WAWANCARA KHAS / PANJI NO. 01 TH IV - 26 APRIL 2000

 

Ja’far Umar Thalib

Target Kami Menyingkirkan Gus Dur

Laskar Jihad tetap akan melaju ke Maluku, akhir April ini, di samping melakukan "kudeta konstitusional" terhadap Gus Dur dengan mendesakkan Sidang Istimewa pada Agustus mendatang.

Ja’far Umar Thalib tiba-tiba menyibak perhatian banyak orang. Pergerakan secara beruntun yang dia lakukan dalam beberapa pekan terakhir sungguh teramat berani. Pertama dia mengerahkan ribuan pasukan jubah bersenjata tajam dalam tablig akbar di Stadion Utama Senayan, Jakarta. Lalu, ia memimpin mereka berunjuk rasa sambil menghunuskan pedang di Gedung DPR/MPR, kemudian mendatangi Gus Dur dan menghardiknya dengan keras di Istana Negara. Terakhir ia memperlihatkan keseriusannya menggembleng pasukan perang untuk dikirim ke medan konflik di Maluku dalam satu latihan militer gabungan nasional (Latgabnas) di Desa Munjul, Bogor. Siapakah Ja’far yang mengagetkan itu? Apa obsesi dan bagaimana dia mulai mewujudkannya?

Senin lalu, Ustadz Ja’far, begitu dia dipanggil oleh para santrinya, bersedia menerima Panji untuk wawancara di rumahnya yang sederhana di kompleks Pesantren Ihyaus Sunnah, miliknya, di Jl. Kaliurang Km 15, Desa Degolan, Ngemplak, Sleman, Yogyakarta. Rumah Ja’far terletak persis di belakang masjid yang saat itu dipenuhi logistik anggota Laskar Jihad yang baru tiba dari berlatih di Bogor.

Pesantren Ihyaus Sunnah dibangun pada 1994 di atas tanah seluas 1.050 meter persegi berkat bantuan dari seorang dermawan dari Provinsi Qosim, Arab Saudi. Tanahnya merupakan wakaf dari penduduk setempat bernama Bambang. Ketika wawancara berlangsung, laki-laki 60-an tahun yang akrab disapa Pak Bambang ini sempat bertandang ke rumah Ja’far sembari menanyakan apakah Sang Panglima sudah bertemu dengan Pak Widodo (panglima TNI).

"Kalau belum nanti biar saya kontak secara pribadi. Kapan bisa menemui. Mau per telepon atau ketemu langsung," ujarnya yang dijawab Ja’far dengan keinginan untuk bertemu langsung. Menurut keterangan Ja’far Umar, Pak Bambang ini punya hubungan keluarga, misan (sepupu, Red.) dengan Panglima Widodo yang berasal dari Boyolali itu.

Wawancara dilakukan oleh Redaktur Khusus Panji Ana Nadhya Abrar yang juga ketua Jurusan Ilmu Komunikasi FISIP UGM, Yogyakarta. Ana yang alumnus York University, Kanada, baru saja meneliti tentang bias pemberitaan berbagai majalah berita tentang kerusuhan Ambon yang menurutnya juga turut memberi kontribusi pada munculnya semangat jihad di kalangan umat Islam. Berikut petikan wawancaranya.

Senjata sudah Anda serahkan kepada aparat dan Laskar Jihad kini kembali ke daerah. Masih ada rencana berangkat ke Maluku?

Ya. Sesuai rencana, 3.000 pasukan itu secara bertahap akan berangkat pada 29 dan 30 bulan ini.

Menurut Anda, apa kemungkinan sikap pemerintah kalau pasukan Anda tetap berangkat ke Maluku?

Pertama, skenario militer murni. Kami ditabrakkan dengan aparat. Mereka di-fait accompli supaya menghadapi kami secara represif dan dunia sepertinya memang menghendaki ini. Supaya orang-orang Kristen bisa menonton pertempuran tersebut di teve sambil minum kopi, tertawa-tawa.

Skenario kedua, kami ditabrakkan dengan umat Islam yang bisa dikeleni (dipancing, Red.). Banser Ansor di-keleni, "Ayo, bangkit... bangkit...."

Apa antisipasi Anda?

