Kristenisasi: Upaya
ke arah kristenisasi kembali muncul
di Sumatera Barat. Kali ini
berkedok beasiswa untuk murid-murid SD dan SLTP. Masyarakat Pesisir Selatan pun
heboh.
Belum
tuntas penyelesaian kasus pengkristenan Khairiyah Enniswah alias Wawah, pelajar
MAN 2 Padang, kasus bergelagat serupa kembali terjadi. Kali ini, upaya ke arah
kristenisasi itu berkedok pada pemberian beasiswa, baik berupa uang maupun
alat-alat sekolah seperti tas. Anehnya, di dalam tas itu terdapat logo gereja.
Kegiatan ini terjadi di Painan, ibu kota Kabupaten Pesisir Selatan, yang
terletak di ujung selatan Provinsi Sumatera Barat. Masyarakat setempat pun
dibuat heboh bercampur resah.
Heboh
beasiswa “berbau” kristenisasi ini bermula dari tindakan Tpbl, 57, pensiunan
polisi berpangkat serma. Awal Oktober lalu, dia mendatangi sejumlah sekolah
untuk menawarkan bantuan beasiswa bagi pelajar yang pintar namun tak mampu.
Besar bantuan itu masing-masing untuk
SD Rp10.000, SLTP Rp15.000, dan SMU Rp20.000. Meski jumlah tersebut tak
terlalu besar, itu sangat berarti terutama bagi keluarga yang tak mampu.
Menurut sumber Panji di kantor Dikbud setempat, ada
enam sekolah yang pernah ditawari bantuan semacam itu oleh Tpbl. Namun dari
keenam sekolah itu hanya SLTP Negeri I dan SD Negeri 10 Painan yang menerima.
Untuk SLTP, bantuan diberikan kepada lima anak, sedangkan untuk SD 10 anak yang
masing-masing diberikan bantuan berupa tas dan uang Rp10.000. Yang aneh, pada
waktu yang ditentukan, bantuan yang datang ke SDN 10 itu ternyata tak sesuai dengan yang
dijanjikan. Misalnya tas yang dikirim hanya empat, sementara uangnya akan
menyusul belakangan.
Yang
lebih mengagetkan pihak SDN 10 adalah ini: pada bagian punggung tas berwarna
hijau-merah itu tertempel sebuah logo bersimbolkan Gereja Benhetten Padang.
Kontan saja guru yang melihat logo itu tersentak, dan tas itu pun, yang
diantarkan oleh seorang utusan Tpbl, urung diserahkan pada anak-anak. Sementara
di SLTP I Painan, Tpbl, juga lewat utusannya, hanya memberi uang sebesar
Rp75.000, yang kemudian oleh pihak sekolah diberikan langsung kepada anak-anak
penerima beasiswa.
Celakanya,
setelah uang itu sampai ke tangan mereka, kabar tentang tas berlogo gereja untuk
anak-anak SDN 10 itu sudah kepalang tersebar di masyarakat Painan, termasuk
lingkungan SLTP I. Langsung saja pihak sekolah geram dan berjanji akan
mengembalikan seluruh uang tersebut. “Kami merasa ditipu. Semula kami
mengganggap Tpbl benar-benar tulus. Tapi kemudian ketika masyarakat heboh dan
kejadian di SDN itu dipersoalkan, kami merasa dibohongi,” tutur Armaini, kepala
SLTP I Painan.
Sayang,
sampai sekarang Tpbl masih tutup mulut. Beberapa kali Panji menghubungi rumahnya, dia selalu
menolak ditemui. Hanya salah seorang putrinya, yang juga enggan menyebutkan
nama, yang mau menjawab. Menurut dia, kalau mau tanya soal kasus itu, bapaknya
tidak mau berkomentar. “Tanya saja ke Polres. Bapak kan mantan polisi, jadi tahu
ke mana mesti melapor. Bapak mau berbuat baik dibilang macam-macam. Lagi pula
tasnya cuma empat, kok beritanya
dibesar-besarkan,” ujarnya rada ketus.
Untuk
mengantisipasi kasus tersebut, pihak kepolisian sudah menyelidiki dan memanggil
Tpbl. Kapolres Pesisir Selatan Letkol Zakirwan Marza pernah juga mengundang
kepala-kepala sekolah yang pernah ditawari beasiswa serupa, dan dihadiri
pihak-pihak terkait seperti Depag, Depdikbud, dan Kejaksaan. Menurut Kapolres,
bila terbukti Tpbl memberikan beasiswa dengan maksud mempengaruhi anak-anak
sekolah ke arah kristenisasi, kapolres akan memintanya keluar dari Pesisir
Selatan.
Dalam
pertemuan itu, Kapolres juga membacakan surat pernyataan tertulis Tpbl, yang
antara lain menjelaskan bahwa ia memberikan beasiswa lantaran belas kasihan dan
berniat tulus membantu pelajar yang tidak mampu. Jika niatnya dinilai punya
maksud-maksud tertentu, ia merasa menyesal. Dan kini, kopian surat pernyataan
Tpbl itu banyak beredar di Kota
Painan.
Hingga
kini belum jelas benar bagaimana nasib Tpbl selanjutnya. Namun, pihak Kandepdikbud Pesisir
Selatan sudah mengundang kepala-kepala sekolah setempat untuk mengantisipasi
terjadinya kasus-kasus serupa. Kepada mereka, Kakandepdikbud Hasni Siat meminta
seluruh jajaran di instansinya dan pengurus sekolah untuk menyalakan lampu lebih
besar, sehingga dapat langsung melihat segala sinyal atau isyarat jika ada
maksud lain yang terkandung dari niat seseorang.
Memang,
kasus ini seharusnya membuka mata semua pihak agar lebih hati-hati.
Jangan-jangan, kasus serupa bisa muncul lagi dalam skup yang lebih besar,
seperti kasus Wawah yang hingga kini masih terus diproses di Pengadilan Negeri
Padang.
Nasrullah
Ali-Fauzi
Laporan:
NI (Padang)