AMBON -- Sedikitnya 12 orang meninggal dunia dan belasan lainnya
luka berat/ringan akibat pertikaian SARA di Km 8 Desa Waipia dan Pera,
Desa Souhoku, Kecamatan Amahai (Maluku Tengah) kemarin. Sementara di
Desa Mafa, Kecamatan Mafa, Pulau Halmahera, pertikaian dua kelompok
massa menyebabkan sedikitnya enam orang tewas.
Data yang dihimpun Antara Ambon via telepon dari aparat
keamanan dan Muspida Maluku Tengah, mengatakan pertikaian itu disulut
oleh penyerangan kelompok mayoritas terhadap minoritas sehingga tidak
terelakkan terjadinya konflik fisik.
Pertikaian yang sangat meresahkan berbagai pihak itu pun merusakkan
satu unit tempat ibadah di Km 7 Desa Waipia dan sejumlah unit rumah
penduduk. Apalagi, sebelumnya ada jaminan dari aparat keamanan yang
bertugas di kawasan itu.
Khusus penyerangan di Pera, Desa Souhoku diduga salah satu
pemimpinnya adalah anggota DPRD Maluku Tengah yakni Drs AR, di mana
diinformasikan yang bersangkutan pun meninggal dunia saat pertikaian.
Pangdam XVI/Pattimura, Brigjen Max Tamaela, mengakui adanya
pertikaian di Kecamatan Amahai dengan data korban meninggal dunia dua
orang dan satu terluka. ''Jadi sekiranya data korban yang didapat
wartawan jumlahnya mencapai 12 orang itu bisa-bisa saja karena
perkembangan di lapangan,'' kata Pangdam menambahkan.
Pangdam memerintahkan untuk melaksanakan tembak di tempat bagi para
oknum perusuh sesuai prosedur hukum sehingga kondisinya bisa terkendali.
''Personel keamanan pun telah berhasil mengamankan sedikitnya 30 orang,
di mana mereka tengah menjalani penyidikan di Polres Maluku Tengah.
Dengan demikian, bila terbukti bersalah, maka diproses sesuai ketentuan
hukum,'' tandas Tamaela.
Sementara itu, di Desa Mafa, Kecamatan Mafa, Pulau Halmahera, telah
terjadi penyerangan pada Kamis (26/1) oleh masyarakat transmigrasi Desa
Mafa terhadap pengungsi dari Kecamatan Weda, Opa, dan Kane.
''Pertikaian tersebut menyebabkan enam tewas dan 15 luka,'' kata
Pangdam. Meski demikian, Pangdam mengatakan kondisi keamanan di Maluku
Utara masih terkendali.
Sekda Maluku Tengah, Drs Chris Papilaya, secara terpisah menyesalkan
terjadinya pertikaian di Pera, Desa Souhoku, Kecamatan Amahai, karena
menghambat berbagai program terobosan kegiatan rehabilitasi konflik.
''Yang pasti, kondisi kota Masohi, ibukota Kabupaten Maluku Tengah,
kini dalam kondisi kondusif sehingga masyarakat diimbau tidak terpancing
isu dari oknum-oknum tertentu,'' kata Chris.
Sebelumnya, Pangdam XVI Pattimura Brigjen (TNI) Max Tamaela
mengungkapkan pertikaian antarkelompok di Pulau Bacan Maluku Utara
selama empat hari berturut-turut sejak 23-26 Januari telah menewaskan 49
korban tewas dan 25 lainnya menderita luka.
''Tiap hari sejak 23-26 Januari terjadi penyerangan dengan rincian
pada 23 Januari enam tewas, 15 luka; 24 Januari seorang tewas; 25
Januari 13 tewas dan seorang luka; dan 25 Januari 29 tewas dan delapan
luka,'' kata Pangdam kepada pers di Ambon kemarin.
Pertikaian empat hari berturut-turut itu, kata Pangdam, akhirnya
dapat dikendalikan setelah dikirim satu Kompi Yonif 501 yang didatangkan
ke daerah pertikaian.