Melakukan lobi, termasuk kepada Banser. Laskar Jihad memiliki dua sayap. Pertama, sayap rekrutmen yang bertugas merekrut personel sebanyak-banyaknya, mengkonsolidasi kekuatan, dan membangun disiplin. Kedua, sayap lobi--untuk melobi aparat dan tokoh-tokoh masyarakat. Insya Allah dua skenario ini bisa kami patahkan dengan pertolongan Allah.

Proses lobi Anda sudah sampai di mana?

Alhamdulillah mulai menunjukkan hasil, seperti, Kapolda DIY setelah mendapatkan penjelasan dari saya, justru menitipkan kota Yogyakarta, jangan sampai ada apa-apa. Kami jaga itu sebab kami komitmen sekali dengan ketertiban rakyat Indonesia. Kami ini pengawal rakyat Indonesia.

Tentang Maluku, bagaimana Anda melihat persoalan ini?

Sebenarnya ini menyangkut bangunan NKRI. Kita tahu, yang mendirikan negara ini--yang berjuang melawan penjajah--adalah umat Islam. Nah, pada awal-awal kemerdekaan, orang-orang Kristen di Indonesia Timur mengancam memisahkan diri dari NKRI kalau tujuh kata pada Piagam Jakarta tidak dicabut, yaitu kalimat "Ketuhanan dengan melaksanakan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya." Mereka, dengan dukungan penjajah dan Barat, ingin mendirikan negara Kristen. Tapi karena kemungkinannya terlalu kecil, mereka lalu terpaksa bergabung dalam NKRI.

Tapi mereka tetap bekerja dengan program kristenisasi yang demikian gencar. Tujuannya tetap, mendirikan negara Kristen bila mungkin. Gerakan mereka didukung media asing yang suka memelintir pemberitaan. Termasuk mengadu domba umat Islam dengan aparat. Untuk melemahkan umat. Mereka terus melihat kemungkinan melakukan gerakan fisik untuk mencapai tujuannya tadi. Peristiwa Maluku adalah salah satunya.

Anda tidak melakukan antisipasi yang lebih bersifat kultural, misalnya dalam menghadapi media asing yang Anda katakan banyak bias itu?

Memang, idealnya umat Islam membangun media massa sendiri sehingga mampu menandingi media massa mereka. Tapi, yang lebih mengakar dan mendasar itu dakwah melalui halaqah (pengajian, Red.). Hasilnya lebih mengikat.

Coba, seandainya mayoritas anggota Laskar Jihad tidak berasal dari halaqah, apa yang terjadi ketika pihak Polri mengeluarkan kata-kata keras di Bogor kemarin itu? Bahwa kami harus meninggalkan Bogor dalam waktu 1 X 24 jam? Bisa-bisa dihadapi dengan kekerasan. Di-kileni sana sini, jebret! Jadi. Tapi Alhamdulillah, kami ini terbiasa di halaqah-halaqah, bisa saling mengendalikan diri.

***

Apa yang menjadi latar belakang pembentukan Laskar Jihad Ahlus Sunnah Wal Jamaah?

Kekecewaan-kekecewaan. Pertama, Gus Dur terlalu cuek dengan problem umat Islam. Kedua, sikap dia tentang PKI. Coba bayangkan, dalam posisi sebagai presiden dia minta maaf kepada PKI yang telah berkhianat kepada bangsa, telah membantai para ulama, termasuk kiai-kiai NU. Dia telah melupakan sejarah. Bahkan, belum cukup sampai di situ. Dia malah memperjuangkan pencabutan TAP MPRS tentang pelarangan PKI dan paham-paham sejenisnya. Ini kan sikap konfrontasi langsung terhadap umat Islam.

Jadi, tidak semata untuk menghadapi masalah Ambon?

Memang tidak. Tapi, kasus terbesar hasil sikap cuek-nya Gus Dur yang diilhami oleh falsafah biarin-isme itu memang kasus Maluku. Sehingga kasus inilah yang kami hadapi secara serius.

Konon, kalau tak bisa berangkat ke Maluku, pasukan Anda akan menjadikan tokoh-tokoh Nasrani di Jawa sebagai sasaran?

Bukan Nasrani yang kami perangi. Syariat Islam memberi kami prinsip untuk hidup berdampingan dengan mereka. Musuh kami adalah para pemberontak Nasrani yang mengangkat senjata melawan NKRI. Kalau mereka tidak dipukul, ini akan jadi preseden yang sangat berbahaya bagi wilayah lain.

