MEDAN -- Penasihat hukum para tersangka kasus pembantaian
orang-orang Bantaqiyah menegaskan 25 kliennya seharusnya tidak duduk di
kursi terdakwa dalam sidang koneksitas di Pengadilan Negeri Banda Aceh.
Alasannya, karena mereka hanya menjalankan perintah atasan, yaitu Letkol
Sudjono. Sayangnya, Letkol Sudjono tidak bisa dihadirkan karena
menghilang sejak Februari lalu.
Menurut tim penasihat hukum terdakwa, penembakan hingga tewas
terhadap Tgk Bantaqiyah dan pengikutnya oleh para terdakwa semata-mata
karena adanya perintah dan melaksanakan perintah dari atasannya. ''Dalam
suatu operasi, tanggung jawab menyeluruh berada pada komandan operasi
atau yang tertua pangkatnya,'' ujar penasihat hukum, Letkol CHK Supo
KDM, dalam eksepsinya yang dibacakan pada sidang koneksitas lanjutan di
PN Banda Aceh, Sabtu (22/4).
Sidang, berlangsung pukul 09.00-11.00 WIB dipimpin Ketua Majelis
Hakim Ruslan Dahlan SH dan didampingi empat hakim anggota, menghadirkan
25 orang tersangka dari militer dan sipil. Eksepsi setebal 32 halaman
itu dibacakan bergantian oleh tim penasihat hukum dari Kodam I Bukit
Barisan, yakni Letkol CHK Supo KDM SH dan Kapten CHK J Silaban SH.
Usai pembacaan eksepsi tim penasihat hukum dari Kodam-I BB, acara
dilanjutkan pembacaan eksepsi dari tim penasihat hukum Kostrad oleh Kol
CHK Drs Burhan Dahlan SH, Letkol CHK Masiran SH, dan Mayor CHK Apang
Sopandi SH.
Selanjutnya Supo mengatakan suatu operasi berada pada komandan
operasi atau yang tertua pangkatnya, sehingga penilaian suatu keadaan
dan langkah tindakan yang diambil tetap berada pada komandan operasi
atau yang tertua pangkatnya. Dan, bagi seorang prajurit yang turut
melaksanakan operasi, tidak ada alasan/pilihan selain melaksanakan
perintah.
Supo menambahkan bagi prajurit membantah perintah komandan atau
tertua pangkatnya dalam suatu operasi akan sangat fatal, karena akan
dapat merugikan dan membahayakan pasukan sendiri serta mencelakakan diri
sendiri. Dan, karena para terdakwa hanya melaksanakan perintah atasan
dan kepada para terdakwa diberlakukan Pasal 51 KUHP, maka menurut hukum
adalah keliru dan tidak tepat mendudukkan terdakwa di kursi terdakwa
ini.
Dengan begitu, kata Supo, menurut hukum semestinya yang harus
didudukkan di kursi terdakwa pada persidangan koneksitas ini bukan para
terdakwa melainkan atasan para terdakwa selaku pemberi perintah, yakni
Letkol Inf Sudjono.
''Kami menyimpulkan bahwa JPU [jaksa penuntut umum] dalam surat
dakwaannya telah keliru dalam menerapkan pasal-pasal KUHP dan sangat
merugikan para terdakwa,'' tegas Supo. Ia lalu memohon majelis hakim
menyatakan surat dakwaan batal demi hukum.
Sidang koneksitas ini akan dilanjutkan hari ini untuk mendengarkan
tanggapan jaksa penuntut umum terhadap eksepsi penasihat hukum terdakwa.
Tentang Letkol Sudjono, di tempat terpisah Kadispen Kodam I Bukit
Barisan Letkol Nurdin Silistyo menyatakan hingga kini yang bersangkutan
masih dicari. Pencarian itu, antara lain, dengan meminta bantuan ke
Kodam Siliwangi di Jabar, daerah di mana disebut-sebut Letkol Sudjono
bersembunyi. ''Namun, sampai sekarang belum didapat,'' ujarnya kepada
Republika tadi malam.
Bahkan, lanjut Nurdin, keluarga Sudjono hingga kini juga tidak banyak
diketahui keberadaannya. Sebab, katanya, sejak Letkol Sudjono dinyatakan
hilang, keluarganya yang selama ini dikenal tinggal di Lhokseumawe, Aceh
Utara, juga menghilang. ''Ada yang menyebut ia pindah ke Medan, tapi ada
yang bilang masih ada di Aceh,'' paparnya. Yang jelas, kata dia, Kodam I
Bukit Barisan masih mencari Sudjono yang kini statusnya disersi itu.
Sementara itu, Kapendam III Siliwangi Letkol Inf Fatwa Suratnoko
mengatakan pencarian terhadap Sudjono hingga kini masih terus dilakukan.
''Tapi, sampai saat ini kami belum berhasil menemukan yang
bersangkutan,'' ujarnya kepada Republika tadi malam.
Bahkan, lanjut Fatwa, surat perintah pencarian yang dikeluarkan Mabes
TNI belum dicabut. ''Itu artinya perintah pencarian masih terus
dilakukan. Sampai kapan, tentunya sampai ada perintah dari Mabes TNI
untuk menghentikan pencarian.''
Ketika terjadi pembantaian terhadap Tgk Bantaqiyah dan para muridnya,
Letkol Sudjono menjabat sebagai Kasi Intel Korem 011/Lilawangsa. Ia
disebut-sebut yang memberi perintah pembantaian itu. Sejak Februari
lalu, ia dikabarkan menghilang.