Namun, jumlah korban yang diungkapkan Tamaela ini ternyata berbeda
dengan catatan Posko Keadilan Ternate. Kepada Republika, kepala
Posko Ustadz Abdul Gani Kasuba mengidentifikasi jumlah korban kerusuhan
Bacan telah menewaskan 60 orang dari warga Muslim. Padahal, kerusuhan di
Bacan masih terus berlangsung sampai berita ini dibuat.
''Banyak jatuh korban dari warga Muslim karena mereka tidak memiliki
persiapan menghadapi serangan mendadak. Massa penyerang, saya perkirakan
berasal dari luar Pulau Bacan sebab jumlahnya terlihat begitu banyak,''
ujar Abdul Gani.
Mengenai penyerangan terhadap warga Muslim Desa Songa Dalam, Bacan,
Halmahera Selatan, Senin lalu, yang menewaskan 29 orang, Sultan Bacan
Gahral Sjah kepada wartawan di Ternate kemarin mengatakan korban
penyerangan tersebut tewas secara mengenaskan.
Berdasarkan informasi dari warga Bacan yang mengungsi ke Ternate,
Ismail Hamza, para penyerang tersebut berasal dari tiga desa Kristen
yang ada di Bacan; Songa Pantai, Waiahuwa, dan Tawa.
Sementara itu menurut informasi dari Posko Keadilan di Ternate,
sebagian massa ''merah'' yang menyerang Desa Songa Dalam tersebut diduga
berasal dari Kecamatan Malifut dan Kao di Halmahera Utara.
Aksi pembantaian tersebut menyulut kemarahan umat Islam Bacan. Mereka
bergerak menuju ketiga desa Kristen tersebut (Songa Pantai, Waiahuwa,
dan Tawa). Rabu malam, bentrokan antara orang-orang Muslim dan massa
Kristen akhirnya tak dapat dielakkan. Bentrokan ini terjadi di Desa
Babang. Seorang Muslim dikabarkan tewas dalam bentrokan ini.
Habib, salah seorang staf Posko Keadilan di Ternate, mengatakan
sekitar 200 mujahid akan berangkat menuju Babang menggunakan jalan laut
(sekitar delapan jam perjalanan) pada Kamis sore. Mereka akan memperkuat
pasukan Muslim yang ada ada di Bacan.
Bentrokan antara umat Islam dan Kristen di Kecamatan Bacan telah
memaksa orang-orang Kristen Bacan, yang merupakan minoritas di wilayah
itu (sekitar 20 persen) mengungsi. Sejak Rabu mereka ditampung aparat di
kompleks PT Usaha Mina Persero, sebuah perusahaan perikanan milik
pemerintah yang beroperasi di Desa Panambuang, Bacan.
Hingga kemarin terdapat sekitar 300-an umat Kristiani yang berlindung
di tempat itu. Mereka berasal dari beberapa desa yang terdapat di Bacan,
yakni Panambuang, Tuokona, Tomori, dan Labuha. Mereka meminta aparat
agar mereka segera dievakuasi dari Bacan. Kompleks usaha perikanan
tersebut kini dijaga oleh sekitar satu pleton tentara (sekitar 30
orang).
Sebelum diungsikan ke kompleks PT Usaha Mina, umat Kristen Bacan
tersebut ditampung di kompleks PLN Bacan. Namun karena dirasa tidak
aman, aparat akhirnya memindahkan mereka ke kompleks PT Usaha Mina.
Menurut Ismail Hamza, tragedi yang terjadi di Bacan ini merupakan
kelanjutan dari peristiwa terbakarnya sebuah rumah milik seorang warga
Kristen di Labuha, ibukota Kecamatan Bacan, Senin dinihari. Belum
diketahui apa penyebab terjadinya kebakaran ini.
Tak beberapa lama setelah peristiwa tersebut, sebuah bom rakitan
meledak di halaman Pesantren Al-Hairat yang juga terdapat di Labuha.
Peristiwa ini, serta kejadian terbakarnya sebuah rumah milik warga
Kristen, tidak sampai memakan korban jiwa.
Aksi peledakan bom di halaman pesantren membuat umat Islam Labuha
naik pitam. Mereka mengira warga Kristen berusaha membom pesantren.