Ini berarti Laskar Jihad memang punya target atau motif politik?

Kami meyakini NKRI didirikan di atas tiga pilar utama: umat Islam, TNI dan Polri, serta pemerintah yang berwibawa. Nah, karena dipimpin oleh pelawak yang tidak lucu, wibawa pemerintah saat ini sudah tak ada lagi. Kemudian, TNI dan Polri diobok-obok terus oleh dia dan umat Islam diteror terus habis-habisan. Ini berarti ketiga pilar utama tersebut sedang dihancurkan.

Karena itu, kalaupun ada, motif politik Laskar Jihad adalah menyingkirkan Gus Dur dan kami punya prinsip, kalau ini dinamakan kudeta, ini adalah kudeta konstitusional, yaitu melalui Sidang Istimewa. Sebab, kami sudah menasihati Poros Tengah dan Golkar bahwa mereka telah berbuat dosa besar terhadap rakyat Indonesia dengan memperjuangkan Gus Dur menjadi presiden. Mereka harus menebus semua itu dengan menurunkan dia pada Agustus nanti.

Kapan Laskar Jihad dibentuk dan siapa saja anggotanya?

Resminya pada saat resolusi jihad di Yogya, 30 Januari lalu. Tapi prosesnya dari berbagai daerah cukup lama. Karena ini merupakan gabungan dari berbagai halaqah di 18 provinsi. Yang tidak ada di Provinsi Irian, Maluku, Sulawesi Utara, dan sebagian Sumatera. Halaqah itu sendiri telah dimulai pada 1989.

Apa saja yang dibahas atau diajarkan dalam halaqah?

Akidah, fikih, dan materi lain untuk menjawab fenomena yang ada. Rujukannya karya-karya ulama salih, terutama yang pada zamannya mengalami situasi yang mirip sekarang ini. Misalnya Ibn Taimiah, Ibn Qayim Al-Jauziyah, dan Muhammad ibn Abdul Wahhab.

Siapa yang paling berpengaruh?

Ibn Taimiah dan Ibn Qayim.

Mengapa?

Karena pada zaman mereka terjadi sesuatu yang mirip dengan saat ini, yaitu gejala sinkretisme agama. Ketika itu tentara Tartar-Mongol yang sedang berkuasa. Sinkretisme di Indonesia berakar dari Sultan Agung. Pada Orde Baru, ini berupa slogan toleransi yang menyebut semua agama sama.

Bagaimana proses Anda terpilih menjadi panglima?

Pertengahan Maret lalu ada pertemuan para pimpinan halaqah di Kaliurang, Yogyakarta. Mereka memilih saya tanpa pembahasan yang alot karena keadaan sudah mendesak.

Dalam Laskar Jihad, apakah juga ada struktur komando?

Pada awalnya sendiri-sendiri, di daerah, tapi kemudian diadakan struktur komando. Ada brigade, batalion, kompi, peleton, dan regu. Satu batalion yang umumnya merupakan satu kota itu beranggotakan sekitar 600-700 orang.

Dilengkapi juga dengan bagian intelijen?

Ya, ada seksi intelijen. Mereka ini yang terjun di Maluku, Halmahera. Mereka bergabung dengan pengungsi, menerima keluhan mereka, dan setiap saat memberikan lapoan kepada kami.

Melihat Laskar Jihad, banyak yang teringat dengan kelompok Komando Jihad yang juga sempat membuat geger pada Orde Baru. Nah, mengenai kelompok garis keras yang satu ini, orang sering menghubungkannya dengan kerangka politik tertentu, misalnya sebagai proyek kalangan militer untuk mencari pembenaran untuk bertindak represif terhadap umat Islam. Bagaimana dengan Laskar Jihad?

Alhamdulillah, Laskar Jihad tidak seperti itu. Kami punya pembimbing, yaitu ulama. Sementara Komando Jihad atau bahkan NII merancang sendiri berbagai gerakannya dan merasa tidak perlu meminta pandangan ulama untuk memutuskan berbagai perkara. Laskar Jihad ini memandang darahnya kaum muslimin demikian mahal. Bahkan darahnya kaum muslimin lebih mulia dari Ka’bah dan lebih mulia dari Arafah. Demikian dikatakan Rasulullah s.a.w. Maka kalau darah kaum muslimin tertumpah hanya untuk kepentingan politik tertentu, atau demi tokoh tertentu, itu suatu kezaliman yang luar biasa. Kami tidak mau seperti itu, maka kami terus melangkah dengan bimbingan ilmu, tidak emosi.

