama ini dijauhi Indonesia. Bukan karena Israelnya, tetapi lebih karena negeri zionis itu mengangkangi kemerdekaan negeri orang, Palestina.
Kalangan Islam bereaksi keras. Demonstrasi besar muncul, menentang pembukaan hubungan dagang itu. Tetapi Gus Dur cuma berkomentar, "Lucu jika Indonesia membuka hubungan dengan RRC, Korut, dan sebagainya, itu Anda biarkan. Mereka terang-terangan ateis, menentang Tuhan."
Kemudian, pernyataan lainnya membuat gerah para mahasiswa, yang begitu ngotot menginginkan mantan presiden Soeharto dan kroninya diadili. Cucu pendiri NU ini mengeluarkan pernyataan yang berniat mengampuni Soeharto. Meski, ia tak akan mengampuni keluarga dan kroninya. Ya terang saja, kalangan mahasiswa bereaksi.
Ketika Kabinet Persatuan Nasional baru dibentuk, dan tampak kompak serta menjanjikan, tiba-tiba Gus Dur melontarkan pernyataan tajam. Ini diucapkannya ketika berobat mata ke Salt Lake City, AS. Menurut Gus Dur, ada tiga menterinya yang terlibat KKN. Dalam pada itu, ia juga mengaku sudah menyiapkan penggantinya secara diam-diam. Tetapi Gus Dur tak menyebut nama menteri yang bersangkutan.
Keruan saja, Kabinet Persatuan Nasional yang baru berbaris rapi itu bubar jalan. Mengutip pernyataan Akbar Tandjung, pernyataan Gus Dur itu membuat kegerahan di kalangan para menteri. Suasana kerja menjadi terganggu. "Satu sama lain menjadi tidak enak dan saling curiga," ucap ketua DPR itu.
Yusril sendiri namanya ikut disebut sebagai salah seorang dari tiga menteri yang diduga KKN itu. Soalnya, entah kebetulan atau tidak, sebelum itu Yusril sempat dihebohkan memasukkan dana partai ke kocek pribadi. Besarnya Rp5 miliar. Cuma, nama Yusril muncul dari sumber luar. Bukan dari mulut presiden sendiri.
Ketua Umum Partai Bulan Bintang itu sendiri mengaku langsung meminta klarifikasi dari Gus Dur. Hasilnya, agaknya memuaskan Yusril. Kepada publik Yusril mengungkapkan, bukan dia yang dimaksud Gus Dur. Presiden pun ikut memperkuat, memang bukan Yusril yang dimaksud. Ada orang lain. Yusril puas, tetapi tetap menyimpan sedikit kesal.
Menperindag Jusuf Kalla juga dibuat kelabakan. Maklumlah, ia juga lagi santer disebut terlibat KKN dalam proyek peninggalan Eddy Tansil. Jusuf membantah kiri-kanan, dan mengaku sudah mendapat klarifikasi dari Gus Dur. Bukan ia yang dimaksud. Menaker Bomer Pasaribu juga ikut kena getah. Ia dituduh sebagai menteri yang melakukan KKN karena terlibat kasus penggelapan dana menara Jamsostek.
Yang bereaksi sengit adalah bekas menko kesra dan taskin, Hamzah Haz. Nama ketua umum Partai Persatuan Pembangunan ini ikut muncul sebagai salah seorang menteri yang diduga KKN. Hamzah mengaku, berkali-kali ia meminta klarifikasi dari Gus Dur. Tapi, konon, Gus Dur tak begitu menanggapi. Tak ada ucapan yang keluar dari mulut Gus Dur, meski Hamzah mengaku sudah mendapat klarifikasi.
Mungkin karena kesal, Hamzah menggertak akan mengundurkan diri. Alasannya tentu bukan gara-gara tuduhan itu. Tetapi, ia ingin berkonsentrasi mengurus partai. Eh, tak diduga, gertakan itu dibalas kontan. Gus Dur menyetujui permohonan pengunduran diri Hamzah. Bahkan, ia langsung melantik penggantinya.
