Republika Online edisi:
27 Apr 2000

'Operasi Bantaqiyah Atas Perintah Danrem 011/LW'

BANDA ACEH -- Seorang saksi pada sidang perkara koneksitas kasus pembantaian Teungku Bantaqiyah dan 56 pengikutnya memperkuat dakwaan jaksa, bahwa operasi untuk menangkap para korban adalah atas perintah Danrem O11/Liliwangsa.

Sidang lanjutan kasus pembunuhan ini, yang terjadi di Beutong Aceh, Aceh Barat, kemarin digelar dengan menghadirkan saksi Letkol Inf Heronimus Guru, komandan Yonif 328 Kostrad, Cilodong, Jawa Barat.

Menurut Heronimus, perintah operasi diungkapkan melalui pertemuan di rumah Danrem 011/Lilawangsa, Kol Inf Syahmil Armen. Nama Danrem ini tak masuk dalam 25 terdakwa yang diadili.

Saat itu, katanya, ''Kami mendapat tugas secara lisan untuk melakukan operasi ke Beutong Ateuh dan menangkap tokoh Gerakan Pengacau Keamanan (GPK), Tgk Bantaqiyah, dan pengikutnya.'' Heronimus mengungkapkan kesaksiannya menjawab pertanyaan Jaksa Penuntut Umum.

Saksi Heronimus, pada operasi di Beutong Ateuh bertindak sebagai komandan pasukan gabungan. Ia hadir di persidangan di Pengadilan Negeri Banda Aceh dengan menggunakan pakaian lengkap Angkatan Darat. Saat bersaksi ia tak diangkat sumpahnya, namun hanya memberikan janji dengan tangan diangkat membentuk huruf V.

Sidang, yang dipimpin Hakim Ketua Ruslan Dahlan dan didampingi empat hakim anggota, juga menghadirkan 25 terdakwa dari militer dan sipil, serta didampingi penasihat hukum dari tim Kostrad dan Kodam Bukit Barisan.

Dengan dakwaan primer jaksa, Pasal 340 jo Pasal 55 KUHP, para terdakwa terancam dijatuhi hukuman mati.

Heronimus mengatakan pada pertemuan tersebut, Danrem 011/Lilawangsa menggambarkan bahwa di Beutong Ateuh terdapat kegiatan GPK kelompok Tgk Bantaqiyah dengan kekuatan 300 orang serta menyimpan 100 pucuk senjata campuran, dan di sana juga ada ranjau-ranjau buatan.

Selanjutnya, kata Heronimus, Danrem memerintahkan kepada Bataliyon Yonif 113/JS menyiapkan pasukan empat SST untuk penyerbuan, Yonif Linud/100 dan Yonif Linud/328 masing-masing satu SST sebagai pasukan penutup.

Pada pertemuan itu, yang juga dihadiri Wadan Yonif Linud 100 dan Dan Yonif Linud 328 serta Letkol Sudjono, kasie Intel Korem 011/Lilawangsa, Danrem memerintahkan agar menangkap Tgk Bantaqiyah dan menemukan sekitar 100 pucuk senjata, kata Heronimus.

Kemudian pada 23 Juli 1999 sekitar pukul 10.00 WIB, pasukan yang dipimpin terdakwa Kapten Inf AY dan pasukan dipimpin Letkol Sudjono tiba di pinggir Desa Blang Meurandeh dengan formasi tiga pleton di depan dan satu pleton di belakang sebagai cadangan.

Pleton satu di bawah pimpinan terdakwa Letda Inf MA bergerak di depan menuju sasaran lokasi Pesantren Tgk Bantaqiyah dan pengikutnya, kemudian dilaporkan kepada Komandan Kompinya terdakwa Kapten AY agar merapat ke lokasi.

Menurut Heronimus, saat itu ia bersama pasukan lainnya berada di seberang sungai sekitar 150 meter dari lokasi pesantren Tgk Bantaqiyah.

Setelah Komandan Kompi Kapten AY merapat ke lokasi langsung berjabatan tangan dengan Tgk Bantaqiyah dan kemudian muncul Letkol Sudjono.

Kemudian Kapten AY, katanya, minta izin kepadanya untuk melaksanakan pemeriksaan terhadap korban dan pengikutnya. ''Setelah pemeriksaan KTP tiba-tiba kami melihat tiga orang dengan membawa senjata tajam mengejar Kapten AY dan mendengar letusan satu-dua kali dari lokasi,'' tutur Heronimus.

Mendengar suara tembakan tersebut, Heronimus memerintahkan Dan Kompi Kapten AY menghentikan tembakan.

Dan akhirnya, kata Heronimus, ia mengetahui suara tembakan itu berasal dari Kapten AY yang terpaksa melakukan tembakan terhadap tiga orang yang mengejarnya hingga tewas. Sedangkan peristiwa selanjutnya, ia mengaku tidak mengetahui karena tidak kelihatan.

Seharusnya, pada sidang kemarin JPU akan menghadirkan dua saksi lainnya dari pihak keluarga, yakni Nur Farisah dan Nur Lia (keduanya istri Tgk Bantaqiyah), namun keduanya tidak bisa hadir.

Persidangan keempat kasus pembantaian Tgk Bantaqiyah itu disaksikan sekitar 100 pengunjung termasuk para wartawan. Selama sidang berlangsung sempat muncul intrupsi dari penasihat hukum, namun tetap dalam suasana tertib.

Seorang pengunjung yang didapati membawa kabel dan bateri serta material elektronik terpaksa tidak diperkenankan masuk dalam pekarangan PN Banda Aceh di Jl Cut Mutia saat sidang berlangsung.

Sepanjang pergelaran sidang, Jl Cut Mutia ditutup bagi kendaraan umum. Dalam sidang keempat tersebut tidak terlihat adanya unjuk rasa, seperti yang terjadi pada sidang pertama dan kedua. Sidang akan dilanjutkan pada Sabtu (29/4) untuk menghadirkan saksi lainnya.

Diterbitkan oleh Republika Online
Hak Cipta © PT Abdi Bangsa 2000