Republika Online edisi:
31 Jan 2000

Pengungsi Muslim di Galela makin Terkurung

TERNATE -- Tokoh masyarakat Maluku Utara, Abdul Gani Hasan, mengimbau petinggi TNI dan Polri untuk segera membuka isolasi atas Desa Soasio, Galela. Dia mencemaskan nasib warga Muslim desa tersebut yang kian terkurung, sementara sejak Kamis (27/1), Soasio diserang dari lima penjuru.

Para pengungsi di desa tersebut dikabarkan dalam kondisi memprihatinkan. Mereka yang umumnya perempuan dan anak-anak itu kian terdesak ke pinggir laut. ''Di sana hanya ada empat dokter dari Tim Mer-C (Medical Emergency Rescue Committee). Persediaan obat-obatan semakin tipis,'' ujar Abdul Gani.

Dokter yang masih bertahan adalah dr Yose Rizal Jurnalis, dr Indragiri, dr Yogi, dan dr Herman. Ahad siang kemarin, Abdul Gani menerima informasi terakhir Galela dari dr Wahyu Widodo yang bertugas di Ternate dan telah berkomunikasi melalui radio single side band dengan dr Yose Rizal.

Lewat komunikasi SSB pukul 09.30, dr Yose Rizal menyatakan umat Islam di Galela makin terdesak akibat penyerangan yang dilakukan kelompok merah. Penyerangan kelompok tersebut melibatkan belasan ribu orang melalui lima penjuru mata angin. Sementara kelompok putih Muslim, termasuk wanita dan anak-anak, berjumlah sekitar 10 ribu orang, ditambah ratusan anggota pasukan jihad.

Menurut Abdul Gani, logistik bagi tim dokter, pasukan mujahidin fii sabilillah, dan para pengungsi juga semakin tipis. ''Kini hitungan pertahanan secara jasmani dan psikis tinggal hitungan jam saja,'' kata Ketua Umum Forum Komunikasi Umat Beragama Maluku Utara itu.

Para pengungsi, lanjutnya, kini dalam keadaan lemah dan sudah hampir putus asa. Mereka hanya bisa melihat ke arah laut, namun tak ada jua kapal yang berlabuh. Pemda Ternate dikabarkan bakal mengirim kapal perang Mandar 514 TNI AL untuk menjemput dan menambah personel keamanan. Namun, yang dinanti tak kunjung tiba.

Karena tak ada kapal, tenaga tim medis Mer-C dan sukarealwan sosial yang membawa sembako dan obat-obatan pun akhirnya tak bisa memasuki Soasio. Dikabarkan, kapal perang tersebut memang belum diizinkan berlabuh oleh sejumlah pejabat di Ternate.

Abdul Gani memohon kesediaan pimpinan ormas Islam, pesantren, dan tokoh Islam, untuk menekan pemerintah pusat agar mengirimkan bantuan kemanusiaan ke Galela. Pembukaan isolasi, menurutnya, akan mencegah terjadinya aksi pembantaian.

Dia juga mengungkapkan sekitar 400 KK yang lari menyelamatkan diri ke hutan Papilo, dekat Desa Soasio dan perbatasan Tobelo, sampai kemarin sore belum bisa dievakuasi. Jika aparat keamanan yang jumlahnya hanya 400 orang dikerahkan untuk mengevakuasi, dikhawatirkan pertahanan Desa Soasio akan jebol.

Menurut dr Wahyu Widodo, aparat sejumlah itu berasal dari Batalyon 512 Marabunta. Namun, jumlahnya berkurang karena sebagian dikirim ke Pulau Morotai. ''Mengingat besarnya jumlah kelompok merah yang menyerang Galela, dikhawatirkan pertahanan Muslim Galela dan aparat yang ada akan kewalahan,'' urai Wahyu mengutip Yose Rizal.

Kondisi kian buruk akibat terputusnya segala komunikasi. Transportasi laut terhitung jauh, sekitar 120 mil. Sementara jalur darat sudah tak bisa dilalui karena sudah dikuasai pasukan merah.

Saat ini, kaum Muslimin di Maluku Utara hanya mampu berdoa qunut nazilah, memohon umat Islam di hutan Popilo diselamatkan Allah. ''Kami berharap masih ada orang di Jawa yang bersedia mendengar jeritan hati Muslimin Maluku Utara yang sedang berjihad melawan pemberontak RMS, sehingga membuka isolasi daerah Galela dan Tobelo,'' ujar Abdul Gani.

Sementara itu dilaporkan pula, pasukan mujahidin Sabtu (29/1) malam mengalami serangan di daerah Akelamo Kao, Kec Jailolo, Halmahera, Maluku Utara. Sejumlah warga Muslim menjadi korban penembakan senjata canggih dari arah bukit tambang emas Barnabas.

