JAKARTA -- Polemik di sekitar bantuan dana dari Sultan Brunei
kepada Presiden Abdurrahman Wahid terus bergulir. Di antaranya, apakah
bantuan itu akan diberikan kepada Abdurrahman seandainya dia bukan
presiden? Lalu, kenapa penyalurannya terkesan tertutup, hanya melalui
Yayasan Ahli Sunnah wal Jamaah (Aswaja) yang ada keterkaitan dengan
Abdurrahman?
Sejumlah persoalan menyangkut bantuan dari Sultan Brunei tersebut
kemarin mendapat tanggapan dari berbagai pihak. Ketua DPR Akbar Tanjung
berjanji akan mempertanyakan masalah sumbangan sebesar dua juta dolar AS
itu kepada Presiden dalam rapat konsultasi mendatang antara dewan dan
eksekutif.
Ia mengatakan perlu mempersoalkan dana bantuan itu karena ternyata
sumbangan ini tidak melalui jalur formal atau Pemda Aceh, tetapi melalui
Yayasan Aswaja yang ada kaitannya dengan Abdurrahman Wahid. Yayasan
Aswaja diketuai oleh Afdal Yasin, yang kini juga Ketua Pengurus Wilayah
PKB Aceh dan anggota DPRD Aceh.
''Karena itu, hal ini perlu diperjelas, misalnya, sudah berapa dana
yang telah disalurkan dan kepada pihak mana saja dana itu sampai. Ini
perlu dikonsultasikan dengan Presiden karena bisa menyangkut opini
publik yang tidak baik,'' ujar Akbar di Gedung DPR/MPR kemarin.
Selain soal penyaluran dana, klaim bahwa bantuan itu diberikan kepada
pribadi Abdurrahman, juga dipersoalkan Akbar Tanjung. Menurutnya,
sumbangan pribadi yang diberikan Sultan Brunei ke Abdurrahman tidak bisa
dilepaskan dari kedudukannya sebagai Presiden RI. ''Rasa-rasanya, saya
punya keyakinan bahwa sumbangan yang diberikan tidak sebesar itu jika
bukan Presiden RI. Jadi, Gus Dur harus menjelaskan perihal sumbangan
dana ini,'' ujarnya.
Hal senada juga disampaikan Wakil Ketua Komisi II DPR, Ferry Mursidan
Baldan, dan dan anggota MPR dari utusan daerah Aceh, Ghazali Abas Addan.
Ferry menegaskan adalah sangat tidak layak bahwa Presiden Abdurrahman
Wahid menerima bantuan untuk dan atas nama pribadi. ''Bantuan itu jelas
berkaitan karena dia Presiden.''
Menurut Ghazali, tak ada alasan untuk menyebut dana bantuan tersebut
diberikan dalam kapasitas pribadi Abdurrahman. Ia menyatakan Sultan
Brunei Hasanal Bolkiah memberikan bantuan tersebut melalui Abdurrahman
karena yang bersangkutan kebetulan Presiden RI. ''Jadi, saya tegaskan
lagi bahwa uang tersebut bukan untuk dan atas nama pribadi
Abdurrahman,'' ujarnya.
Dengan alasan itu, Ferry menuntut agar dana bantuan dari Sultan
Brunei dikelola negara dan karenanya harus dimasukkan ke kas negara.
''Jadi tak boleh diambil alih oleh kelompok lain, termasuk yayasan untuk
kepentingan yang tidak jelas,'' kata Ferry di Jakarta kemarin.
Ghazali menegaskan bantuan dari Sultan Brunei itu adalah untuk dana
kemanusiaan rakyat Aceh yang harus dipertanggungjawabkan secara
transparan. ''Ini karena dana tersebut merupakan uang yang menjadi hak
rakyat Aceh. Sebab, sepanjang yang kita ketahui, uang tersebut diberikan
oleh Sultan Brunei untuk rakyat Aceh, bukan untuk pribadi Abdurrahman
Wahid,'' tutur Ghazali kepada Republika kemarin.
Selanjutnya, Ghazali juga meminta agar DPR memanggil Ketua Yayasan
Aswaja Aceh, Afdal Yasin. Ini, katanya, karena Aswaja merupakan penyalur
tunggal dana bantuan tersebut dari Abdurrahman. ''Dia harus
mempertanggungjawabkan ke mana saja dana tersebut sudah disalurkan.
''Kalau tak dapat dipertanggungjawabkan, dia [Afdal] sebaiknya mundur
dari anggota DPRD Aceh,'' kata Gazhali.
Tentang keharusan transparansi itu kemarin juga ditegaskan para
peserta diskusi sehari tentang pensosialisasian JoU Jeda Kemanusiaan di
Media Centre pada Dinas Komunikasi dan Informasi Aceh di Banda Aceh.
Diskusi dipandu Drs Baharuddin Yahya, menampilkan Kapolda Aceh Brigjen
Pol Bachrumsyah, anggota Komite Keamanan Jeda Kemanusiaan Kol Pol Ridwan
Karim, dan pengamat sosial politik Prof Dr Hakim Nyak SH sebagai
pembicara.
Menurut mereka, penyaluran dana kemanusiaan untuk Aceh selama
berlangsungnya kesepahaman bersama (JoU) Jeda Kemanusiaan harus
transparan dan benar-benar ditujukan kepada masyarakat yang membutuhkan
bantuan tersebut.
Kapolda Bachrumsyah mengatakan apabila salah menentukan siapa-siapa
yang berhak menerima bantuan, maka dikhawatirkan akan menimbulkan
masalah baru. Karena itu, ia berharap kepada pihak-pihak yang diberi
amanah menyalurkan bantuan tersebut agar menyampaikan kepada yang berhak
dan agar tidak disalahgunakan, karena banyak masyarakat Aceh yang hingga
saat ini sangat menderita akibat konflik yang berkepanjangan.
Sementara itu, Menko Kesra Taskin Basri Hasanuddin mengakui dana
bantuan dari Sultan Brunei itu memang tidak disalurkan melalui
kementeriannya. Menurutnya, kantornya hanya mendapat pemberitahuan
tentang bantuan itu dari Menlu Alwi Shihab. ''Saya tak dengar itu. Tapi
ada catatannya dari Menlu ke Kantor Menko Kesra,'' kata Basri seusai
mendampingi Wapres Megawati menerima sumbangan 10 ambulans dan Rp 100
juta dari Asosiasi Ekonomi Indonesia-India di Istana Wapres, Jalan Medan
Merdeka Selatan, Jakarta, kemarin.
Menurut Basri, setiap sumbangan dari luar negeri seharusnya
dilaporkan ke Kantor Menko Kesra Taskin. Setelah dilaporkan, pihaknya
akan memfasilitasi penyalurannya ke Pemda masing-masing untuk diserahkan
kepada para korban sasaran sumbangan itu.