Hamzah sakit hati karena merasa tak pernah berbicara langsung dengan Gus Dur. Tak pernah pula menyampaikan surat resmi. Presiden juga tak pernah bertanya. Tahu-tahu diberhentikan begitu saja. Sikap Gus Dur yang seperti itu semakin mengesankan bahwa Hamzahlah menteri yang dimaksud. Hamzah, dan juga PPP, berniat mempersoalkan pemberhentian tersebut. Tetapi entah bagaimana kelanjutannya. Yang jelas, iklim di kabinet mulai tak keruan.
Sempat adem ayem beberapa saat. Tetapi gejolak muncul lagi ketika Presiden Abdurrahman Wahid mengomentari apel akbar kaum muslim untuk keprihatinan Maluku, pada Januari 2000. Gus Dur bilang ada usaha untuk melengserkan dirinya lewat aksi pengerahan massa. Ia juga mengecam aksi pengumpulan massa seperti itu. "Tak ada apa-apanya," ucap Gus Dur mengomentari.
Yang kena sentil adalah Amien Rais. Sebab, dalam acara keprihatinan atas tragedi Maluku itu Amien turut hadir. Bahkan sempat ikut berbicara. Amien balik mengecam para informan Gus Dur, yang disebutnya tak lulus SD. Itu gara-gara menyebut peserta apel akbar cuma sekitar 20.000-an orang. "Padahal yang hadir ratusan ribu," ucap Amien. Namun, dalam kesempatan itu Amien juga menyatakan tetap pada komitmennya, menjaga Gus Dur hingga tahun 2004 nanti, sampai pemilu mendatang. Bagaimanapun, itu mulai menciptakan friksi antara Amien dan Gus Dur.
Dan, entah dari mana asal muasalnya, Gus Dur kembali membuat banyak orang terhenyak. Ia mengungkapkan bahwa sembilan puluh persen TNI mendukung dirinya. "Hanya sepuluh persen yang tak loyal. Tapi tak usah khawatir karena mereka tak punya anak buah. Atau, tak didengar oleh anak buahnya," demikian kata Gus Dur.
Meski dicetuskan dengan nada santai, tak urung ucapan itu membuat kecut. Terutama kalangan TNI yang kena sentil. Panglima TNI Widodo A.S. buru-buru meluruskan dengan menyatakan bahwa TNI setia kepada pemerintahan yang sah. Tetapi, ya orang tetap ngeri. Bagaimana tidak, sepuluh persen itu bisa menjadi angka yang signifikan untuk berbuat sesuatu. Kudeta misalnya. Maka, orang lantas mengaitkannya dengan isu kudeta, yang justru dikeluarkan presiden sendiri. Mungkinkah yang sepuluh persen ini yang berencana melakukan kudeta? Atau, ada kelompok sipil lain yang berencana menggusur Gus Dur?
Soal kudeta itu makin menghangat ketika Presiden Abdurrahman Wahid mulai mengutak-atik keberadaan Jenderal Wiranto, salah seorang penjamin dalam penyusunan kabinet. Di tengah kunjungan luar negerinya ke Davos, Swiss, presiden menyatakan akan meminta menko polkam itu untuk mengundurkan diri karena tengah menghadapi pemeriksaan KPP HAM sehubungan dengan dugaan pelanggaran HAM di Timtim pascajajak pendapat. "Saya akan memintanya dengan bahasa halus," ucap Gus Dur kepada wartawan di luar negeri.
Di dalam negeri, Wiranto seperti tersengat. Ia menyatakan dengan tegas, tak akan mengundurkan diri sebelum semuanya jelas. Kecuali Gus Dur memberhentikannya. Ketegangan ini membuat suhu politik kembali mendidih. Maklumlah, Wiranto dipandang masih punya kekuatan untuk berbuat sesuatu. Meskipun, di lain pihak, Wiranto menyatakan tak akan melakukan sesuatu yang negatif.
