BANDA ACEH -- Seorang saksi pada sidang perkara koneksitas kasus
pembantaian Teungku Bantaqiyah dan 56 pengikutnya memperkuat dakwaan
jaksa, bahwa operasi untuk menangkap para korban adalah atas perintah
Danrem O11/Liliwangsa.
Sidang lanjutan kasus pembunuhan ini, yang terjadi di Beutong Aceh,
Aceh Barat, kemarin digelar dengan menghadirkan saksi Letkol Inf
Heronimus Guru, komandan Yonif 328 Kostrad, Cilodong, Jawa Barat.
Menurut Heronimus, perintah operasi diungkapkan melalui pertemuan di
rumah Danrem 011/Lilawangsa, Kol Inf Syahmil Armen. Nama Danrem ini tak
masuk dalam 25 terdakwa yang diadili.
Saat itu, katanya, ''Kami mendapat tugas secara lisan untuk melakukan
operasi ke Beutong Ateuh dan menangkap tokoh Gerakan Pengacau Keamanan
(GPK), Tgk Bantaqiyah, dan pengikutnya.'' Heronimus mengungkapkan
kesaksiannya menjawab pertanyaan Jaksa Penuntut Umum.
Saksi Heronimus, pada operasi di Beutong Ateuh bertindak sebagai
komandan pasukan gabungan. Ia hadir di persidangan di Pengadilan Negeri
Banda Aceh dengan menggunakan pakaian lengkap Angkatan Darat. Saat
bersaksi ia tak diangkat sumpahnya, namun hanya memberikan janji dengan
tangan diangkat membentuk huruf V.
Sidang, yang dipimpin Hakim Ketua Ruslan Dahlan dan didampingi empat
hakim anggota, juga menghadirkan 25 terdakwa dari militer dan sipil,
serta didampingi penasihat hukum dari tim Kostrad dan Kodam Bukit
Barisan.
Dengan dakwaan primer jaksa, Pasal 340 jo Pasal 55 KUHP, para
terdakwa terancam dijatuhi hukuman mati.
Heronimus mengatakan pada pertemuan tersebut, Danrem 011/Lilawangsa
menggambarkan bahwa di Beutong Ateuh terdapat kegiatan GPK kelompok Tgk
Bantaqiyah dengan kekuatan 300 orang serta menyimpan 100 pucuk senjata
campuran, dan di sana juga ada ranjau-ranjau buatan.
Selanjutnya, kata Heronimus, Danrem memerintahkan kepada Bataliyon
Yonif 113/JS menyiapkan pasukan empat SST untuk penyerbuan, Yonif
Linud/100 dan Yonif Linud/328 masing-masing satu SST sebagai pasukan
penutup.
Pada pertemuan itu, yang juga dihadiri Wadan Yonif Linud 100 dan Dan
Yonif Linud 328 serta Letkol Sudjono, kasie Intel Korem 011/Lilawangsa,
Danrem memerintahkan agar menangkap Tgk Bantaqiyah dan menemukan sekitar
100 pucuk senjata, kata Heronimus.
Kemudian pada 23 Juli 1999 sekitar pukul 10.00 WIB, pasukan yang
dipimpin terdakwa Kapten Inf AY dan pasukan dipimpin Letkol Sudjono tiba
di pinggir Desa Blang Meurandeh dengan formasi tiga pleton di depan dan
satu pleton di belakang sebagai cadangan.
Pleton satu di bawah pimpinan terdakwa Letda Inf MA bergerak di depan
menuju sasaran lokasi Pesantren Tgk Bantaqiyah dan pengikutnya, kemudian
dilaporkan kepada Komandan Kompinya terdakwa Kapten AY agar merapat ke
lokasi.
Menurut Heronimus, saat itu ia bersama pasukan lainnya berada di
seberang sungai sekitar 150 meter dari lokasi pesantren Tgk Bantaqiyah.
Setelah Komandan Kompi Kapten AY merapat ke lokasi langsung
berjabatan tangan dengan Tgk Bantaqiyah dan kemudian muncul Letkol
Sudjono.
Kemudian Kapten AY, katanya, minta izin kepadanya untuk melaksanakan
pemeriksaan terhadap korban dan pengikutnya. ''Setelah pemeriksaan KTP
tiba-tiba kami melihat tiga orang dengan membawa senjata tajam mengejar
Kapten AY dan mendengar letusan satu-dua kali dari lokasi,'' tutur
Heronimus.
Mendengar suara tembakan tersebut, Heronimus memerintahkan Dan Kompi
Kapten AY menghentikan tembakan.
Dan akhirnya, kata Heronimus, ia mengetahui suara tembakan itu
berasal dari Kapten AY yang terpaksa melakukan tembakan terhadap tiga
orang yang mengejarnya hingga tewas. Sedangkan peristiwa selanjutnya, ia
mengaku tidak mengetahui karena tidak kelihatan.
Seharusnya, pada sidang kemarin JPU akan menghadirkan dua saksi
lainnya dari pihak keluarga, yakni Nur Farisah dan Nur Lia (keduanya
istri Tgk Bantaqiyah), namun keduanya tidak bisa hadir.
Persidangan keempat kasus pembantaian Tgk Bantaqiyah itu disaksikan
sekitar 100 pengunjung termasuk para wartawan. Selama sidang berlangsung
sempat muncul intrupsi dari penasihat hukum, namun tetap dalam suasana
tertib.
Seorang pengunjung yang didapati membawa kabel dan bateri serta
material elektronik terpaksa tidak diperkenankan masuk dalam pekarangan
PN Banda Aceh di Jl Cut Mutia saat sidang berlangsung.
Sepanjang pergelaran sidang, Jl Cut Mutia ditutup bagi kendaraan
umum. Dalam sidang keempat tersebut tidak terlihat adanya unjuk rasa,
seperti yang terjadi pada sidang pertama dan kedua. Sidang akan
dilanjutkan pada Sabtu (29/4) untuk menghadirkan saksi lainnya.