TERNATE -- Tim Komisi Penyelidik Pelanggaran dan Mediasi Hak
Asasi Manusia (KPPM HAM) yang diketuai Bambang W Suharto akan meneliti
dugaan pelanggaran HAM yang dilakukan Sultan Ternate, Drs Mudaffar Syah,
beberapa waktu lalu di Ternate. Menurut Bambang, berbagai data aktual
yang dihimpunnya itu -- termasuk dugaan pelanggaran yang dilakukan
Sultan dan kroninya -- bakal ia sampaikan pada pemerintah pusat.
''Kami datang dengan maksud menghimpun data aktual dari daerah yang
dianggap rawan konflik, terutama setelah masalah penjagaan keamanan
beralih dari Polri ke TNI,'' kata Bambang di Ternate kemarin.
Hanya saja, Bambang menolak menjelaskan bentuk pelanggaran itu.
Bambang menegaskan dia bersama anggota KPPM HAM seperti BN Marbun SH dan
Soegiri SH sudah bertemu dengan Pangdam XVI/Pattimura Brigjen TNI Max
Tamaela dan Gubernur Maluku MS Latuconsina.
Dalam kegiatannya, enam orang yang tergabung dalam Tim KPPM HAM akan
dibagi menjadi dua. Tim pertama ke lokasi pertikaian yang terjadi di
beberapa tempat di Halmahera seperti ke Kecamatan Tobelo, Galela, Kao,
Malifut, dan Jailolo. Sedangkan satu tim lainnya akan menangani kasus
dugaan pelanggaran HAM yang dilakukan Sultan Ternate dan masyarakat
setempat.
Menurut Bambang, jangankan Sultan, siapa pun yang terbukti melakukan
perbuatan melanggar hukum akan diusut dan diadili. ''Kita harus berani
mengatakan pelanggaran HAM yang telah dilakukan oleh Si A, B, atau C,
dan sanksi hukum harus ditegakkan tanpa memandang bulu,'' katanya.
Sebelumnya, Sultan Ternate disebut-sebut sosiolog Universitas
Indonesia Thamrin Amal Tomagola sebagai salah satu provokator dalam
konflik di Maluku Utara. Dan, menurut pengakuan Thamrin ia punya data
beberapa nama lain yang diduga juga ikut 'bermain' dalam kerusuhan tadi,
yang akan ia ungkapkan pada Polri.
Menanggapi pernyatan Thamrin tersebut, Kapolri Letjen Pol
Roesdihardjo kemarin mengatakan menyambut positif. ''Kami akan dalami
data itu. Tetapi, bagimana cara mendalami, itu rahasia dapur. Tidak bisa
dikemukakan,'' kata Kapolri pada pers di sela-sela halal bihalal Komisi
I DPR dengan petinggi TNI dan Polri di Tee Box Cybercafe, Jakarta
Selatan, kemarin.
Dua hari sebelumnya, Thamrin menyatakan akan menyampaikan data dan
informasi tentang tokoh atau provokator kerusuhan di Ternate. Bahkan
kepada pers, ia secara terbuka menyebut nama yang diduga menjadi
provokator di sana.
Menanggapi pernyataan Thamrin, Kapolri menyatakan tak akan memanggil
Thamrin. Sebaliknya, anggota Polri yang kemungkinan akan mendatanginya.
Pasalnya, Kapolri menilai sikap Thamrin yang proaktif itu menarik
simpati orang, dan dapat jadi contoh bagi masyarakat supaya mau memberi
informasi kepada aparat keamanan menyangkut peristiwa tertentu.
''Di luar negeri orang yang memberi informasi akan diberi
perlindungan, di Indonesia belum diperhatikan. Akibatnya orang enggan
memberikan kesaksian,'' papar Kapolri.
Di tempat yang sama, Panglima TNI Laksamana Widodo AS menyatakan
mendukung Polri mengungkap jaringan provokator kerusuhan di Maluku,
khususnya Maluku Utara. ''Kami serahkan kepada Kapolri bagaimana
klarifikasi dan sebagainya,'' kata Panglima TNI.
Guna menghindari terjadinya kerusuhan di daerah lain, Panglima TNI
mendukung tindakan Polri yang akan menembak di tempat terhadap pelaku
kerusuhan. Tindakan itu penting untuk menciptakan situasi kondusif
sehingga pemerintah mampu menyelesaikan berbagai persoalan bangsa.
''Apa yang diupayakan Polri berupa langkah tegas dalam menindak
pelanggar itu dalam rangka menciptakan atmosfer yang kondusif,'' kata
Panglima TNI.
