Betawi
Cipayung
Melawan Pemurtadan
"Tidak akan rela kaum
Yahudi dan Nashara padamu, hingga kamu
mengikuti pada agama mereka" (QS.2:120) |
 |
Islam
agaknya tengah dimanfaatkan orang kafir dalam misi memurtadkan kaum Muslimin. Beragam
atribut keislaman dipakai guna memalingkan orang Islam dari ajaran Islam itu sendiri.
Berbagai brosur, buku, dan buletin Kristen yang sarat dengan potongan ayat-ayat kitab suci
Al-Quran diterbitkan, berbagai acara yang dibuat mirip dengan acara kaum Muslimin
digelar, bahkan kini telah ada perlombaan tilawatil Injil yang kalau mendengar kasetnya
maka amat mirip dengan alunan tilawah Al-Quran.
Semuanya itu ditempuh bukan tanpa tujuan
yang jelas. Ucapan Ketua Umum Badan Kerjasama Gereja-gereja se Jawa Barat, Evangelis
(Penginjil) J. Simon Timorason, BE dalam acara Gebyar Paskah Pasundan (1/5/99) di Istora
Senayan agaknya bisa membenarkan hal tersebut. Di hadapan lebih dari dua belas ribu
peserta Paskah, Pendeta Simon menegaskan, Orang Jawa Barat itu suku yang sangat
senang dengan budaya. Budayanya sangat kuat. Karena itu kita harus bisa masuk melalui
budaya Sunda.
Untuk mendukung pernyataannya,
seluruh panitia dalam acara tersebut memakai pakaian Sunda yang sesungguhnya
merupakan pakaian Muslim. Yang pria memakai baju koko putih dan berpeci, sedang yang
wanitanya berjilbab. Mereka meminjam pakaian itu dari warga Muslim yang tinggal di
sekitar lokasi Doulos, tutur Ati (nama samaran). Wanita Betawi separuh baya yang
sudah menetap di Cipayung sejak lahir ini juga mengungkapkan bahwa Yayasan Kristen Doulos
yang berlokasi di Jalan Tugu No.3 Rt.004/Rw.04 Kelurahan Cipayung Jakarta Timur ini sangat
aktif dalam mengkristenkan warga sekitarnya yang Muslim.
Neneng (nama samaran), penduduk asli
Cipayung yang pernah bekerja di Yayasan Doulos ini menuturkan, Ketika kerja di sana
saya sering dibujuk untuk ikut kebaktian di Gereja, saya juga dikasih Injil. Mereka
ngomong, kalau saya mau masuk Kristen, saya akan mendapat uang. Saya ceritakan ini pada
suami, dia marah besar. Dia bilang kalau saya masuk Kristen maka saya akan diceraikannya.
Ya akhirnya saya nggak mau. Saya kerja disana cuma dua minggu.
Kesaksian Wati (nama samaran) lain
lagi. Wanita Betawi asli Cipayung yang telah dikaruniai satu anak ini mengisahkan,
Anak saya yang umurnya baru delapan tahun sering diajak bermain dengan orang-orang
Doulos. Ia suka dikasih permen, mainan, dan uang. Bahkan seorang bapak pernah
menjanjikannya sepeda. Lama-kelamaan anak saya itu lengket dengan mereka. Tanpa
sepengetahuan saya, ia ternyata sering diajak ikut kebaktian di gereja Doulos. Akhirnya ia
diberi beberapa buah buku. Anak saya ya senang saja, buku Kristen itu dibagi-bagikan pada
teman-temannya...
Pengalaman Samrah (nama samaran) juga
sama. Wanita tua asli Cipayung ini menuturkan, Dulu saya pernah sakit. Mereka
(orang-orang Doulos) mau ngobatin saya. Mereka bilang, Kalau ibu mau diobatin maka
ibu harus dibaptis dulu, masuk Kristen. Saya kaget. Mereka juga bujuk saya sama uang
sepuluh juta. Tapi saya tetap nggak mau. Mereka bilang, Kalau kita-kita ini mati,
sudah ada yang menjamin. Tapi kalau ibu, belum ada. Mereka terus ngebujuk saya.
