Republika Online edisi:
28 Jan 2000

Pertikaian di Maluku Berlanjut, 18 Meninggal di Dua Pulau

AMBON -- Sedikitnya 12 orang meninggal dunia dan belasan lainnya luka berat/ringan akibat pertikaian SARA di Km 8 Desa Waipia dan Pera, Desa Souhoku, Kecamatan Amahai (Maluku Tengah) kemarin. Sementara di Desa Mafa, Kecamatan Mafa, Pulau Halmahera, pertikaian dua kelompok massa menyebabkan sedikitnya enam orang tewas.

Data yang dihimpun Antara Ambon via telepon dari aparat keamanan dan Muspida Maluku Tengah, mengatakan pertikaian itu disulut oleh penyerangan kelompok mayoritas terhadap minoritas sehingga tidak terelakkan terjadinya konflik fisik.

Pertikaian yang sangat meresahkan berbagai pihak itu pun merusakkan satu unit tempat ibadah di Km 7 Desa Waipia dan sejumlah unit rumah penduduk. Apalagi, sebelumnya ada jaminan dari aparat keamanan yang bertugas di kawasan itu.

Khusus penyerangan di Pera, Desa Souhoku diduga salah satu pemimpinnya adalah anggota DPRD Maluku Tengah yakni Drs AR, di mana diinformasikan yang bersangkutan pun meninggal dunia saat pertikaian.

Pangdam XVI/Pattimura, Brigjen Max Tamaela, mengakui adanya pertikaian di Kecamatan Amahai dengan data korban meninggal dunia dua orang dan satu terluka. ''Jadi sekiranya data korban yang didapat wartawan jumlahnya mencapai 12 orang itu bisa-bisa saja karena perkembangan di lapangan,'' kata Pangdam menambahkan.

Pangdam memerintahkan untuk melaksanakan tembak di tempat bagi para oknum perusuh sesuai prosedur hukum sehingga kondisinya bisa terkendali. ''Personel keamanan pun telah berhasil mengamankan sedikitnya 30 orang, di mana mereka tengah menjalani penyidikan di Polres Maluku Tengah. Dengan demikian, bila terbukti bersalah, maka diproses sesuai ketentuan hukum,'' tandas Tamaela.

Sementara itu, di Desa Mafa, Kecamatan Mafa, Pulau Halmahera, telah terjadi penyerangan pada Kamis (26/1) oleh masyarakat transmigrasi Desa Mafa terhadap pengungsi dari Kecamatan Weda, Opa, dan Kane.

''Pertikaian tersebut menyebabkan enam tewas dan 15 luka,'' kata Pangdam. Meski demikian, Pangdam mengatakan kondisi keamanan di Maluku Utara masih terkendali.

Sekda Maluku Tengah, Drs Chris Papilaya, secara terpisah menyesalkan terjadinya pertikaian di Pera, Desa Souhoku, Kecamatan Amahai, karena menghambat berbagai program terobosan kegiatan rehabilitasi konflik.

''Yang pasti, kondisi kota Masohi, ibukota Kabupaten Maluku Tengah, kini dalam kondisi kondusif sehingga masyarakat diimbau tidak terpancing isu dari oknum-oknum tertentu,'' kata Chris.

Sebelumnya, Pangdam XVI Pattimura Brigjen (TNI) Max Tamaela mengungkapkan pertikaian antarkelompok di Pulau Bacan Maluku Utara selama empat hari berturut-turut sejak 23-26 Januari telah menewaskan 49 korban tewas dan 25 lainnya menderita luka.

''Tiap hari sejak 23-26 Januari terjadi penyerangan dengan rincian pada 23 Januari enam tewas, 15 luka; 24 Januari seorang tewas; 25 Januari 13 tewas dan seorang luka; dan 25 Januari 29 tewas dan delapan luka,'' kata Pangdam kepada pers di Ambon kemarin.

Pertikaian empat hari berturut-turut itu, kata Pangdam, akhirnya dapat dikendalikan setelah dikirim satu Kompi Yonif 501 yang didatangkan ke daerah pertikaian.

