Habibie Penuhi Tuntutan Aceh:
Kodam IM Ditunda, SK KPU 173 Diperbaiki,
GAM Dilibatkan, Otonomi Khusus Oke
BANDA ACEH (Waspada, 31-08-1999): Presiden BJ Habibie memenuhi semua tuntutan yang diajukan oleh delegasi tujuh partai politik pemenang pemilihan umum Aceh. ''Ternyata seluruh permintaan dari bapak-bapak dari Aceh ini diterima, disetujui, dan di-Oke oleh Presiden Habibie. Ini sangat melegakan,'' ujar Ketua Umum DPP Partai Amanat Nasional Dr. Amien Rais, seusai mendampingi delegasi Senin (30/8) di Patra Kuningan, Jakarta.
Ada empat permintaan delegasi kepada Presiden, yakni menunda peresmian Kodam I/Iskandarmuda; merevisi SK KPU No. 173 tentang pembagian kursi DPRD Tk I Aceh, DPRD Tk II Aceh Utara dan Pidie dimana partai-partai "gurem" diberi kursi gratis oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU). Kemudian soal isu penghunjukan caretaker Gubernur Aceh dan penyelesaian masalah Aceh serta penataannya menuju masa depan yang lebih baik.
Salah seorang anggota delegasi, Abdullah Saleh, SH mengatakan, Presiden Habibie selaku Panglima Tertinggi TNI setuju untuk menunda rencana peresmian Kodam I/Iskandar Muda yang seyogyanya akan dilaksanakan Rabu (1/9) besok. Sedangkan perlu tidaknya pendirian Kodam tersebut akan dikonsultasikan kembali oleh DPRD hasil Pemilu 1999 mendatang.
Dalam pertemuan berlangsung satu jam [09:30 s/d 10:30] di kediaman presiden itu, Habibie menegaskan, keputusan yang telah dikeluarkan tentang peresmian Kodam akan di pull [ditarik] kembali.
"Pak Habibie akan menggunakan wewenangnya sebagai Pangti ABRI," kata Abdullah Saleh, SH, kepada Waspada via SLJJ Senin malam.
Dalam pertemuan tersebut, Presiden Habibie didampingi Dr Amien Rais, Prof Dawam Raharjo dan dua tokoh Aceh di Jakarta, Dr. Hasballah M Saad dan Dr Amin Azis. Sedangkan delegasi tujuh Parpol masing-masing Abdullah Saleh, SH dan Drs Munir Azis dari Partai Persatuan Pembangunan; Dr. A Farhan Hamid, MS, Ir T Syaiful Ahmad BMUe dan Ir Abdoeh Hamid dari PAN; Ir. Taufik MS, SU dan Drs Azhar Basyar dari partai Golkar; T Bahrum Manyak dari PDI-Perjuangan dan Bustami Usman dari DPD Partai Bulan Bintang Aceh.
Sikap Presiden Habibie menunda peresmian Kodam di Aceh setelah mendengar laporan DR. A. Farhan Hamid, MS sebagai juru bicara delegasi. Menurut Ahmad Farhan Hamid, berdasarkan kajian sosial-politik yang dilakukan oleh ketujuh parpol disimpulkan bahwa masyarakat Aceh belum memerlukan pembentukan Kodam. Untuk itu, ia mengatakan semestinya rencana ini dikonsultasikan dengan ''unsur-unsur yang dominan di tengah masyarakat'', kata Farhan yang juga Sekretaris DPW PAN Aceh.
Selain masalah Kodam, Farhan Hamid menjelaskan tiga hal pokok lainnya yang dianggap paling urgen yaitu soal SK KPU Nomor 173 tentang pembagian kursi di DPRD-I Aceh, DPRD-II Pidie dan Aceh Utara. Kemudian soal isu caretaker Gubernur Aceh dan tentang penyelesaian kasus Aceh serta penataannya menuju masa depan yang jauh lebih baik.
Soal SK KPU, kata Abdullah Saleh, Presiden minta segera diperbaiki. Sebab, SK tersebut menyimpang dari UU dan demokrasi karena sekitar 24 partai "gurem" memperoleh masing-masing satu kursi padahal peroleh suara mereka tidak memungkinkan untuk mendapatkan kursi.
"Jika tidak diperbaiki, Presiden akan mengeluarkan Kepres untuk memperbaiki keputusan tersebut dan menetapkan sesuai peraturan perundang undangan yang berlaku," janji Habibie seperti dikutip Abdullah Saleh, kepada Waspada.
Sedangkan masalah caretaker Gubernur Aceh yang belakangan ini santer dibicarakan berbagai kalangan di Aceh, delegasi menilai hal itu belum perlu karena masa jabatan Gubernur Syamsuddin Mahmud baru akan berakhir tahun 2003. Presiden menyatakan, pihaknya tidak pernah punya rencana untuk menunjuk seorang caretaker menggantikan posisi Syamsuddin Mahmud.
Tetapi, menurut Habibie, proses pergantian pucuk pimpinan tertinggi di Aceh, itu akan dipilih langsung oleh DPRD Aceh hasil Pemilu 7 Juni 1999 lalu. . ''Jika memang diperlukan caretaker, DPRD bisa memprosesnya,'' kata Farhan menirukan Presiden.
Farhan mengakui kemungkinan adanya ketidakpuasan atas kinerja Gubernur Syamsudin. Namun, ketidakpuasan yang dinilai manusiawi itu seharusnya tidak diikuti dengan adanya proses penggantian melalui mekanisme caretaker. ''Itu kan menimbulkan kecurigaan. Ada apa ini? Mekanisme apa lagi yang akan dimainkan di Aceh? Jadi hal-hal seperti ini seharusnya dihindari oleh semua pihak,'' tegas Farhan.