Warung saya juga mereka do'ain, katanya biar laris. Tapi kenyataannya nggak beda. Saya
tetap nggak mau ke Kristen.
Seorang pengamat dunia Islam yang
kebetulan juga tinggal di Cipayung pernah mengeluh bahwa anak-anak muda yang notabene
beragama Islam di daerah tempatnya tinggal kini sudah banyak yang terkena narkoba. Diduga
kuat, hal ini punya kaitan dengan misi pemurtadan yang terjadi di sana. Polanya,
setelah anak-anak muda itu rusak, maka mereka akan dibawa ke panti rehabilitasi yang
memang ada di Doulos itu. Sebelum diobati, anak-anak muda yang tengah menderita goncangan
itu akan dicuci otaknya dengan memasukkan paham-paham Kristen, lalu dibaptis. Murtadlah
mereka, ujar seorang Kristolog yang enggan disebut namanya.
Kejadian serupa ternyata pernah terjadi
di Lembang, Jawa Barat, juga berkaitan dengan Yayasan Kristen Doulos setempat yang
merupakan cabang dari Doulos Jakarta. Seperti yang dikutip Hikmah (Minggu III April 1999),
Drs. Toto Suryana mengungkapkan bahwa kehadiran STT (Sekolah Tinggi Teologi) Doulos di
Desa Langensari Lembang lima tahun lalu telah membuat warga sekitar yang seratus persen
Muslim resah.
Dari sekian banyak tipu muslihat mereka
memurtadkan orang Islam, terdapat satu hal yang paling meresahkan. Toto menuturkan,
Yang paling menarik lagi, mereka mencekoki para pemuda dengan memberikan pil dan
minuman-minuman supaya teler, tujuannya supaya para pemuda itu ditampung di panti
rehabilitasi milik mereka. Dalam keadaan goncang jiwanya, maka dimasukkzanlah paham-paham
mereka.
Akhirnya kesabaran warga Muslim di Desa
Langensari itu tidak bisa ditahan lagi. Mereka dengan bergelombang memprotes keberadaan
STT Doulos yang tidak memiliki surat izin dari instansi berwenang. Usaha warga Desa
Langensari akhirnya berbuah juga. Lewat Surat Keputusan (SK) No.421.4/643/HUK tertanggal 9
April 1999 yang ditandatangani Bupati Bandung H. U. Hatta Djatipermana, STT Doulos Lembang
dinyatakan ditutup dan dilarang keras beroperasi kembali.
Sama seperti STT Doulos Lembang yang
telah ditutup, yayasan Doulos di Jakarta yang merupakan pusat dari semua Yayasan Doulos
yang ada juga tidak memiliki surat izin yang sah dari instansi berwenang. Warga Betawi
sekitar Cipayung yang telah lama digoyang akidah keislamannya akhirnya tak kuat menahan
kesabarannya selama ini. Sebuah surat protes dan permohonan agar Yayasan Doulos Jakarta
ditutup tertanggal 27 September 1999 telah dilayangkan kepada Walikota Jakarta Timur.
Esoknya, sebuah surat berkop Pengurus
Besar Nahdlatul Ulama tertanggal 28 September 1999 tanpa disertai nomor dan ucapan
salam sebagaimana surat dari organisasi Islammenyanggah berita pengkristenan yang
dilakukan Yayasan Doulos. Yang lebih aneh, tandatangan Abdurrachman Wahid yang tertera di
bawah surat tersebut berbeda dengan tanda tangan Abdurrachman Wahid yang tertera di
sejumlah surat resmi sebelumnya.
Lepas dari itu semua, kesadaran warga
Betawi-Muslim daerah Cipayung khususnya dan umat Islam pada umumnya wajib ditingkatkan.
