Republika Online edisi:
13 Jun 2000

'Bantuan pada Abdurrahman karena Dia Presiden'

JAKARTA -- Polemik di sekitar bantuan dana dari Sultan Brunei kepada Presiden Abdurrahman Wahid terus bergulir. Di antaranya, apakah bantuan itu akan diberikan kepada Abdurrahman seandainya dia bukan presiden? Lalu, kenapa penyalurannya terkesan tertutup, hanya melalui Yayasan Ahli Sunnah wal Jamaah (Aswaja) yang ada keterkaitan dengan Abdurrahman?

Sejumlah persoalan menyangkut bantuan dari Sultan Brunei tersebut kemarin mendapat tanggapan dari berbagai pihak. Ketua DPR Akbar Tanjung berjanji akan mempertanyakan masalah sumbangan sebesar dua juta dolar AS itu kepada Presiden dalam rapat konsultasi mendatang antara dewan dan eksekutif.

Ia mengatakan perlu mempersoalkan dana bantuan itu karena ternyata sumbangan ini tidak melalui jalur formal atau Pemda Aceh, tetapi melalui Yayasan Aswaja yang ada kaitannya dengan Abdurrahman Wahid. Yayasan Aswaja diketuai oleh Afdal Yasin, yang kini juga Ketua Pengurus Wilayah PKB Aceh dan anggota DPRD Aceh.

''Karena itu, hal ini perlu diperjelas, misalnya, sudah berapa dana yang telah disalurkan dan kepada pihak mana saja dana itu sampai. Ini perlu dikonsultasikan dengan Presiden karena bisa menyangkut opini publik yang tidak baik,'' ujar Akbar di Gedung DPR/MPR kemarin.

Selain soal penyaluran dana, klaim bahwa bantuan itu diberikan kepada pribadi Abdurrahman, juga dipersoalkan Akbar Tanjung. Menurutnya, sumbangan pribadi yang diberikan Sultan Brunei ke Abdurrahman tidak bisa dilepaskan dari kedudukannya sebagai Presiden RI. ''Rasa-rasanya, saya punya keyakinan bahwa sumbangan yang diberikan tidak sebesar itu jika bukan Presiden RI. Jadi, Gus Dur harus menjelaskan perihal sumbangan dana ini,'' ujarnya.

Hal senada juga disampaikan Wakil Ketua Komisi II DPR, Ferry Mursidan Baldan, dan dan anggota MPR dari utusan daerah Aceh, Ghazali Abas Addan. Ferry menegaskan adalah sangat tidak layak bahwa Presiden Abdurrahman Wahid menerima bantuan untuk dan atas nama pribadi. ''Bantuan itu jelas berkaitan karena dia Presiden.''

Menurut Ghazali, tak ada alasan untuk menyebut dana bantuan tersebut diberikan dalam kapasitas pribadi Abdurrahman. Ia menyatakan Sultan Brunei Hasanal Bolkiah memberikan bantuan tersebut melalui Abdurrahman karena yang bersangkutan kebetulan Presiden RI. ''Jadi, saya tegaskan lagi bahwa uang tersebut bukan untuk dan atas nama pribadi Abdurrahman,'' ujarnya.

Dengan alasan itu, Ferry menuntut agar dana bantuan dari Sultan Brunei dikelola negara dan karenanya harus dimasukkan ke kas negara. ''Jadi tak boleh diambil alih oleh kelompok lain, termasuk yayasan untuk kepentingan yang tidak jelas,'' kata Ferry di Jakarta kemarin.

Ghazali menegaskan bantuan dari Sultan Brunei itu adalah untuk dana kemanusiaan rakyat Aceh yang harus dipertanggungjawabkan secara transparan. ''Ini karena dana tersebut merupakan uang yang menjadi hak rakyat Aceh. Sebab, sepanjang yang kita ketahui, uang tersebut diberikan oleh Sultan Brunei untuk rakyat Aceh, bukan untuk pribadi Abdurrahman Wahid,'' tutur Ghazali kepada Republika kemarin.

Selanjutnya, Ghazali juga meminta agar DPR memanggil Ketua Yayasan Aswaja Aceh, Afdal Yasin. Ini, katanya, karena Aswaja merupakan penyalur tunggal dana bantuan tersebut dari Abdurrahman. ''Dia harus mempertanggungjawabkan ke mana saja dana tersebut sudah disalurkan. ''Kalau tak dapat dipertanggungjawabkan, dia [Afdal] sebaiknya mundur dari anggota DPRD Aceh,'' kata Gazhali.

Tentang keharusan transparansi itu kemarin juga ditegaskan para peserta diskusi sehari tentang pensosialisasian JoU Jeda Kemanusiaan di Media Centre pada Dinas Komunikasi dan Informasi Aceh di Banda Aceh. Diskusi dipandu Drs Baharuddin Yahya, menampilkan Kapolda Aceh Brigjen Pol Bachrumsyah, anggota Komite Keamanan Jeda Kemanusiaan Kol Pol Ridwan Karim, dan pengamat sosial politik Prof Dr Hakim Nyak SH sebagai pembicara.

Menurut mereka, penyaluran dana kemanusiaan untuk Aceh selama berlangsungnya kesepahaman bersama (JoU) Jeda Kemanusiaan harus transparan dan benar-benar ditujukan kepada masyarakat yang membutuhkan bantuan tersebut.

Kapolda Bachrumsyah mengatakan apabila salah menentukan siapa-siapa yang berhak menerima bantuan, maka dikhawatirkan akan menimbulkan masalah baru. Karena itu, ia berharap kepada pihak-pihak yang diberi amanah menyalurkan bantuan tersebut agar menyampaikan kepada yang berhak dan agar tidak disalahgunakan, karena banyak masyarakat Aceh yang hingga saat ini sangat menderita akibat konflik yang berkepanjangan.

Sementara itu, Menko Kesra Taskin Basri Hasanuddin mengakui dana bantuan dari Sultan Brunei itu memang tidak disalurkan melalui kementeriannya. Menurutnya, kantornya hanya mendapat pemberitahuan tentang bantuan itu dari Menlu Alwi Shihab. ''Saya tak dengar itu. Tapi ada catatannya dari Menlu ke Kantor Menko Kesra,'' kata Basri seusai mendampingi Wapres Megawati menerima sumbangan 10 ambulans dan Rp 100 juta dari Asosiasi Ekonomi Indonesia-India di Istana Wapres, Jalan Medan Merdeka Selatan, Jakarta, kemarin.

Menurut Basri, setiap sumbangan dari luar negeri seharusnya dilaporkan ke Kantor Menko Kesra Taskin. Setelah dilaporkan, pihaknya akan memfasilitasi penyalurannya ke Pemda masing-masing untuk diserahkan kepada para korban sasaran sumbangan itu.

Diterbitkan oleh Republika Online
Hak Cipta © PT Abdi Bangsa 2000