Republika Online edisi:
16 May 2000

'Penanganan Kasus Priok Langgar Prosedur'

JAKARTA -- Satu lagi kesaksian kunci kasus tragedi Tanjung Priok diungkapkan Mayor Laut (Purn) Lasmana Ibrahim, mantan perwira ruang kendali operasi di Kowilhan II di Yogyakarta. Menurut dia, penanganan kasus Priok tak sesuai prosedur yang berlaku.

''Pada saaat kejadian, saat itu saya tak mendengar ada prosedur penanganan huru-hara sesuai aturan,'' tegas Lasmana usai diperiksa KP3T (Komisi Penyelidikan dan Pemeriksaan Pelanggaran HAM Tanjung Priok) di Komnas HAM, kemarin (15/5).

Menurut Lasmana, seharusnya prosedur yang dilakukan, pertama dengan menggunakan pentungan. Kedua, meningkat dengan gas air mata. Itu kalau masih tak bisa diatasi. Dan cara ketiga, bila masih tidak bisa lagi, dengan tembakan peringatan ke atas dengan peluru hampa. Keempat, kalau memang sudah darurat betul, baru peluru tajam secara horisontal.

''Yang tiga tidak saya dengar, langsung keempat. Kalau menurut saya itu suatu pelanggaran prosedur,'' tandasnya.

Lasmana mengungkapkan, saat itu sebagai Perwira Siaga Ruang Yudha Laksuswil II menanyakan kasus Priok pada Perwira Siaga Laksusda Jaya. Selain itu, dia juga mendengarkan pembicaraan melalui radio atau HT. ''Korban saat itu banyak, saya dengar sendiri bahwa korban agar diangkut dengan truk,'' tuturnya.

Pengakuan Lasmana, dia sempat menanyakan pada Perwira Siaga Laksusda Jaya tersebut mengenai jumlah korban. ''Saat itu dijawab ratusan, karena situasinya malam hari, jadi tidak bisa pas berapa pastinya,'' tambahnya.

Menurutnya, Lasmana saat itu juga bertanya mengapa digunakan peluru tajam dan terjadi banyak korban peluru tajam. ''Dijawab bahwa itu perintah Laksus. Telinga saya sendiri yang mendengar. Kan yang disebutkan komandonya, bukan orangnya,'' ungkapnya yang sebagai Perwira Pembantu Ruang Yudha atau ruang kendali operasi atau penanggungjawab Ruang Yudha.

''Segala ucapan saya maupun dia itu atas nama komando, bukan sebagai pribadi atau apa. Itu dinas, bukan pembicaraan iseng,'' tambah Lasmana yang megaku kecewa atas tanggapan KP3T. Dia menjelaskan dalam setiap laporan itu bukan orang ke orang, tapi komando ke komando. Yaitu Laksusda Jaya ke Laksuswil II di Kowilhan II.

Kesakian Lasmana ditanggapi secara dingin oleh KP3T. ''Dikatakan kalau tidak ada nama, itu tidak akurat, meduga-duga itu namanya,'' ucap Lasmana menggambarkan tanggapan pemeriksa yang salah satunya adalah BN Marbun.

Mendapat tanggapan dingin tersebut, Lasmana menegaskan bahwa itu hotline, bukan telepon biasa. ''Jadi itu pembicaraan antara perwira siaga di Laksusda Jaya dengan saya di Kowilhan II. Dan tentunya tidak pernah menanyakan lawan bicara kita siapa. Sebab tidak mungkin alat itu digunakan oleh orang lain. Itu ruangan rahasia. Yang menggunakan petugas,'' ungkapnya.

Mengenai perintah tembak, Lasmana menjelaskan bahwa memang begitu adanya. ''Tapi katanya kalau cuma dengar nggak bisa. Saya katakan bahwa saya ini saksi dengar, bukan saksi mata. Saya di Yogya sementara peristiwa di Jakarta,'' jelas Lasmana menceritakan penjelasannya pada KP3T. Menurutnya, tampaknya pihak KP3T tidak memahami apa yang dijelaskan secara rinci oleh Lasmana karena mungkin orang sipil, bukan dari militer.

Ketika ditanya wartawan apakah ia masih menyimpan atau merekam percakapannya tersebut, Lasmana mengemukakan dua alasan. Pertama, pada saat itu alat komunikasi belum secanggih saat ini. ''Kedua, terus terang saja peristiwa seperti itu pada waktu itu sudah biasa. Jadi situasi waktu itu untuk banyak omong nggak bisa. Saya juga tak menduga akan diungkap seperti sekarang ini,'' tutur Lasmana. ''Kalau tahu bakal begini mungkin saya simpan betul,'' tambahnya. n osa

Diterbitkan oleh Republika Online
Hak Cipta © PT Abdi Bangsa 2000