Namun, jumlah korban yang diungkapkan Tamaela ini ternyata berbeda dengan catatan Posko Keadilan Ternate. Kepada Republika, kepala Posko Ustadz Abdul Gani Kasuba mengidentifikasi jumlah korban kerusuhan Bacan telah menewaskan 60 orang dari warga Muslim. Padahal, kerusuhan di Bacan masih terus berlangsung sampai berita ini dibuat.

''Banyak jatuh korban dari warga Muslim karena mereka tidak memiliki persiapan menghadapi serangan mendadak. Massa penyerang, saya perkirakan berasal dari luar Pulau Bacan sebab jumlahnya terlihat begitu banyak,'' ujar Abdul Gani.

Mengenai penyerangan terhadap warga Muslim Desa Songa Dalam, Bacan, Halmahera Selatan, Senin lalu, yang menewaskan 29 orang, Sultan Bacan Gahral Sjah kepada wartawan di Ternate kemarin mengatakan korban penyerangan tersebut tewas secara mengenaskan.

Berdasarkan informasi dari warga Bacan yang mengungsi ke Ternate, Ismail Hamza, para penyerang tersebut berasal dari tiga desa Kristen yang ada di Bacan; Songa Pantai, Waiahuwa, dan Tawa.

Sementara itu menurut informasi dari Posko Keadilan di Ternate, sebagian massa ''merah'' yang menyerang Desa Songa Dalam tersebut diduga berasal dari Kecamatan Malifut dan Kao di Halmahera Utara.

Aksi pembantaian tersebut menyulut kemarahan umat Islam Bacan. Mereka bergerak menuju ketiga desa Kristen tersebut (Songa Pantai, Waiahuwa, dan Tawa). Rabu malam, bentrokan antara orang-orang Muslim dan massa Kristen akhirnya tak dapat dielakkan. Bentrokan ini terjadi di Desa Babang. Seorang Muslim dikabarkan tewas dalam bentrokan ini.

Habib, salah seorang staf Posko Keadilan di Ternate, mengatakan sekitar 200 mujahid akan berangkat menuju Babang menggunakan jalan laut (sekitar delapan jam perjalanan) pada Kamis sore. Mereka akan memperkuat pasukan Muslim yang ada ada di Bacan.

Bentrokan antara umat Islam dan Kristen di Kecamatan Bacan telah memaksa orang-orang Kristen Bacan, yang merupakan minoritas di wilayah itu (sekitar 20 persen) mengungsi. Sejak Rabu mereka ditampung aparat di kompleks PT Usaha Mina Persero, sebuah perusahaan perikanan milik pemerintah yang beroperasi di Desa Panambuang, Bacan.

Hingga kemarin terdapat sekitar 300-an umat Kristiani yang berlindung di tempat itu. Mereka berasal dari beberapa desa yang terdapat di Bacan, yakni Panambuang, Tuokona, Tomori, dan Labuha. Mereka meminta aparat agar mereka segera dievakuasi dari Bacan. Kompleks usaha perikanan tersebut kini dijaga oleh sekitar satu pleton tentara (sekitar 30 orang).

Sebelum diungsikan ke kompleks PT Usaha Mina, umat Kristen Bacan tersebut ditampung di kompleks PLN Bacan. Namun karena dirasa tidak aman, aparat akhirnya memindahkan mereka ke kompleks PT Usaha Mina.

Menurut Ismail Hamza, tragedi yang terjadi di Bacan ini merupakan kelanjutan dari peristiwa terbakarnya sebuah rumah milik seorang warga Kristen di Labuha, ibukota Kecamatan Bacan, Senin dinihari. Belum diketahui apa penyebab terjadinya kebakaran ini.

Tak beberapa lama setelah peristiwa tersebut, sebuah bom rakitan meledak di halaman Pesantren Al-Hairat yang juga terdapat di Labuha. Peristiwa ini, serta kejadian terbakarnya sebuah rumah milik warga Kristen, tidak sampai memakan korban jiwa.

