PALU -- Arus pengungsi korban kerusuhan Poso, Sulawesi Tengah,
terus mengalir ke lokasi penampungan sementara di asrama militer
setempat, bahkan pada hari Sabtu dilaporkan jumlah mereka telah
meningkat lebih empat kali lipat.
Informasi diperoleh ANTARA menyebutkan, hingga Sabtu petang pengungsi
di Asrama Kompi 711--pusat evakuasi korban kerusuhan Poso di Kelurahan
Kawua--sudah mencapai 2.200 orang, atau naik lebih 400 persen dibanding
keadaan Senin (17/4) yang sekitar 500 orang.
Kerusuhan bernuansa SARA melanda Poso selama empat hari, 16-19 April
2000. Kerusuhan itu mengakibatkan tujuh korban tewas, 32 luka serius,
serta lebih 1.000 jiwa kehilangan tempat tinggal akibat rumahnya dibakar
dan dirusak massa bertikai.
Membengkaknya para pengungsi di lokasi penampungan tersebut karena
banyak warga setempat masih merasa ketakutan dengan perkembangan situasi
di kota Poso, sehingga mereka terpaksa mengosongkan rumahnya dan mencari
tempat perlindungan yang lebih aman.
Bahkan ratusan warga di Kelurahan Bukit Bambu, sekitar pemancar
Stasiun TVRI, mulai berbondong-bondong mengungsi ke barak militer ini
padahal sebelumnya wilayah mereka bebas dari amukan massa yang bertikai.
''Kami takut, Pak, sebab ada isu permukiman kami akan
dibumi-hanguskan seperti di Kelurahan Lombogia dan Kasintuwu,'' keluh
beberapa warga Bukit Bambu saat ditemui ANTARA di loket pendaftaran
pengungsi.
Para pengungsi warga kristiani dan muslim ini juga mengatakan bahwa
kondisi kamtibmas di kota Poso hingga kini masih labil sebab setiap saat
cenderung berubah-ubah, sehingga dikhawatirkan dapat mengancam jiwa
mereka.
Komandan Kompi 711 Poso Kapten Inf Wahyu membenarkan terjadi
peningkatan jumlah pengungsi di asrama binaannya kurun lima hari
terakhir, dan mengatakan mereka yang terakhir masuk umumnya anak-anak
dan wanita.
Pihak militer setempat juga menyatakan tidak menolak masuknya
pengungsi baru ke asrama mereka seberapa pun besarnya. Dia mengemukakan,
selain tersedia beberapa gedung pertemuan rumah cukup luas juga ada
sejumlah rumah tinggal untuk tentara bujangan bisa disulap menjadi
perumahan bagi pengungsi.
''Tak ada masalah soal tempat berteduh, kecuali sarana sanitasi,
kebutuhan pangan dan sandang yang memerlukan perhatian semua pihak
karena kondisi dan persediaan di tempat ini sangat terbatas,'' kata
Kapten Wahyu lagi.
Ia mengakui meskipun kondisi banyak pengungsi diliputi kesedihan
karena harta bendanya ludes dibakar massa, namun hingga kini belum ada
yang terserang penyakit kronis sebab tim medis gabungan terus memantau
kesehatan mereka.
Sementara itu pemda setempat melaporkan, sedikitnya sudah empat ton
beras dan ratusan dus mie instan asal berbagai berpihak telah disalurkan
kepada para pengungsi di lokasi penampungan Asrama Kompi dan Aula Kodim
Poso.
Bantuan pangan darurat ini, termasuk bagian bantuan yang diserahkan
Gubernur HB Paliudju, Bupati Poso Abdul Muin Pusadan, dan beberapa
instansi setempat pada Rabu lalu.
Hingga berita ini diturunkan kondisi kota Poso dalam kendali aparat
keamanan, namun secara umum masih rawan sebab selain masih banyak orang
berkeliaraan di jalanan dilengkapi senjata tajam juga pasca pucak
kerusuhan Senin lalu (17/4) masih ditemukan empat mayat baru sehingga
kembali memicu konsentrasi massa di beberapa tempat.
Setelah dua hari sebelumnya menemukan tiga jenazah baru di lokasi
kerusuhan kelurahan Lombogia, aparat kepolisian di Kabupaten Poso,
Jum'at pagi kembali mengangkat mayat seorang lelaki dewasa dari Sungai
Poso.
Mayat yang mulai membusuk dan penuh luka di sekujur tubuhnya itu,
ditemukan warga kelurahan Sayo mengapung di Sungai Poso, sungai yang
membelah dua kota Poso.