GAM Dilibatkan
Menyangkut penyelesaian kasus Aceh, Presiden Habibie sangat mendukung masukan dari tim tujuh parpol Aceh, melalui dialog dengan melibatkan segenap komponen masyarakat Aceh, termasuk dengan pihak Gerakan Aceh Merdeka (GAM) sekalipun. "Sepanjang itu dapat menyelesaikan persoalan Aceh, tidak ada masalah bahwa GAM turut dilibatkan," kata Presiden.
Namun Presiden mengingatkan bahwa dalam penyelesaian masalah Aceh tidak akan dilakukan referendum. Menurut Amien Rais, Presiden Habibie bersikukuh akan mengupayakan untuk tidak ada referendum, baik 10 atau 20 tahun mendatang. ''Karena kalau ada bayang-bayang referendum itu, nanti rasa kerukunan bangsa, persatuan, dan kesatuan bangsa bisa rusak. Itu yang saya tangkap,'' ujarnya.
Ketika merinci keterangan Amien Rais itu, kemudian Ahmad Farhan yang lebih suka disebut sebagai juru bicara pertemuan itu daripada sebagai Sekretaris DPW-PAN Aceh _ menyebutkan, Kepala Negara sepakat jika Aceh mendapat status otonomi khusus untuk melaksanakan pemerintahan daerah di sana. "Presiden mengatakan status otonomi khusus bagi Aceh merupakan hal yang sangat wajar," katanya.
Otonomi yang dikehendaki, kata Farhan, disebutnya agak menyimpang dari UU No 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah maupun UU N0 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah.
Usulan pimpinan partai politik, ternyata tak beda jauh dengan pandangan para ilmuwan Aceh sendiri. Dalam sebuah seminar mengenai otonomi Aceh, di Banda Aceh, kemarin, terungkap bahwa 'Serambi Mekah' memerlukan otonomi khusus, bukan sekadar otonomi sebagaimana diatur UU No 22 Tahun 1999 atau UU No 25/1999. Kalangan pengamat menyatakan selain dua UU itu perlu ada UU Khusus yang mengatur keistimewaan Aceh.
Kalangan DPR sendiri, saat ini, tengah mengajukan RUU Inisiatif tentang Daerah Istimewa Aceh. Berkait dengan otonomi tadi, Pemda Aceh juga membentuk dua kelompok kerja untuk mengantisipasi percepatan pelaksanaan UU No 22/1999 maupun UU No 25/1999.
Gubernur Syamsuddin Mahmud mengungkapkan khusus untuk Aceh, pelaksanaan dua UU itu dipercepat. UU ini, menurut rencana, akan diberlakukan mulai tahun 2001 mendatang. Di sisi lain, UU tentang Keistimewaan Aceh saat ini sudah dibahas di DPR.
Sebar Undangan
Menyangkut rencana peresmian Kodam I/Iskandar Muda sendiri, pihak panitia pelaksana, Senin kemarin sudah menyebarkan undangan kepada para tokoh masyarakat sipil, militer dan kalangan berkompeten lainnya, termasuk juga Waspada.
Sejatinya, peresmian itu akan dilangsungkan di lapangan Neusu Banda Aceh, besok pagi. Dan tampak kesibukan dari pihak panitia untuk menata dan mempersiapkan segala sesuatunya untuk kelancaran dan kesuksesan jalannya upacara peresmian Kodam tersebut.
Berkaitan dengan rencana peresmian Kodam Iskandar Muda, ratusan mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi di Aceh kemarin melakukan protes dengan menduduki gedung DPRD Aceh, Jl. Daud Beureueh Banda Aceh.
Selain itu, mahasiswa telah merencanakan akan menggelar Rapat Akbar mahasiswa dan Rakyat Aceh tanggal 2 September di tugu Darussalam Banda Aceh. Selebaran untuk itu sudah disebar secara luas dan dipanitiai secara bersama oleh seluruh PTN dan PTS se Aceh.
Protes pembentukan Kodam, jauh sebelumnya juga sudah menggelinding secara keras dan tidak hanya oleh mahasiswa, tapi oleh hampir segenap komponen masyarakat yang ada di daerah itu. Namun, protes yang gencar dilakukan, agaknya kurang mendapat tanggapan. Buktinya, besok Kodam akan diresmikan, sebelum ada sikap tegas dari presiden.
Hasil pertemuan delegasi Aceh dengan Presiden BJ Habibie tersebut, sejak Senin siang, menjadi pembicaraan sentral di Aceh. Umumnya, masyarakat menilai, sikap Habibie dipandang cukup kompromis dan aspiratif. SoalAkbar mahasiswa dan Rakyat Aceh tanggal 2 September di tugu Darussalam Banda Aceh. Selebaran untuk itu sudah disebar secara luas dan dipanitiai secara bersama oleh seluruh PTN dan PTS se Aceh.
Protes pembentukan Kodam, jauh sebelumnya juga sudah menggelinding secara keras dan tidak hanya oleh mahasiswa, tapi oleh hampir segenap komponen masyarakat yang ada di daerah itu. Namun, protes yang gencar dilakukan, agaknya kurang mendapat tanggapan. Buktinya, besok Kodam akan diresmikan, sebelum ada sikap tegas dari presiden, sejumlah permasalahan yang dilaporkan ke presiden memang sangat krusial dan mendasar bagi masa depan rakyat Aceh dalam percaturan politik daerah dan nasional. (b06/hm/ant/IMN-Rep)
|