Masalahnya, banyak yang menghubung-hubungkan kegiatan Laskar Jihad dengan kepentingan politik elite tertentu. Misalnya, tempat latihan di Bogor adalah milik Yayasan Al-Irsyad yang konon didanai Fuad Bawazier.

Sesungguhnya kami memakai tempat itu sama sekali tanpa meminta izin kepada Yayasan Al-Irsyad. Karena, tanah itu kan tanah sengketa yang sedang dikuasakan penyelesaiannya oleh yayasan kepada kakak kandung saya, Hilal Umar Thalib. Nah, yang punya ide menjadikan tanah itu sebagai tempat Latgabnas, ya dia.

Saya sempat tanya dia tentang masalah ini, tapi dia bilang, "Saya yang tanggung jawab. Tidak perlu izin ke Al-Irsyad. Laksanakan. Saya tanya lagi, bagaimana kalau Al-Irsyad mengganggu? Eh dia bilang "Kalau diganggu, ganti saja nama Hilal Thalib menjadi Gatot." Ha... ha... ha.... Jadi, kami tidak punya hubungan sama sekali dengan Al-Irsyad.

Di luar santer sekali terdengar Anda mendapat sumbangan dana dari Fuad Bawazier?

Sebagaimana lazimnya politikus, Fuad Bawazier itu super penakut. Sama sekali tidak terpikir oleh dia untuk memberikan bantuan yang penuh risiko seperti ini. Tidak seujung rambut pun.

Barangkali secara tertutup?

Terbuka maupun tertutup, dia nggak bakal mau. Terlalu riskan bagi karier politiknya. Yang membantu kami, alhamdulillah, sama sekali tidak punya ambisi politik. Banyak yang membantu kami, termasuk pengusaha, semua tidak punya akses politik sehingga berani membantu kami.

Dalam perjalanannya, Laskar Jihad terlihat beberapa kali melakukan konferensi pers. Ini menunjukkan Laskar Jihad berupaya bersikap terbuka. Padahal, di masyarakat ada semacam phobia terhadap gerakan yang berbau ekstrem karena ada stigma masa lalu dengan adanya Komando Jihad, NII, dan semacamnya.

Hal yang bersumber pada agama itu selalu dianggap ekstrem dan radikal. Tapi, satgas PDI-P yang preman-preman dan petantang-petenteng itu kok tidak apa-apa. Ketika pemilihan presiden, mereka turun ke jalan-jalan dan ketika Megawati kalah, mereka menghancurkan dan membakar kota Solo. Kok tidak dianggap apa-apa?

Kabarnya gerakan Anda mendapat hambatan dari teman-teman Anda sendiri. Karena apa?

Sejak awal gerakan ini dicoba digembosi. Bukan saat ini saja. Dulu, waktu kami membikin tablig akbar di berbagai tempat berkenaan dengan gejala politik yang tidak sehat, menjelang pemilihan presiden, kelompok penggembos itu sudah juga bekerja. Mereka berupaya mencari fatwa ulama untuk mengatakan bahwa acara kami tidak benar. Padahal kami membikin acara itu setelah keliling kepada para ulama, bagaimana menjawab berbagai fenomena itu. Sampai bahan pidatonya pun didapatkan dari para ulama.

Sesungguhnya mereka bukan dari kami. Dulu mereka memang pernah bersama kami, tapi kemudian berseberangan, sebagai kelompok sempalan. Yaitu Yazid Jawad dari Al-Irsyad. Itu buktinya bahwa Al-Irsyad tidak menghendaki kami menjalankan program-program ini. Mereka sebenarnya bukan ahlus sunah wal jamaah, tapi dikesankan sebagai ahlus sunnah wal jamaah, untuk menabrakkan kami dengan sesama muslim.

Anda pernah aktif di Al-Irsyad. Apakah akar gerakan Anda ini dari ormas itu?

Tidak. Sama sekali bukan dari sana. Orang-orang yang kami bina ini 99% tidak ada yang punya hubungan dengan Al-Irsyad. Jadi, betul-betul murni dari halaqah-halaqah tadi. Sedikit sekali, bisa dihitung dengan jari.

