Republika Online edisi:
13 Jun 2000

Kodam Wirabuana Tangkap Provokator Asing di Palopo

PALU -- Kodam VII/Wirabuana berhasil menciduk seorang warga negara asing yang tengah memprovokasi masyarakat di Kabupaten Tanah Toraja dan Palopo, Sulawesi Selatan, guna menciptakan permusuhan antarpemeluk agama setempat.

''Selain orang asing itu, juga tertangkap basah sedang memprovokasi massa seorang penduduk setempat,'' kata Pangdam VII Wirabuana (Wilayah Sulawesi) Mayjen TNI Slamet Kirbintoro kepada Antara di Palu, Sabtu (10/6).

Pangdam mengaku tidak ingat nama serta waktu dan tempat penangkapan provokator asing dan penduduk lokal tersebut, kecuali menyatakan salah seorang provokator lokal berhasil melarikan diri, namun identitasnya sudah diketahui aparat keamanan.

''Silahkan anda publikasikan masalah ini dan untuk kejelasan informasinya nanti hubungi Komandan Korem Parepare di Sulawesi Selatan,'' pinta jenderal berbintang dua itu.

Danrem Parepare Kol Inf Soeharnanto yang dihubungi Antara dari Palu hari Senin per telepon di Makale (ibukota Kabupaten Tanah Toraja) menjelaskan provokator asing asal Jerman yang tertangkap itu bernama Karl Heinz Reiche.

''Ia ditangkap petugas di Kabupaten Palopo pada 5 Juni lalu, setelah sebelumnya berhasil melarikan diri dari Makale,'' ujar Soeharnanto.

Soeharnanto juga mengatakan, berdasarkan hasil pemeriksaan sementara aparat keamanan, Reiche mengaku sempat mondar-mandir dan melakukan kegiatan serupa di wilayah Sulawesi Tengah, terutama Palu, Poso, dan Tentena (kota kecil di tepian Danau Poso).

''Kegiatan tersebut Reiche lakukan beberapa saat sebelum pecah kerusuhan bernuansa SARA fase ketiga yang melanda kota Poso tanggal 23 Mei lalu,'' kata Danrem.

Pertikaian yang berlanjut dengan kerusuhan di Poso itu sendiri hingga Senin ini dilaporkan telah menelan korban jiwa lebih 200 orang, dan hampir 3.000 bangunan penduduk dan fasilitas umum terbakar.

Berkaitan dengan kerusuhan di Poso, anggota Komisi I DPR RI Permadi mengaku kecewa atas respon Pemerintah menangani kerusuhan bernuansa SARA di daerah itu. Anggota Dewan dari FPDI-P ini menjelaskan kegagalan Pemerintah mengatasi kerusuhan Poso lebih disebabkan karena perbedaan visi antara Pemerintah dengan rakyat, pemerintah dengan TNI dan TNI dengan rakyat.

''Di antara rakyat, pemerintah dan TNI tidak ada kesatuan sikap. Tidak heran, jika respons mereka sangat lambat dan tidak serius,'' kata Permadi di Gedung MPR/DPR kemarin.

Kekecewaan senada juga dikemukakan Abdul Qadir Djaelani. Anggota Komisi I dari Fraksi Partai Bulan Bintang ini mengatakan terus berlarutnya kasus Poso lebih disebabkan karena terlalu lunaknya aparat kepolisian. TNI yang saat ini telah diposisikan kembali ke barak, ulas Djaelani, tidak bisa bertindak kecuali diminta oleh aparat kepolisian. ''Keterlambatan bantuan baik dari Palu maupun Ujung Pandang menunjukkan kurang tanggapnya aparat,'' katanya.

Seperti kasus Ambon, Djaelani memperkirakan kerusuhan sosial di Poso terus berlarut-larut karena ketidakmampuan aparat. Masyarakat, tegasnya, akan bertindak sendiri untuk menyalurkan dendamnya.

Diterbitkan oleh Republika Online
Hak Cipta © PT Abdi Bangsa 2000