Pemurtadan bukanlah isapan jempol belaka. Kita jangan hanya jadi penonton, jadilah pemain!
n
Rizki Ridyasmara
Kasus
Wawah Sampai ke Inggris
Dua anggota parlemen Inggris mendikte
pemerintah RI soal kasus Wawah yang menggemparkan Minangkabau.
|
|
|
|
|
Kasus pemurtadan dan pemerkosaan
terhadap Khairiyah Eniswah alias Wawah (17) beberapa waktu lalu agaknya tidak hanya
menggemparkan Ranah Minang. Parlemen Inggris pun merasa perlu membuat surat keprihatinan
mengenai masalah itu. Namun beda dengan masyarakat Minangkabau kebanyakan yang begitu
simpati terhadap kejadian yang menimpa Wawah, dua anggota parlemen Inggris malah
bersimpati kepada orang-orang yang diduga kuat bersalah dan memperkosa Wawah. Mengapa bisa
demikian?
Adalah Roger Galo, MP, anggota
parlemen Inggris dari Partai Konservatif melayangkan surat keprihatinan tertanggal 21 Juli
1999 kepada Dubes RI London, Nana S. Sutresna. Dua hari kemudian, 23 Juli 1999, kembali
surat senada mampir di atas meja Dubes RI London. Kali ini datang dari Bill Etherington,
MP, anggota parlemen Inggris dari Partai Buruh.
Secara garis besar, kedua surat
tersebut menyatakan bahwa Salmon Ongirwalu, Penginjil Yanuardi Koto dan Robert Marthinus
harus dibebaskan dari tahanan karena proses peradilan dinilai tidak obyektif dan berada di
bawah tekanan masyarakat Minang yang mayoritas Islam dan pemberitaan suratkabar yang
dinilainya terlalu memblow-up kasus di atas hingga menyudutkan orang-orang Kristen di
Sumatera Barat.
Anggota Parlemen Inggris tersebut bahkan mendesak pemerintah Republik Indonesia agar
membebaskan ketiga orang di atas dan memberikan jaminan keamanan bagi mereka beserta
seluruh anggota keluarganya. Selain itu, terhadap media massa yang dinilainya
membesar-besarkan kasus itu, Roger Galo dan Bill Etherington meminta pemerintah RI agar
membredelnya.
Menanggapi kedua surat itu, Dubes
Nana S. Sutresna meminta sejumlah data dan bahan mengenai penahanan tiga orang terdakwa di
atas kepada Menlu lewat Dirjen Politik dan Dirjen Hubsosbudpen. Dalam surat bernomor
BB-363/LONDON/08 tertanggal 6 Agustus 1999, Dubes RI London menekankan, Kasus
seperti ini biasanya mendapat perhatian yang cukup luas, khususnya dari wilayah
konstituennya. Untuk itu KBRI akan menjelaskan kasus tersebut secara bijaksana.
Dari pihak kepolisian sendiri
terungkap bahwa ketiga orang tersebut di atas: Salmon Ongirwalu, Penginjil Yanuardi Koto,
dan Robert Marthinus secara bersama-sama diduga telah melakukan tindak pidana. Salmon
diduga telah melanggar pasal 285 KUHP (tindak pidana perkosaan), pasal 294 ayat 1 KUHP
(melakukan perbuatan cabul dengan anak yang belum dewasa), pasal 332 ayat (1) 1e KUHP
(melarikan perempuan yang belum dewasa tanpa izin dari orangtuanya). Sedang penginjil
Yanuardi Koto dan Robert Marthinus diduga telah melanggar pasal 332 ayat (1) 1e KUHP.
Pembelaan dua anggota parlemen
Inggris terhadap tiga orang yang diindikasikan kuat melakukan kejahatan begitu besar,
namun anehnya, sikap mereka terhadap Wawah tidak sebanding. Ini menunjukkan kemana mereka
berpihak. Intervensi asing terhadap kedaulatan wilayah hukum nasional kita bagaimanapun
tidak bisa dibenarkan. Apalagi jika itu bermuatan politis yang berkedok HAM atau alasan
kemanusiaan lainnya. Apakah ini merupakan kerjaan dari jaringan gereja internasional? Bisa
jadi.n
Rizki Ridyasmara
|