Wiranto yang mencoba mencari klarifikasi sempat mendapat jawaban lega. Bahkan ketika itu Gus Dur menyatakan, biar bagaimanapun akan mempertahankan Wiranto. Bukan cuma itu, cucu KH Hasyim Asy’ari ini juga sempat mengelus-elus Wiranto, yang disebutnya sebagai penyelamat jiwa Gus Dur dari rencana ‘jahat’ untuk menghabisi dirinya. Ketegangan dengan Wiranto memang sempat melunak. Tetapi di lain pihak, ia membuat ketegangan baru dengan Jenderal (Purn.) Feisal Tanjung. Maklum, Gus Dur secara terang-terangan menyebut nama Feisal sebagai otak dari rencana untuk menghabisi dirinya.
Ketika persoalan Feisal masih jadi polemik, presiden keempat RI ini kembali membuat keputusan mengejutkan. Ia jadi juga memberhentikan Wiranto sebagai menko polkam. Walaupun, untuk sementara. Padahal, pagi harinya, Gus Dur masih mengatakan akan mempertahankan Wiranto. Tentu ini membuat Wiranto sewot. Maka kekhawatiran bakal terjadi tindakan balasan dari Wiranto segera muncul. Isu kudeta menghangat lagi. Meskipun, Jenderal Wiranto tetap membantahnya.
Masih seputar kudeta, Abdurrahman Wahid juga menghangatkannya dengan isu pertemuan sejumlah jenderal dan tokoh politik di Jalan Lautze, Jakarta Pusat. "Sejumlah jenderal telah mengadakan pertemuan khusus di Jalan Lautze," ucap Gus Dur. Makin keruh saja iklim politik di negeri ini. Sejumlah tokoh militer ramai-ramai membantah. Adapun Hariman Siregar, yang rumah keluarganya dipakai sebagai tempat pertemuan, dengan tegas membantah. "Memang ada pertemuan, tetapi tidak dihadiri para jenderal," kata Hariman.
Tak jera dengan pernyataannya yang bikin politik dalam negeri gonjang-ganjing, Gus Dur menambahinya dengan pernyataan ada sejumlah pangdam yang mbalelo. Belakangan, dikoreksi menjadi hanya satu pangdam saja. Toh, pernyataan itu sudah membuat resah kalangan angkatan darat yang sebenarnya mulai bosan ‘dikerjai’ Gus Dur.
Berikutnya, giliran kalangan Islam yang menjadi sasaran ucapannya. Mulai dari pertikaian di Maluku. Menurut Gus Dur, pertikaian berdarah di Maluku disebabkan orang Islam di sana selama ini mendapat perlakuan sebagai anak emas. Di anakemaskan, begitulah kira-kira. Perlakuan yang menyebabkan kaum Nasrani cemburu dan meletupkan konflik.
Ucapan itu keruan saja membuat umat Islam tersentak. Berbagai reaksi muncul. Tokoh Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia Husein Umar mengatakan, Gus Dur tak tahu permasalahan dan hanya asal mengeluarkan pernyataan. Karena itu ia meminta presiden untuk tak sembarang jual omongan. Toh, yang punya omongan tampak santai saja. Seakan tak pernah terjadi apa-apa.
Bahkan, ia terus mengeluarkan pernyataan kontroversial. Sekali ini yang jadi objeknya adalah soal pencabutan Tap XXV/MPRS/1966. Tap itu adalah belenggu bagi ajaran komunis di Indonesia. Dengan Tap itu, marxisme dan komunisme tak punya ruang hidup. Nah, Gus Dur tahu-tahu mengusulkan Tap tersebut dicabut saja. Ia mengatakan, ketetapan tersebut hanyalah produk nafsu dari sekelompok orang saja.
Polemik pun mencuat. Usulan itu mendapat tentangan keras dari mana-mana. Termasuk, sekali lagi, dari Ketua MPR Amien Rais. Ketua umum Partai Amanat Nasional ini secara tegas menyatakan, komunisme tak punya hak hidup lagi di Indonesia. Jadi, biar bagaimanapun Tap itu tak bakal dicabut. Fraksi Bulan Bintang lebih keras lagi. Hamdan Zoelva, sekretaris Fraksi Bulan Bintang, mengatakan, sebagai presiden tak pada tempatnya Gus Dur mengusulkan pencabutan Tap. Sebaliknya, sebagai mandataris MPR, ia justru harus melaksanakan amanat dan mandat MPR. Karena itu, Fraksi Bulan Bintang, kata Hamdan, akan terus memantau dengan saksama apakah Gus Dur sudah melanggar Tap.