Aksi peledakan bom di halaman pesantren membuat umat Islam Labuha naik pitam. Mereka mengira warga Kristen berusaha membom pesantren. Selanjutnya, Senin siang, mereka merusak dua buah gereja yang terdapat di Labuha. Namun, menurut Hamza, waktu itu umat Muslim hanya merusak perabotan yang terdapat di dalam gereja.

Aksi perusakan gereja ini ternyata membuat orang-orang Kristen yang terdapat di tiga desa Kristen di Bacan menjadi marah (yakni Desa Songa Pantai, Waiahuwa, dan Tawai). Mereka akhirnya bergabung dan menyerang warga Muslim yang berada di Desa Songa Dalam, sebuah desa yang letaknya agak jauh dari desa-desa Muslim lainnya di Bacan. Saat penyerangan terjadi diperkiraan umat Muslim yang berada di desa itu berjumlah 60 orang.

Sultan Bacan Gahral Sjah yang ditemui wartawan di Bandara Ternate Sultan Babullah saat baru tiba dari Jakarta kemarin, mengatakan sekat yang dilakukan TNI atas kerusuhan yang terjadi di Halmahera Utara ternyata telah bocor. ''Rupanya mereka telah turun ke Halmahera Selatan dan menyeberang ke Bacan Timur.''

Menurutnya, kejadian terbakarnya sebuah rumah warga Kristen dan peledakan bom di Pesantren Al-Hairat di Labuhan merupakan ulah provokator yang berasal dari luar Bacan. ''Orang Bacan itu rukun. Itu kan dari Halmahera turun, sekatnya bocor, sehingga turun ke Halmahera Selatan. Dari Halmahera Selatan menyeberang ke Bacan kan dekat sekali.''

Sultan mengatakan, langkah paling konkret yang harus dilakukan pertama kali adalah mengurus para pengungsi. ''Kita tidak melihat agama. Kalau masalah pengungsi sudah beres berarti satu langkah telah dilakukan.''

Gahrar mengatakan jika belajar dari pengalaman sebelumnya, kesalahan yang dilakukan adalah keterlambatan mengurus pengungsi atau yang menderita. ''Kalau ini sudah dilakukan maka langkah selanjutnya, yakni rehabilitasi, akan menjadi lebih mudah.''

Menurut Gahrar, saat ini kondisi Bacan mulai terisolasi. ''Hari ini (kemarin --Red) kapal terakhir sudah meninggalkan Bacan''. Sementara itu, sudah sekitar lima bulan warga Bacan, yang berjumlah sekitar 65 ribu jiwa, tidak bisa menerima telepon dari luar, namun masih bisa melakukan hubungan telepon ke luar Bacan.

Pertikaian di Air Salobar

Sementara itu, aparat keamanan kembali berhasil menggagalkan pertikaian wilayah Air Salobar, Ambon, dengan membubarkan massa dari kampung Batu Gantung, Kuda Mati, dan Benteng Atas yang mencoba melakukan penyerangan ke Kampung Pohon Mangga.

''Upaya penyerangan itu terjadi pada Rabu malam sekitar pukul 23.00 WIT, tetapi akhirnya dapat dibubarkan oleh petugas yang memang berjaga di kawasan tersebut,'' kata Kapendam XVI Pattimura Letkol Iwa Budiman kepada Antara di Ambon kemarin.

Menurut dia, aparat keamanan terpaksa memberikan tembakan peringatan kepada kelompok massa agar segera kembali ke kampungnya. ''Tidak ada korban jiwa atau luka dalam kejadian tersebut,'' katanya.

Menurut Sekretaris Pokja MUI Maluku, Malik Selang, warga dari berbagai desa Kristen tersebut berkonsentrasi di kawasan Taman Makmur sejak pukul 21.00. Kemudian menggempur Kampung Air Salobar dari berbagai jurusan. Kampung Air Salobar adalah kantong warga Muslim yang tertutup atau diapit oleh desa-desa Kristen. Untuk berkomunikasi dengan dunia luar, warga harus menggunakan speed boat. Jalur komunikasi juga terputus dan hanya mengandalkan handy talky dan handphone.

Diterbitkan oleh Republika Online
Hak Cipta © PT Abdi Bangsa 2000