Republika Online edisi:
24 Apr 2000

Sidang Lanjutan Pembantaian Tgk Bantaqiyah

MEDAN -- Penasihat hukum para tersangka kasus pembantaian orang-orang Bantaqiyah menegaskan 25 kliennya seharusnya tidak duduk di kursi terdakwa dalam sidang koneksitas di Pengadilan Negeri Banda Aceh. Alasannya, karena mereka hanya menjalankan perintah atasan, yaitu Letkol Sudjono. Sayangnya, Letkol Sudjono tidak bisa dihadirkan karena menghilang sejak Februari lalu.

Menurut tim penasihat hukum terdakwa, penembakan hingga tewas terhadap Tgk Bantaqiyah dan pengikutnya oleh para terdakwa semata-mata karena adanya perintah dan melaksanakan perintah dari atasannya. ''Dalam suatu operasi, tanggung jawab menyeluruh berada pada komandan operasi atau yang tertua pangkatnya,'' ujar penasihat hukum, Letkol CHK Supo KDM, dalam eksepsinya yang dibacakan pada sidang koneksitas lanjutan di PN Banda Aceh, Sabtu (22/4).

Sidang, berlangsung pukul 09.00-11.00 WIB dipimpin Ketua Majelis Hakim Ruslan Dahlan SH dan didampingi empat hakim anggota, menghadirkan 25 orang tersangka dari militer dan sipil. Eksepsi setebal 32 halaman itu dibacakan bergantian oleh tim penasihat hukum dari Kodam I Bukit Barisan, yakni Letkol CHK Supo KDM SH dan Kapten CHK J Silaban SH.

Usai pembacaan eksepsi tim penasihat hukum dari Kodam-I BB, acara dilanjutkan pembacaan eksepsi dari tim penasihat hukum Kostrad oleh Kol CHK Drs Burhan Dahlan SH, Letkol CHK Masiran SH, dan Mayor CHK Apang Sopandi SH.

Selanjutnya Supo mengatakan suatu operasi berada pada komandan operasi atau yang tertua pangkatnya, sehingga penilaian suatu keadaan dan langkah tindakan yang diambil tetap berada pada komandan operasi atau yang tertua pangkatnya. Dan, bagi seorang prajurit yang turut melaksanakan operasi, tidak ada alasan/pilihan selain melaksanakan perintah.

Supo menambahkan bagi prajurit membantah perintah komandan atau tertua pangkatnya dalam suatu operasi akan sangat fatal, karena akan dapat merugikan dan membahayakan pasukan sendiri serta mencelakakan diri sendiri. Dan, karena para terdakwa hanya melaksanakan perintah atasan dan kepada para terdakwa diberlakukan Pasal 51 KUHP, maka menurut hukum adalah keliru dan tidak tepat mendudukkan terdakwa di kursi terdakwa ini.

Dengan begitu, kata Supo, menurut hukum semestinya yang harus didudukkan di kursi terdakwa pada persidangan koneksitas ini bukan para terdakwa melainkan atasan para terdakwa selaku pemberi perintah, yakni Letkol Inf Sudjono.

''Kami menyimpulkan bahwa JPU [jaksa penuntut umum] dalam surat dakwaannya telah keliru dalam menerapkan pasal-pasal KUHP dan sangat merugikan para terdakwa,'' tegas Supo. Ia lalu memohon majelis hakim menyatakan surat dakwaan batal demi hukum.

Sidang koneksitas ini akan dilanjutkan hari ini untuk mendengarkan tanggapan jaksa penuntut umum terhadap eksepsi penasihat hukum terdakwa.

Tentang Letkol Sudjono, di tempat terpisah Kadispen Kodam I Bukit Barisan Letkol Nurdin Silistyo menyatakan hingga kini yang bersangkutan masih dicari. Pencarian itu, antara lain, dengan meminta bantuan ke Kodam Siliwangi di Jabar, daerah di mana disebut-sebut Letkol Sudjono bersembunyi. ''Namun, sampai sekarang belum didapat,'' ujarnya kepada Republika tadi malam.

Bahkan, lanjut Nurdin, keluarga Sudjono hingga kini juga tidak banyak diketahui keberadaannya. Sebab, katanya, sejak Letkol Sudjono dinyatakan hilang, keluarganya yang selama ini dikenal tinggal di Lhokseumawe, Aceh Utara, juga menghilang. ''Ada yang menyebut ia pindah ke Medan, tapi ada yang bilang masih ada di Aceh,'' paparnya. Yang jelas, kata dia, Kodam I Bukit Barisan masih mencari Sudjono yang kini statusnya disersi itu.

Sementara itu, Kapendam III Siliwangi Letkol Inf Fatwa Suratnoko mengatakan pencarian terhadap Sudjono hingga kini masih terus dilakukan. ''Tapi, sampai saat ini kami belum berhasil menemukan yang bersangkutan,'' ujarnya kepada Republika tadi malam.

Bahkan, lanjut Fatwa, surat perintah pencarian yang dikeluarkan Mabes TNI belum dicabut. ''Itu artinya perintah pencarian masih terus dilakukan. Sampai kapan, tentunya sampai ada perintah dari Mabes TNI untuk menghentikan pencarian.''

Ketika terjadi pembantaian terhadap Tgk Bantaqiyah dan para muridnya, Letkol Sudjono menjabat sebagai Kasi Intel Korem 011/Lilawangsa. Ia disebut-sebut yang memberi perintah pembantaian itu. Sejak Februari lalu, ia dikabarkan menghilang.

Diterbitkan oleh Republika Online
Hak Cipta © PT Abdi Bangsa 2000