Entah bermaksud mengalihkan isu, atau punya keisengan baru, saat berkunjung ke Pretoria, Afrika Selatan, Gus Dur menyatakan bahwa ada tiga menteri yang siap diperiksa Kejaksaan Agung. Lagi-lagi, dengan alasan yang bersangkutan telah mementingkan diri sendiri.
Seiring dengan itu, mencuat juga isu bakal terjadinya perombakan kabinet. Nama Menko Ekuin Kwik Kian Gie, Menteri Penanaman Modal/PBUMN Laksamana Sukardi, Menperindag Jusuf Kalla, dan Menkeu Bambang Sudibyo, disebut-sebut bakal dilengserkan. Dari Sekretariat Negara, terdengar bantahan resmi. Tak bakalan ada perombakan kabinet. Tapi apa yang terjadi di luar?
Santer terdengar tuntutan yang meminta agar para menteri ekonomi itu mundur. Dengan alasan, mereka tak becus mengurusi perekonomian negara yang masih awut-awutan ini. Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa, sayap politik Gus Dur, terang-terangan mengajukan surat yang meminta presiden untuk mengganti para menteri ekonomi itu. Gus Dur sendiri terlihat tak begitu ambil pusing. Namun, berbagai sumber menyebutkan, Gus Dur malah sudah mulai membicarakan kemungkinan penggantian para menteri tersebut.
Presiden disebutkan sudah mencoba membicarakannya dengan Megawati, Akbar Tandjung, dan Amien Rais, tokoh-tokoh sentral yang ikut memberikan jaminan dalam penyusunan kabinet. Tetapi usulan Gus Dur itu mendapat penolakan dari ketiganya. Walau tak tampak di mata, gara-gara itu suhu politik memanas lagi. Bahkan, sudah menjurus ke arah usaha penggantian presiden. Yang kabarnya, bakal dilancarkan pada Sidang Umum MPR pada Agustus mendatang (baca: Mungkinkah Gus Dur Tergusur?).
Kontraproduktif. Memang, ada juga yang memahami kebiasaan Gus Dur melontarkan pernyataan kontroversial sebagai gayanya menyelesaikan permasalahan. "Itu sudah sifat Gus Dur, ya mau diapain. Setiap presiden punya gaya tersendiri. Apa tujuan dan motivasinya, kita tidak tahu," ucap Harun Alrasyid, pakar hukum tata negara. Atau, seperti kata Franz Magnis Soeseno, pengamat sosial politik, Gus Dur sudah seperti itu sejak dulu. "Saya kira Gus Dur memag demikian sejak dulu," katanya.
Betul, sebelum menjadi presiden pun, Abdurrahman Wahid sudah dikenal suka melontarkan ucapan kontroversial. Seperti ucapannya soal kerusuhan Ambon, yang menyebut Mayjen K sebagai provokatornya. Ucapan yang harus membuatnya berhadapan dengan Mayjen Kivlan Zen, yang kala itu menjabat Kastaf Kostrad. Tetapi dulu, ucapan kontroversial itu tak sampai membawa pengaruh besar pada suhu politik dalam negeri.
Sekarang lain soal. Ia adalah orang paling berpengaruh saat ini. Ucapannya, langsung tak langsung, membawa dampak pada iklim politik dan perekonomian di Tanah Air. "Membuat resah semuanya," kata Amien Rais. Tengok misalnya, saat terjadi ketegangan antara Gus Dur dan Wiranto, gara-gara pengunduran diri Wiranto. Nilai rupiah melorot. Memanasnya suhu politik di dalam negeri membuat investor asing berpikir ulang untuk menanam modal di Indonesia.
Ketika bertemu dengan pengusaha yang tergabung dalam Indonesian National Investor Group, Akbar Tandjung mengungkapkan satu hal. "Saya tahu dari calon investor, pemerintah AS melarang pengusaha dan warganya berkunjung ke Indonesia," kata Akbar beberapa waktu lalu. Alasannya, tidak menentunya masalah sosial, keamanan, dan politik dalam negeri akibat isu kudeta dan sejumlah aksi unjuk rasa.