Menyangkut batas akhir pelaksanaan tembak di tempat, Kapolri
menyatakan tidak akan membatasi waktunya karena hal itu tergantung
ancaman terhadap keamanan dan jiwa masyarakat. ''Tergantung ancamannya,
kalau ancamannya besok ada, kita tembak. Buktinya sekarang aman. Kalau
mereka muncul lagi, kita ambil tindakan,'' kata Kapolri.
Ia menegaskan kembali bahwa ancaman tembak di tempat itu sesuai
prosedur. ''Prosedur polisi di manapun di dunia, ya begitu, yaitu
melindungi jiwa dan kehormatan. Ini tugas universal,'' katanya.
Menyangkut provokator, Kapolri Letjen Roesdihardjo mengungkapkan
bahwa provokator kerusuhan lokal sudah diperiksa. Hanya saja Kapolri
mengakui belum secara rinci bisa menyampaikan jumlahnya.
Ketua Komisi I DPR Yasril Ananta Baharuddin, yang juga hadir pada
acara itu, mendukung sikap tegas aparat keamanan terhadap para pelaku
kerusuhan dan provokator berupa tembak di tempat. Langkah itu dinilai
sebagai wujud ketegasan pemerintah melalui aparat keamanan sesuai
tuntutan masyarakat.
''Karena rakyat yang meminta, jadi pemerintah merespons secara
politik. Bukan berarti pemerintah sewenang-wenang, karena ternyata
efektif,'' kata Yasril.
Hanya saja, Yasril Ananta mengimbau Polri untuk menetapkan batas
waktu pelaksanaan langkah tegas itu, walaupun batas waktu itu
disesuaikan dengan kondisi daerah setempat.
Menyangkut perkembangan di Mataram, Kab Lombok Barat, keadaan kota
sudah kembali normal. Namun, sejumlah provokator diduga masih terus
bergentayangan. ''Mereka sering menyebarkan berita, kalau Desa B telah
bersiap-siap menyerang desa A,'' kata Ketua Tim Investigasi Korban
Kerusuhan Mataram, Sudiarto SH, pada ®MDBR¯Republika®MDNM¯,
kemarin.
Sehingga, tambah Sudiarto, masyarakat menjadi was-was dan tegang, dan
terus berjaga-jaga hingga pagi hari. Akibat lain, masyarakat tidak bisa
bekerja di siang harinya karena kelelahan dan mengantuk. Padahal, isu
yang mereka sebarkan tidak terbukti dan memang tidak ada kampung
tertentu yang akan menyerang kampung lain.
Menurut Sudiarto, para provokator itu penampilannya menyerupai aparat
keamanan, bahkan sering mengaku sebagai petugas, namun tidak mengenakan
baju dinas. Barangkali tambahnya, yang bersangkutan ingin mengesankan
dirinya sebagai petugas, sehingga masyarakat mudah percaya dengan
ucapannya. Tetapi bisa juga dengan maksud lain, yakni ingin menampilkan
citra buruk aparat, karena telah membawa berita buruk yang bersifat
mengadu domba.
Mengenai pembentukan Komite Investigasi Korban Kerusuhan Mataram
(KIKKM), Sudiarto menyebutkan bertujuan mencari sebab dan menyusun
kronologi, mengapa sampai terjadi kerusuhan tersebut. Di samping itu,
komite yang terdiri atas anggota DPRD, LSM, praktisi hukum, tokoh
masyarakat, dan ulama itu, juga akan membantu para korban kerusuhan,
terutama mereka yang tidak terlibat aksi kerusuhan, tapi kemudian
ditangkap petugas.
Sudiarto juga menegaskan agar polisi mengusut adanya dugaan korban
meninggal Anwar, yang terkena peluru nyasar. Dalam kasus ini, tambahnya,
pimpinan polisi harus mencari sebab, mengapa sampai ada peluru nyasar
yang menelan korban orang yang tidak berdosa. "Kita tidak ingin orang
yang tidak bersalah menjadi korban. Dan, polisi jangan semudah itu
berlindung di balik alasan peluru nyasar setelah ada nyawa melayang,"
katanya.
Dikatakannya, aparat yang berwenang harus benar-benar meneliti kasus
terbunuhnya Anwar, apakah tembakan yang dikeluarkan aparat sudah sesuai
prosedur. Dan dikatakannya, KIKKM akan menelitinya dan diharapkan dalam
dua minggu ini sudah ada hasilnya. n ant/aas