PALU -- Empat orang relawan tim medis dari MER-C (Medical
Emergency Resque Committee) mulai masuk kota Poso, tempat pertikaian
antara umat Islam dan Nashara sejak Kamis pekan lalu (25/5).
''Mereka diperkirakan mulai masuk kota Poso malam ini (Sabtu 3/6)
karena harus singgah terlebih dulu di Parigi (90 km dari Palu --Red),''
ungkap Ketua MUI Sulawesi Tengah KH Saggaf Al-Jufrie MA kepada
Republika, kemarin.
Tim medis dari MER-C tersebut tiba di Palu, Ibukota Sulteng, Jumat
(2/6) malam. Sebelum berangkat mereka terlebih dulu berkonsultasi dengan
ketua MUI Sulteng yang juga ketua utama Al-Khairaat -- sebuah lembaga
Islam tertua dan terbesar di Indonesia Timur. Ketika akan meninggalkan
Palu, mereka berdoa bersama yang dipimpin KH Saggaf Al-Jufrie, ulama
kharismatis di Indonesia Timur.
Pimpinan MER-C dr Azis menyebutkan keberangkatan tim mereka ke Poso
karena panggilan profesi. ''Bila ada hal-hal yang berkaitan dengan
kemanusiaan, kita langsung meresponnya tanpa melihat latar belakang
suku, agama, ras, maupun golongan. Pokoknya kita peduli terhadap
masalah-masalah kemanusiaan,'' ujar Azis yang menyebutkan timnya terdiri
dari satu medis, satu para medis dan dua penunjang medis.
Perlengkapan yang dibawa guna menanggulangi korban Poso itu, sambung
Azis, ada dua macam yakni perlengkapan bedah dan nonbedah serta
perlengkapan peningkatan gizi. Mereka sendiri akan berada di Poso selama
satu bulan. ''Tergantung kondisi di lapangan,'' papar Suseno tim medis
lainnya.
Sementara itu, Mimin (24), satu-satunya tim medis perempuan yang
masuk ke Poso, mengaku sangat berbahagia dapat membantu
saudara-saudaranya yang terkena musibah karena akibat pertikaian
bersifat SARA.
Ketika ditanyakan apakah dirinya tidak takut masuk ke wilayah yang
sedang dilanda kerusuhan, dengan enteng wanita asal Surabaya, Jawa
Timur, ini mengatakan, ''Biasa saja. Saya malah senang dan bangga bisa
diterjunkan ke Poso,'' tutur Mimin ceria. Mesti ini untuk kali pertama
ia terjun ke daerah pertikaian, namun ia siap untuk membantu
saudara-saudaranya. ''Ini merupakan panggilan jiwa,'' ujar Mimin yang
mengaku baru bergabung dengan MER-C bulan Maret lalu.
Selain bantuan tim medis dan obat-obatan yang sudah mulai masuk ke
Palu, kemarin juga datang bantuan tiga ton beras, 200 karton mie instan,
100 kardus air mineral dan ikan asin sebanyak 4 ton dari Komite
Penanggulangan Krisis Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia (KOMPAK-DDII).
''Mudah-mudahan ke depan masih akan ada bantuan lagi,'' tutur Agus
Dwikarna, ketua KOMPAK Sulsel.
Agus berharap agar apa yang terjadi sesungguhnya di Poso tak perlu
ditutup-tutupi. ''Saya sendiri melihat ada enam orang yang terluka
akibat kerusuhan Poso di RS Palu. Empat di antaranya luka tembak. Jelas,
luka tembak,'' papar Agus menambahkan.
Mengenai korban, informasi terakhir yang didapat, lebih dari 20 mayat
mengapung di sungai Poso. Mayat yang terdiri dari laki-laki, perempuan
dan anak-anak itu dalam kondisi tangannya terikat. ''Diperkirakan,
mayat-mayat tersebut adalah sebagian dari umat Islam yang disandera para
agresor,'' tandas Kiai Saggaf.
Ia mengaku Sabtu pagi ditelepon salah seorang pengurus Al-Khairaat
Poso, Nurdin Thaher. ''Dari 20 mayat tersebut, hanya enam orang yang
masih utuh sehingga bisa dishalatkan dan dimakamkan. Selebihnya, tubuh
dan wajah mereka sudah rusak,'' tutur Kiai Saggaf.
Sayangnya, begitu para wartawan yang sehari-hari meliput di
Departemen Agama ingin mengkonfirmasikan kondisi di Palu kepada Menteri
Agama Tolchah Hasan yang Sabtu pagi (3/6) mengunjungi kampus
Al-Khairaat, dengan sikap yang agak kurang bersahabat menolak memberikan
keterangan. ''Sorry, saya sudah ditunggu orang,'' tandas Menag
sambil memasuki kendaraannya.
Tentu saja, sikap Menag tersebut mengecewakan para wartawan yang
tengah berada di Palu guna meliput pelaksanaan MTQ. ''Mestinya Pak
Menteri tidak boleh bersikap seperti itu. Apa salahnya sih kalau
dia menjelaskan sekitar dua hingga lima menit,'' ujar seorang wartawan
yang tak kuasa menyembunyikan kekecewaannya. ''Pak Menteri kan
bisa mengimbau melalui pers agar pertikaian dapat dihentikan,'' ujar
wartawan lainnya.
Sementara masyarakat, pemuda, dan mahasiswa Kristen Kabupaten Poso di
Makassar, Sabtu, melalui juru bicaranya Brani Limbong menyampaikan sikap
agar kerusuhan yang bernuansa SARA di daerah itu segera dihentikan.
Kerusuhan itu nantinya akan mengarah kepada perpecahan persatuan dan
kesatuan bangsa yang selama ini telah terjalin dengan baik.
Pernyataan sikap terdiri dari lima poin itu antara lain mengimbau
kepada pihak pers agar dalam pemberitaannya mengedepankan berita yang
benar-benar proporsional dan tetap berpegang pada kode etik jurnalistik
sehingga tidak memperuncing kondisi yang ada.
Dalam pernyataan sikap itu juga disebutkan penyesalan atas terjadinya
insiden aksi kerusuhan massa yang telah menimbulkan korban jiwa,
rusaknya fasilitas sarana ibadah, fasilitas umum termasuk rumah
penduduk.
Selain itu warga Poso yang berada di Makassar mengimbau kepada
masyarakat di Poso menghindari tindakan yang dapat merusak tatanan
kehidupan masyarakat daerah setempat khususnya bangsa Indonesia. Mereka
pun mendesak kepada para tokoh-tokoh masyarakat maupun agama di daerah
itu agar segera mengambil tindakan nyata dalam meredam emosional
masyarakat yang sedang dalam pertikaian. dam/ant