Selanjutnya, Senin siang, mereka merusak dua buah gereja yang terdapat
di Labuha. Namun, menurut Hamza, waktu itu umat Muslim hanya merusak
perabotan yang terdapat di dalam gereja.
Aksi perusakan gereja ini ternyata membuat orang-orang Kristen yang
terdapat di tiga desa Kristen di Bacan menjadi marah (yakni Desa Songa
Pantai, Waiahuwa, dan Tawai). Mereka akhirnya bergabung dan menyerang
warga Muslim yang berada di Desa Songa Dalam, sebuah desa yang letaknya
agak jauh dari desa-desa Muslim lainnya di Bacan. Saat penyerangan
terjadi diperkiraan umat Muslim yang berada di desa itu berjumlah 60
orang.
Sultan Bacan Gahral Sjah yang ditemui wartawan di Bandara Ternate
Sultan Babullah saat baru tiba dari Jakarta kemarin, mengatakan sekat
yang dilakukan TNI atas kerusuhan yang terjadi di Halmahera Utara
ternyata telah bocor. ''Rupanya mereka telah turun ke Halmahera Selatan
dan menyeberang ke Bacan Timur.''
Menurutnya, kejadian terbakarnya sebuah rumah warga Kristen dan
peledakan bom di Pesantren Al-Hairat di Labuhan merupakan ulah
provokator yang berasal dari luar Bacan. ''Orang Bacan itu rukun. Itu
kan dari Halmahera turun, sekatnya bocor, sehingga turun ke Halmahera
Selatan. Dari Halmahera Selatan menyeberang ke Bacan kan dekat sekali.''
Sultan mengatakan, langkah paling konkret yang harus dilakukan
pertama kali adalah mengurus para pengungsi. ''Kita tidak melihat agama.
Kalau masalah pengungsi sudah beres berarti satu langkah telah
dilakukan.''
Gahrar mengatakan jika belajar dari pengalaman sebelumnya, kesalahan
yang dilakukan adalah keterlambatan mengurus pengungsi atau yang
menderita. ''Kalau ini sudah dilakukan maka langkah selanjutnya, yakni
rehabilitasi, akan menjadi lebih mudah.''
Menurut Gahrar, saat ini kondisi Bacan mulai terisolasi. ''Hari ini
(kemarin --Red) kapal terakhir sudah meninggalkan Bacan''. Sementara
itu, sudah sekitar lima bulan warga Bacan, yang berjumlah sekitar 65
ribu jiwa, tidak bisa menerima telepon dari luar, namun masih bisa
melakukan hubungan telepon ke luar Bacan.
Pertikaian di Air Salobar
Sementara itu, aparat keamanan kembali berhasil menggagalkan
pertikaian wilayah Air Salobar, Ambon, dengan membubarkan massa dari
kampung Batu Gantung, Kuda Mati, dan Benteng Atas yang mencoba melakukan
penyerangan ke Kampung Pohon Mangga.
''Upaya penyerangan itu terjadi pada Rabu malam sekitar pukul 23.00
WIT, tetapi akhirnya dapat dibubarkan oleh petugas yang memang berjaga
di kawasan tersebut,'' kata Kapendam XVI Pattimura Letkol Iwa Budiman
kepada Antara di Ambon kemarin.
Menurut dia, aparat keamanan terpaksa memberikan tembakan peringatan
kepada kelompok massa agar segera kembali ke kampungnya. ''Tidak ada
korban jiwa atau luka dalam kejadian tersebut,'' katanya.
Menurut Sekretaris Pokja MUI Maluku, Malik Selang, warga dari
berbagai desa Kristen tersebut berkonsentrasi di kawasan Taman Makmur
sejak pukul 21.00. Kemudian menggempur Kampung Air Salobar dari berbagai
jurusan. Kampung Air Salobar adalah kantong warga Muslim yang tertutup
atau diapit oleh desa-desa Kristen. Untuk berkomunikasi dengan dunia
luar, warga harus menggunakan speed boat. Jalur komunikasi juga
terputus dan hanya mengandalkan handy talky dan handphone.