Soal nama Ahlus Sunnah Wal Jamaah, bukankah selama nama itu sudah menjadi semacam identitas NU? Apakah ini tidak menimbulkan problem dengan kalangan nahdhiyin?

Alhamdulillah selama ini tidak. Toh kami tetap berhubungan dengan para kiai NU.

Buktinya, pernyataan Ketua Umum PBNU Hasyim Muzadi cukup keras mengenai Laskar Jihad.

Sebetulnya Hasyim Muzadi tidak perlu tersinggung dengan pemakaian nama ahlus sunnah wal jamaah. Karena nama itu kan ndak ada hak patennya. Ha... ha... ha.... Jadi, kami tidak melanggar undang-undang hak paten. Tergantung titik pandang masing-masing.

Apa sebenarnya yang dimaksud ahlus sunnah wal jamaah itu menurut Anda?

Ahlus sunnah wal jamaah ialah kelompok yang mengikuti sunnah dengan cara jamaah. Yang dimaksud al-jamaah adalah para khulafaur rasyidin al mahdiyyin. Nah, Hasyim Muzadi mengeluarkan pernyataan begitu karena bagi dia ahlus sunnah wal jamaah itu ialah mereka yang berakidah asy’ariyah, bermazhab fikih Syafi’i, memakai suluk sufiyah.

Saya mengerti betul siapa Hasyim Muzadi karena dia juga orang Malang. Kami bertetangga. Maka saya tahu betul dia sejak masih kuliah di IAIN. Meskipun umur saya di bawah dia, secara pribadi kami sangat kenal. Jadi, begitulah, pengertian orang memang tidak bisa sama.

Bukankah pernyataan Hasyim Muzadi itu menunjukkan gerakan Anda telah membuat resah kalangan NU?

Itu kan pernyataan Hasyim Muzadi. Kalau sikap NU, ya yang melalui Muktamar NU atau sidang-sidang lain di bawah Muktamar.

Apa bisa Anda sebut kiai-kiai NU yang punya hubungan baik dengan Anda?

Dengan alasan menjaga agar tidak terjadi fitnah dengan Gus Dur, para kiai itu tidak menginginkan nama mereka disebut. Tapi mereka sangat mendukung misi kami. Lihat saja, Salahuddin Wahid, salah seorang ketua PBNU, mendukung adanya Laskar Jihad.

Bagaimana hubungan Laskar Jihad dan Forum Komunikasi Ahlus Sunnah Wal Jamaah (FKAWJ) yang jauh lebih dahulu terbentuk?

Laskar Jihad ini statusnya sebagai satgas FKAWJ. Sama dengan PDI-P yang juga punya satgas.

FKAWJ sendiri, apa tujuannya?

Tujuan FKAWJ adalah mengubah masyarakat muslimin Indonesia menjadi ahlus sunnah wal jamaah itu tadi. Soal kapan tercapainya, kami tidak bisa membikin perkiraan, tetapi setiap tahun kami membuat evaluasi. Alhamdulillah, semula demikian asingnya ahlus sunnah wal jamaah itu. Tapi sekarang sudah lebih tersosialisasi di kalangan yang jauh lebih luas.

Anggota Laskar Jihad, apakah mereka meninggalkan profesi kesehariannya?

Semula tidak. Yang mahasiswa ya tetap kuliah. Yang bekerja di kantor, ya tetap bekerja. Tapi karena mereka tidak mungkin mendapat izin cuti empat bulan, ya akhirnya sebagian besar dari mereka meninggalkan pekerjaannya.

Betulkah anggota Laskar Jihad mencapai 10.000 orang?

Ya, 10.000 orang itu tenaga kami yang inti. Cuma, dalam latihan kami bikin bertahap. Dalam latihan gabungan kemarin hanya 3.000 orang. Karena kami mempertimbangkan, dalam kemiliteran ada yang disebut pasukan cadangan. Makanya mereka kami pecah 3.000-3.000. Setiap empat bulan mereka diganti dengan pasukan berikutnya. Sunnahnya demikian.

Dari pengalaman Anda memimpin Laskar Jihad, apakah muncul dari mereka semacam orientasi kehidupan bernegara yang ideal? Seperti apa itu?

