BERITA UTAMA WASPADA
RABU, 20 OKTOBER 1999
Perlu Waktu Untuk Pemulihan Ambon:
20 Tahun
Untuk Fisik, 4 Abad Untuk Mental
MAKASSAR (Waspada): Pangdam VII/Wirabuana Mayjen Suaidi Marasabessy yang pernah terlibat dalam penanganan penghentian pertikaian di Ambon, menyimpulkan kerusuhan kedua yang terjadi di Ambon sejak 24 Juli 1999 hingga saat ini berdampak lebih berat dibanding pada kerusuhan pertama, Mei 1999.
Untuk mengembalikan Ambon pada keadaan semula, Suaidi memperkirakan dibutuhkan waktu sekitar 20 tahun untuk pemulihan secara fisik dan empat abad untuk pemulihan secara mental.
Kesimpulan itu, menurut Suaidi yang pernah memimpin Tim Khusus ABRI pada kerusuhan Ambon yang pertama dan memimpin Tim 3 pada kerusuhan kedua, didasarkan pada lima indikasi.
Kepada pers di Makassar, Selasa (19/10), Suaidi merinci, (kesatu) korban jiwa yang berhasil didata, lebih besar pada kerusuhan kedua, yakni 246 orang (belum termasuk korban kerusuhan yang terjadi di luar Kodya Ambon). Sedang dalam kerusuhan pertama (hingga 15 Mei 1999) di Kodya Ambon dan Maluku Tengah terdapat 212 korban jiwa.
Kedua, tidak ada lagi permukiman minoritas yang bertahan, sedang setelah kerusuhan pertama selesai, masih ada permukiman minoritas di lingkungan mayoritas yang tetap aman.
"Artinya pada kerusuhan pertama itu masih ada toleransi dari kelompok mayoritas untuk melindungi kelompok minoritas di lingkungan mereka," kata Suaidi.
Ketiga, lingkungan pertokoan yang masih aman pada kerusuhan pertama, sekarang telah menjadi sasaran amukan massa. Keempat, masyarakat yang terlibat di kedua pihak semakin militan, walau dalam kerusuhan kedua terbangun kesadaran masyarakat yang sangat kuat, terutama dari kalangan mayoritas, untuk segera menyelesaikan persoalan.
"Yang masih tersisa sekarang adalah kelompok-kelompok kecil yang masih tetap bermain dalam aksi-aksi kerusuhan," ucapnya.
Standar militer
Indikasi kelima, menurut Suaidi, terlihat dari senjata yang digunakan yang di samping menggunakan senjata tradisional seperti parang, tombak, panah, atau bom rakitan, juga menggunakan senjata rakitan dengan peluru standar militer.
"Bahkan berdasarkan pengamatan di lapangan ada senjata standar militer yang digunakan. Namun belum dapat diidentifikasi senjata tersebut berasal dari mana. Tetapi jika dihubungkan dengan informasi adanya senjata selundupan yang masuk ke Ambon, kemungkinan senjata itu adalah senjata selundupan," kata Suaidi.
Ditanya mengenai siapa sesungguhnya dalang kerusuhan Ambon, Suaidi menyatakan masih sulit diklarifikasi. Ia menyebutkan, dari 97 orang yang ditahan dan diproses secara hukum, baru dua orang yang telah disidangkan. "Selebihnya, 95 orang masih diperiksa secara saksama keterlibatannya untuk mengungkap siapa sebenarnya dalang di balik kerusuhan itu," ujarnya.
Untuk mengatasi kerusuhan yang makin parah itu, perlu penyadaran bagi masyarakat di sana bahwa pada akhirnya tidak ada satu pun yang diuntungkan oleh konflik berkepanjangan itu. "Proses penyadaran dengan membangun dialog sedang dilakukan. Kalau konflik terus berkepanjangan, perlu dilakukan relokasi terhadap kedua pihak yang bertikai," tandas Suaidi. (ant)
----------end----------