"Berbagai pernyataan (kontroversial) itu ditanggapi negatif oleh pasar," ungkap Farial Anwar, pengamat moneter. Ia menyebut contoh, saat presiden melontarkan isu kudeta, nilai rupiah langsung terperosok. Untuk itu, Farial menyarankan agar Gus Dur berhenti ‘menyanyi’ karena bisa membingungkan masyarakat dan pelaku pasar uang.
Memang, tak sepenuhnya kekisruhan politik tercipta lantaran pernyataan kontroversial Gus Dur. Atau, seperti kata pengamat ekonomi Umar Juoro, tak sepenuhnya bisa dikaitkan langsung. "Tentu ada (kaitan pernyataan Gus Dur dengan naik turunnya nilai kurs dan indeks saham). Tapi tak bisa dikaitkan secara langsung juga," kata Umar. Betapapun, pengaruh itu ada. "Ya berpengaruh, meski tidak signifikan," ujar Umar.
Signifikan atau tidak, toh tetap ada pengaruhnya. Kalau begitu adanya, tentu bisa diartikan Gus Dur merusak sendiri hasil kerja kerasnya. Susah payah presiden melobi ke luar negeri, tetapi ia sendiri merusak iklim yang mendukung datangnya investasi asing. "Ya terkadang sikap Gus Dur menjadi kontra produktif," Franz Magnis.
Karena itu, Amien meminta Gus Dur menyetop kegemarannya melontarkan pernyataan yang kontroversial. Sentilan juga datang dari Ketua DPR Akbar Tandjung. "Lebih baik ada tindak lanjut (dari pernyataan itu), ketimbang menjadikannya polemik. Biar rakyat tak bingung," ucap Akbar. Imbauan seperti itu, bahkan, juga datang dari kalangan NU sendiri, yang nota bene kandangnya Gus Dur. Ketua Umum PBNU KH Hasyim Muzadi ikut mengimbau Gus Dur agar tak sembarangan mengeluarkan pernyataan. Atau, suara dari forum langitan. Forum tempat berkumpulnya kiai NU yang jadi rujukan Gus Dur ini turut menegur.
Peringatan tersebut mungkin bisa dipahami dari keinginan menjaga Gus Dur agar tak terjerembab oleh ucapan-ucapannya sendiri. Paling tidak, seperti yang dikhawatirkan Hasnan Habib, pengamat politik dan militer, akan menurunkan popularitas Gus Dur sendiri. "Akan membuat masyarakat kurang mempercayainya. Karena, sering pernyataannya tak terbukti," ujar Hasnan. Wanti-wanti seperti itu pula yang dicetuskan Amien. Bila terus bersikap seperti itu, Gus Dur bisa menggerogoti legitimasi yang dimilikinya sendiri.
Dalam skala yang lebih besar, kegerahan politik yang diciptakan oleh berbagai pernyataan kontroversial Gus Dur bisa menjadi batu sandungan pada Sidang Umum MPR Agustus mendatang. Gelagatnya mulai tampak. Tengok saja reaksi yang ditunjukkan Fraksi Bulan Bintang. Atau, ucapan-ucapan Amien Rais belakangan ini yang menyiratkan Gus Dur bisa mendapat masalah di sidang umum, kalau terus berlaku seperti itu.
Meskipun, kemungkinan ke arah sana ditolak oleh Franz Magnis. "Tak cukup alasan untuk melakukan impeachment terhadap Gus Dur," kata Franz. Soalnya, betapapun kontroversialnya, pernyataan-pernyataan itu tak bisa dikategorikan sebagai pelanggaran terhadap UUD ’45 dan Tap MPR. "Saya kira, kalau itu dijadikan alasan untuk menggelar sidang istimewa, itu akan sangat menohok demokrasi," tutur Franz.
Namun, sekali lagi, bolehlah peribahasa lama itu direnungkan kembali. Kalau tak pandai menjaganya, mulut bisa menjadi harimau yang mencelakakan diri sendiri. Bukan begitu?
AHS
Laporan: Agus Satmoko Adi dan Rifwan Hendri