Masalah itu sebenarnya sudah muncul dalam pembahasan di halaqah-halaqah. Ibn Taimiah sudah berbicara mengenai ini dengan konsepnya yang disebut siasah syar’iyyah. Konsep ini menjelaskan bagaimana idealnya suatu negara menurut Islam. Kami jelas sudah mendapatkan materi ini dan inilah yang kami amalkan.

Misalnya?

Misalnya, tentang keharusan mengoreksi Gus Dur. Menurut kami, percuma teriak-teriak sampai putus leher di luar Istana. Sebab, Gus Dur tidak akan dengar. Protes seperti itu tidak akan punya arti. Maka kami langsung menemui dia dan kami katakan biar dia dengar sendiri. Nabi berkata, "Afdhalul jihad kalimatu haqqin ‘inda sulthanun jair. Artinya, jihad yang paling utama adalah mengatakan yang benar di hadapan penguasa yang zalim. Bukan di hadapan masyarakat. Sementara, Gus Dur ini sudah termasuk sulthanun jair kuadrat.

Kenapa lalu targetnya menjatuhkan Gus Dur, tidak sekadar mengoreksi?

Kami menghadapi suatu keharusan memilih. Menurut kaidah usul fiqh, apabila menghadapi dua pilihan yang sama-sama merusak, kita harus memilih salah satu yang paling ringan akibatnya. Nah, kalau kami diistilahkan mau kudeta, ya terserah saja. Kudeta konstitusional. Karena ini korbanya lebih ringan. Makanya kami akan terus menuntut wakil rakyat supaya mereka tidak takut.

Bagaimana Anda menjalin hubungan dengan mereka?

Beberapa waktu yang lalu kami datang ke Akbar Tandjung, juga Ahmad Sumargono. Kami sampaikan dosanya kalau terus-menerus mendukung Gus Dur. Kami juga berjanji kepada mereka, kalau mereka tetap takut, kami akan turun lagi menghadapi siapa pun. Biar kami yang di jalanan, mereka di ruang ber-AC untuk menyelesaikannya dan harus berani. Saya katakan, "Kalian tidak usah berpikir tentang kemungkinan-kemungkinan yang mengerikan. Cukup selesaikan saja.

Sampai saat ini, sejauh mana hasil usaha Anda?

Saya perhatikan, kemunculan kami ini telah berhasil mematahkan keyakinan banyak orang bahwa Gus Dur seng ada lawan. Ha... ha... ha... dan keyakinan banyak orang bahwa Gus Dur tidak bisa disentuh, kalau disentuh para pengikutnya yang sangat militan akan marah, sekarang sudah kami patahkan. Alhamdulillah kami bersyukur kepada Allah dengan keadaan ini. Sebab, kami yakin ini bukan semata dari kekuatan atau kepandaian kami, tapi betul-betul la haula wala quwwata illa billah. Sekarang kelompok lain jadi berani.

Jadi, selama ini Anda sebenarnya lebih banyak melakukan strategi perang psikologis daripada fisik?

Ya. Kan ada pomeo yang mengatakan, "persiapkan perang, nanti tidak terjadi perang". Artinya, pembantaian bisa terjadi kalau lawan menganggap kita tidak siap untuk perang. Tapi kalau mereka tahu kita siap perang, "Wah mereka siap perang. Gawat ini," akhirnya tidak terjadi perang. Jadi, perdamaian itu bisa diciptakan dengan mempersiapkan perang.

Apakah ini yang menjadi filosofi Anda?

Ndak. Itu hanya sebagai gambaran.

Kalau terjadi perang beneran, apakah Laskar Anda memang betul berani mati?

Ya, memang harus perang. Kalaupun tidak terjadi perang, ya itulah anugerah dari Allah. Kami memang tidak haus darah, kok. Kami bukan drakula. Kami bersiap perang dan kami mau berperang betulan. Kalau memang tidak terjadi, ya ndak apa-apa. Wong program utamanya dakwah. Dakwah harus dilindungi oleh persiapan perang tersebut. Kalau dakwahnya lemah, diinjak-injak, ya nggak bisa jalan.

Bagaimana pandangan Anda mengenai demokratisasi?

Prinsip-prinsip Islam sangat menentang demokratisme. Sebagai satu contoh, dalam demokrasi dinyatakan bahwa suara rakyat adalah suara Tuhan.

Abdul Rahman Ma’mun (Yogyakarta)