Korban bertambah

Secara terpisah, Gubernur Maluku Utara Surasmin mengakui korban tewas akibat kerusuhan bernuansa SARA di Maluku Utara yang hingga 25 Januari lalu dilaporkan 1.655 orang, kini bertambah lagi menyusul kerusuhan serupa di Pulau Bacan dan Kec Gane Timur, Selasa pekan lalu.

''Korban tewas di Maluku Utara bertambah 37 orang, yaitu dari Pulau Bacan 29 orang dan Gane Timur delapan orang, serta puluhan lainnya luka berat dan ringan,'' kata Gubernur Surasmin seperti dikutip Kepala Biro Humas Maluku Utara, Drs Adjuan Gafur, di Ternate, Ahad.

Menurut Gubernur, kerusuhan yang merembet ke kawasan bagian timur Pulau Halmahera dan Pulau Bacan, Selasa pekan lalu, mengakibatkan korban bertambah dari 1.655 menjadi 1.692 jiwa, hingga 30 Januari 2000. ''Ini merupakan laporan sementara yang kami terima dari para camat maupun aparat keamanan di Ternate,'' katanya.

Namun, kedua daerah itu telah kembali normal setelah aparat keamanan mengerahkan satu kompi TNI dari Batalyon 511 Brawijaya ke Pulau Bacan dan dua satuan setingkat peleton ke Kecamatan Gane Timur.

Pemda Maluku Utara pada Ahad mengevakuasi sekitar 1.000 jiwa lebih pengungsi yang kini masih berada di Labuha dan di kompleks Pusat Pendaratan Ikan (PPI) di Desa Penambuan Kecamatan Bacan, kata Adjuan Gafur.

Menurut Pangdam XVI/Pattimura Brigjen TNI Max Tamaela, sedikitnya 400-an dari total 2.500 pengungsi yang ada di Pulau Bacan, Provinsi Maluku Utara, dievakuasi dengan menggunakan Kapal Negara (KN) Mayang yang dikirimkan Pemda Maluku, menyusul pertikaian di wilayah itu 26 Januari lalu.

''Sebagian besar pengungsi masih tertinggal di Desa Babang dan Tumorang, Pulau Bacan, sehingga dibutuhkan kapal tambahan untuk mengangkut mereka ke luar dari lokasi pertikaian itu,'' katanya kepada watawan di Ambon, Ahad.

Pangdam Tamaela yang juga menjabat Komandan Bantuan Militer (Banmil) Penyelenggaraan Keamanan dan Ketertiban Umum (Kamtibum) di Maluku dan Maluku Utara itu, mengatakan telah meminta Lanal Maluku Utara untuk membantu menyediakan transportasi untuk mengevakuasi sisa pengungsi.

Menurut Adjuan Gafur, kerugian harta benda akibat kerusuhan berkepanjangan di Maluku Utara masih sulit dihitung, karena kondisinya belum memungkinkan untuk menghitung kerugian seiring dengan masih bergolaknya beberapa tempat.

Menurut Adjuan Gafur, hal yang cukup memprihatinkan adalah masalah ekonomi, yang keadaannya bertambah buruk di mana persediaan kebutuhan bahan pokok semakin berkurang dan harganya cukup mahal.

Puluhan pengusaha swasta nasional yang menanamkan modalnya di sekitar Pulau Halmahera dan Ternate, sejak pecahnya kerusuhan telah pergi meninggalkan investasinya. Bahkan, beberapa pengusaha di antaranya kini berancang-ancang untuk memindahkan investasinya ke daerah lain yang dianggap relatif lebih aman.

Bantuan

Panglima TNI Laksamana Widodo AS memberikan bantuan Rp 100 juta kepada pengungsi korban kerusuhan di Pulau Halmahera Utara, yang kini dievakuasi ke Kota Madya Ternate (Maluku Utara) sejak Desember lalu itu.

''Bantuan tersebut diserahkan melalui Gubernur Maluku Utara, Surasmin, pada saat Panglima TNI bersama sejumlah perwira tinggi TNI dan Polri berkunjung ke Ternate dan Pulau Morotai beberapa waktu lalu,'' kata Kabiro Humas Maluku Utara Drs Adjuan Gafur, di Ternate, Ahad.

Selain dari Panglima TNI, Mendagri juga memberikan bantuan sebesar Rp 700 juta yang diserahkan dalam dua tahap yakni tahap pertama Rp 500 juta, kemudian menyusul Rp 200 juta.

Pemda Provinsi Sulawesi Selatan juga telah mengirimkan bantuannya kepada masyarakat pengungsi dari Pulau Halmahera Utara di Kota Madya Ternate, berupa 100 ton beras dan kebutuhan pokok sehari-hari. ''Pemda Sulsel juga akan mengirim 12 tenaga dokter guna membantu dan menolong para pasien korban kerusuhan yang kini dirawat di RSU Ternate,'' kata Adjuan.

Diterbitkan oleh Republika Online
Hak Cipta © PT Abdi Bangsa 2000