TERNATE -- Partai-partai politik di Provinsi Maluku Utara
mendukung sepenuhnya tuntutan masyarakat untuk memberhentikan Sultan
Ternate Drs Madaffar Syah selaku ketua dan anggota DPRD Kabupaten Maluku
Utara.
''Sebanyak 20 dari 22 Parpol di Maluku Utara telah mengajukan
pernyataan sikap melalui DPRD agar Madaffar Syah diberhentikan dari
jabatannya sebagai ketua dan anggota dewan,'' kata wakil ketua dewan
Abdulrahim Fabanyo BSc, di Ternate, kemarin.
Pernyataan sikap itu juga disampaikan Abdulrahim ketika menerima
ribuan warga Kelurahan Kampung Pisang, Tanah Tinggi, dan Maliaro
Kotamadya Ternate, yang melakukan aksi demo di Gedung DPRD di Ternate,
Kamis lalu.
Menurut Fabanyo, dewan memutuskan Drs Mudaffar Syah telah dipecat dan
diturunkan dari jabatan ketua DPRD Maluku Utara. Keputusan tersebut
melalui rapat pimpinan dewan dengan ketua-ketua fraksi pada 25 Januari
lalu di Ternate.
''Langkah yang ditempuh DPRD itu, sesuai gencarnya tuntutan
masyarakat, terutama ribuan korban pembakaran rumah dan bangunan di
ketiga tempat kerusuhan tersebut. Di samping tenggang waktu yang
diberikan dewan selama seminggu tidak diindahkan Sultan Ternate,''
katanya.
Mekanismenya, kata dia, semua keputusan itu harus melalui rapat
paripurna. Maka, pada Kamis (3/2), rapat paripurna dewan yang dipimpin
Wakil Ketua Drs Salim A Chalik telah mengesahkan keputusan pemberhentian
Mudaffar Syah dari jabatannya selaku ketua DPRD.
''Kalau saudara-saudara melihat dari luar halaman gedung, ada dialog
antarfraksi dalam ruang sidang paripurna. Itu bukan berarti karena
anggota dewan tidak setuju,'' kata Abdulrahim. ''Tetapi di antara
anggota mengusulkan agar konsideran keputusan tersebut perlu dilengkapi
dan ditambahkan, maka timbullah dialog antara pimpinan dengan anggota
DPRD.''
Menurut ketua Partai Amanat Nasional (PAN) Maluku Utara itu, pada
prinsipnya semua anggota DPRD yang hadir pada rapat paripurna menyatakan
setuju untuk memberhentikan Mudaffar Syah. Kalaupun ada dialog anggota
dewan yang menegangkan, itu hanya karena persoalan bahasa dalam
konsideran keputusan itu dan bukan persoalan tidak setuju dan setuju.
Status Sultan sebagai anggota DPRD, menurutnya, diatur dalam UU
tentang Susunan Kedudukan MPR/DPR dan DPRD, kemudian UU tentang
pemerintahan daerah. ''Jadi kita (dewan) tidak seenaknya memberhentikan
begitu saja, karena ada prosedurnya, dan ini yang harus ditempuh,''
tambahnya.
Menurut Abdulrahim, warga korban kekerasan masyarakat adat di
Kesultanan Ternate sejak 19 Januari lalu sudah tidak lagi mengakui
Sultan Mudaffar Syah sebagai ketua DPRD dan ketua Partai Golkar di
Maluku Utara.
Tindakan dewan/masyarakat adat, Generasi Muda Sultan Babullah
(Gemusba), kroni-kroni Sultan, dan balah (tentara --Red) bekas
Kerajaan Kesultanan Ternate mengakibatkan puluhan rumah penduduk dibakar
dan 18 orang warga tewas.
Darurat militer
Sementara itu, ratusan mahasiswa Universitas Pendidikan Indonesia
(UPI) -- dulu bernama IKIP -- Bandung, kemarin, menggelar aksi
keprihatinan kasus Maluku yang tak pernah kunjung usai. Mereka yang
tergabung dalam Front Mahasiswa Islam Menuntut (FMIM) melakukan aksi
turun ke jalan dan berjalan kaki dari kampus UPI menuju Gedung DPRD I
Jabar, Jumat.
Dalam aksi tersebut mereka menuntut agar pemerintah memberlakukan
darurat militer di Maluku untuk dua bulan ke depan. Ini, menurut mereka,
perlu dilakukan karena aksi pembantaian terhadap umat Islam masih terus
berlangsung. ''Langkah itu diperlukan karena kondisi di lapangan sudah
sangat memprihatinkan,'' kata Fachruz Zaman Fadli, juru bicara FMIM.
Umat Islam, kata Fadli, terus-menerus dibantai oleh kelompok merah
(massa Kristen). Karena itu, perlu ketegasan pemerintah, dalam hal ini
TNI, untuk melakukan langkah-langkah nyata dalam menyelesaikan kasus
tersebut. ''Kita menyesalkan sikap lamban pemerintah dan aparat keamanan
serta menuntut pemerintah untuk menyelesaikan pembantaian Muslim Maluku
secara sungguh-sungguh, dengan cara memberlakukan keadaan darurat
militer di Maluku untuk dua bulan ke depan,'' tandasnya.
Selain itu, mereka juga menuntut Wakil Presiden Megawati
Soekarnoputri untuk mundur dari jabatannya jika dalam waktu yang telah
ditentukan tak mampu menyelesaikan konflik Maluku. Sebab, Megawati
adalah pejabat yang diberi tugas khusus menyelesaikan kasus Maluku itu.
Karena itu, kata Fadli, tugas yang diberikan pemerintah kepadanya harus
dilaksanakan sebaik-baiknya.
''Megawati harusnya melakukan tindakan nyata dalam penyelesaian
konflik Maluku. Jangan hanya diam atau berkunjung ke daerah lain. Maluku
yang harus mendapat perhatian serius, bukan daerah lain yang justru aman
dan tertib,'' tutur Fadli yang juga staf Ketua Bidang Perguruan Tinggi
Kemahasiswaan dan Kepemudaan HMI Badko Jawa Barat.
Dalam aksi unjuk rasa itu, para mahasiswa mengusung keranda berisikan
bungkusan kain putih mirip sebuah mayat dibalut kain kafan. Mereka juga
membawa foto-foto umat Islam yang menjadi korban pembantaian kelompok
merah. Foto-foto yang berada dalam bingkai itu menunjukkan sejumlah
korban yang tewas secara mengenaskan. n jok/ant