Republika Online edisi:
25 Feb 2000

Anggota FPDI-P Diskors, Diduga Dalangi Kerusuhan Halmahera

TERNATE -- Anggota DPRD II Maluku Utara dari Fraksi PDI-P May Luhulima, diskors oleh fraksinya, karena diduga mendalangi kerusuhan di Tobelo, Pulau Halmahera (Maluku Utara). Menurut Wakil Ketua DPW PDI-P Maluku Utara Alex Mangolo, surat skorsing terhadap May telah dibuat dan kini masih menunggu SK pemecatannya.

Alex menambahkan skorsing terhadap May dari DPRD karena ia dinilai telah menodai nama baik partai. Menurut Alex, beberapa korban kerusuhan di Kecamatan Tobelo, Galela, dan Kao, mengaku melihat May terjun langsung di tengah kerusuhan massa yang menewaskan ribuan warga Muslim sekitar akhir Desember 1999 lalu.

''Yang bersangkutan juga pernah dipermasalahan tokoh-tokoh agama dan tokoh masyarakat pada saat kunjungan kerja Wakil Presiden Megawati ke Ternate 25 Januari lalu,'' jelas Alex di sela-sela acara pemilihan calon Bupati Maluku Utara periode 2000-2005 di Ternate, kemarin.

Tentang keanggotaan May di partai berlambang kepala banteng, Alex Mangolo mengatakan itu kewenangan DPP PDI-P. Menurutnya, DPW telah menyurati Ketua Umum PDI-P.

Secara terpisah, Sekretaris DPC PDI-P Halmahera Tengah, Haruna Marsaoly, mengatakan misi utama partainya adalah kebangsaan dan persatuan. Bila ada anggota atau pengurus yang telah keluar dari misi partai, ujar Haruna, DPP harus segera mengambil tindakan keras. ''Kalau May Luhulima benar-benar terbukti terlibat dalam kerusuhan bernuansa SARA di Halmahera itu, ia layak dipecat,'' tegas Haruna.

Salah satu tokoh masyarakat Ternate, Nasir Walanda, menyatakan pernah melihat May berada di garis depan pada saat penyerangan terhadap warga Muslim di Kecamatan Tobelo, Galela, dan Ibu. ''Meski telah dilaporkan pada Wapres Megawati, hingga kini belum ada reaksi dari aparat penegak hukum di daerah itu untuk memeriksa yang bersangkutan,'' ujar Nasir, yang pernah menjalani hukuman di Lembaga Pemasyarakatan (LP) Nusakambangan karena ikut memproklamasikan Provinsi Maluku Utara sekitar 1958-an.

May sendiri telah menyampaikan bantahannya terhadap dugaan itu. Itu dilakukannya dalam pertemuan dengan Komandan Sektor Pemulihan Keamanan Maluku Utara, Letkol Inf Sutrisno, di aula Kantor Camat Tobelo, pekan lalu. May balik menuduh media massa nasional yang memberitakan kerusuhan Halmahera, memutarbalikkan fakta pembantaian ratusan warga Muslim di Desa Togoliuwa dan Popiloa, Kecamatan Tobelo.

''Saya diberitakan dalam surat kabar sebagai provokator. Ini sangat aneh dan pemutarbalikan fakta,'' ucapnya.

Ia juga menuduh salah satu anggota Forum Solidaritas Halmahera Utara, dr Musriyono Nabiu, ikut terlibat dalam pertikaian di Tobelo, Galela, Ibu, Jailolo, dan Sahu itu. ''Korban di Tobelo, Galela, Jailolo, dan sekitarnya adalah korban perang di Halmahera. Pembantaian justru terjadi di Ternate, Tidore, dan Halmahera Selatan,'' elak May.

Pangdam terlambat

Sementara itu, Pangdam XVI/Pattimura Brigjen Max Markus Tamaela, kemarin, mengatakan terlambat menerima laporan tentang pertikaian di Desa Tawa, Pulau Bacan bagian timur, Provinsi Maluku Utara. Padahal, pertikaian tersebut telah pecah sejak Selasa (22/2).

Kerusuhan bernuansa SARA tersebut masih berkecamuk hingga kemarin, dan mengakibatkan sedikitnya 12 orang warga meninggal, 25 luka-luka, 95 rumah penduduk serta satu tempat ibadah dirusak dan dibakar massa perusuh. Akibat lainnya, sekitar 400 warga Desa Tawa terpaksa mengungsi dan menyelamatkan diri ke hutan-hutan di sekitar desa mereka.

''Informasi ini terlambat diterima, karena sulitnya jalur komunikasi ke Pulau Bacan akibat minimnya sarana dan prasarana komunikasi yang dimiliki aparat keamanan,'' kata Pangdam pada wartawan di Ambon, kemarin.

Pangdam mengatakan bentrokan dipicu informasi dan selebaran gelap bahwa akan terjadi penyerangan yang dilakukan salah satu kelompok terhadap kelompok lainnya. Untuk mengatasi situasi, Pangdam mengatakan telah memerintahkan penambahan aparat keamanan ke lokasi kejadian, dengan membuat sekat di antara kedua kelompok.

''Kendati situasinya masih mencekam, aparat keamanan yang diterjunkan ke lokasi kejadian telah berhasil menguasai kondisi lapangan, terutama membuat sekat guna mengantisipasi adanya serangan balik,'' papar Pangdam.

Untuk mengantisipasi keterlambatan informasi, terutama di wilayah yang jauh, Pangdam menambahkan telah menempuh kebijakan menyebarkan aparat keamanan di semua wilayah yang dinilai rawan konflik. Yang jadi kendala, ujar Pangdam, adalah wilayah yang terkena kerusuhan akhir-akhir ini adalah merupakan wilayah baru.

''Sebenarnya semua wilayah rawan konflik telah dikuasai aparat keamanan, namun yang terjadi belakangan ternyata kerusuhannya terjadi di lokasi-lokasi baru yang tidak diperkirakan sebelumnya,'' tambah Pangdam.

Ia mengatakan telah memerintahkan aparat keamanan untuk mencari warga Desa Tawa yang mengungsi ke hutan-hutan sekaligus melindungi mereka, sehingga tidak dikejar-kejar massa perusuhan. ''Persoalannya, mereka harus segera dipindahkan dari lokasi itu. Sedangkan kami mengalami keterbatasan sarana, terutama kapal serta lokasi penampungan,'' tandasnya.

Diterbitkan oleh Republika Online
Hak Cipta © PT Abdi Bangsa 2000