JAKARTA -- Pada malam terjadinya peristiwa Tanjung Priok, 12
September 1984, budayawan Dr Abdul Hadi WM melihat banyak orang yang
terluka diangkut dengan dua buah truk ke Rumah Sakit Tugu, Jakarta
Utara. Dia mendengar suara jeritan dan teriakan kesakitan.
''Malam itu, sekitar pukul 21.00 atau 22.00 WIB saya berada di RS
Tugu, menunggui anak saya yang sakit. Tiba-tiba, ada dua buah truk
datang ke RS itu. Saya terkejut, dari atas truk diturunkan banyak tubuh
manusia. Jumlahnya banyak sekali. Saya tidak tahu persis mana yang
terbunuh atau yang terluka,'' kata Abdul Hadi kepada Republika di
Jakarta, kemarin.
Ketika melihat banyak tubuh manusia diturunkan dari truk, Abdul Hadi
bertanya kepada penjaga keamanan RS Tugu, apa yang terjadi. Tapi,
penjaga keamanan itu hanya bungkam. ''Dan saya melihat wajah mereka
ketakutan,'' ujarnya.
''Suasana sekitar Priok malam itu memang sangat mencekam. Sepulang
dari RS Tugu, kami kesulitan mendapat kendaraan. Beberapa hari kemudian,
ketika saya tanya soal peristiwa Priok kepada para korban, mereka
menyatakan dibawa ke RS Tugu dengan cara ditumpuk begitu saja di atas
truk,'' kata penyair terkemuka itu.
Abdul Hadi tidak termasuk salah satu saksi yang diminta keterangannya
oleh Komisi Penyelidikan dan Pemeriksaan Pelanggaran HAM kasus Tanjung
Priok (KP3T). ''Bila saya diminta datang, saya akan penuhi. Saya siap
jadi saksi. Saya pun berharap Komnas HAM bisa bersikap fair
mengusut kasus Priok ini,'' kata mantan anggota Dewan Kesenian Jakarta
(DKJ) itu.
Sekjen Komnas HAM Asmara Nababan mempersilakan siapa pun memberi
kesaksian untuk mengungkap semua kebenaran kasus Priok. ''Walaupun dari
segi jadwal, orang-orang yang perlu dimintai keterangan sudah kami
panggil, bukan berarti ditutup kemungkinan memanggil yang lain. Siapa
saja jika memiliki informasi penting, silakan memberikan keterangan. Itu
sangat kami harapkan,'' tutur Asmara kepada Republika kemarin.
Sampai hari ini, KP3T telah memanggil 39 orang saksi dari unsur TNI,
54 orang saksi dan keluarga korban, serta 16 orang dari unsur Polri.
Menurut rencana masih ada enam orang lagi saksi yang akan dipanggil, di
antaranya anggota DPR RI Hartono Mardjono dan Ketua LBH Jakarta Apong
Herlina.
Tentang jumlah korban tragedi Priok, sampai saat ini Ketua KP3T Djoko
Soegianto, belum dapat memastikan. Menurutnya, berdasarkan data
sementara -- antara lain dari kesaksian petugas RSPAD -- terdapat 23
korban tewas, 68 korban luka-luka, ditambah delapan korban dari
masyarakat [yang tak terkait dengan peristiwa].
Jumlah yang disebutkan Djoko itu sama dengan kesaksian Jenderal
(Purn) Try Sutrisno pekan lalu. Angka itu berbeda dengan keterangan
Jenderal (Purn) Leonardus Benny Moerdani. Panglima ABRI ketika kasus itu
meletus menyebutkan bahwa jumlah korban tewas 18 orang.
Terkait jumlah korban itu, ada informasi baru dari Bejo Sumawita.
Dalam suratnya kepada Ketua Solidaritas Nasional untuk Korban Tanjung
Priok (Sontak) Syarifien Maloko, Bejo -- yang ketika tragedi itu
bertugas menerbangkan helikopter yang membawa mayat korban --
menyebutkan sekitar 345 mayat diangkut dengan helikopter ke Kepulauan
Seribu. Mayat itu ditempatkan dalam jaring.
Keterangan itu disampaikan Bejo melalui surat tertanggal 28 Mei 1988,
yang diterima Syarifien pada Juni 1998. Surat itu mencantumkan alamat
lengkap Bejo.
Syarifien, yang dipenjarakan setelah tragedi Priok, menyatakan dalam
sepekan ke depan Bejo diharapkan dapat memberikan kesaksiannya. ''Saya
punya keyakinan, Bejo akan bersedia memberikan kesaksiannya. Saya memang
harus berhati-hati. Sebab, kemungkinan dia akan mendapat teror memang
cukup besar,'' kata Syarifien kemarin. ''Sikap hati-hati ini saya ambil
belajar dari pengalaman para korban Priok yang tetap saja terkena
teror.''
Menurut Syarifien, hingga kini pihaknya terus kebanjiran permintaan
dari berbagai pihak yang ingin memberikan kesaksian pada kasus Priok.
Bahkan, rencananya dalam beberapa hari ke depan selain Bejo ada juga
beberapa orang yang menyatakan siap memberikan kesaksian. ''Kewajiban
saya sekarang adalah melindungi mereka. Kami pun paham bahwa persoalan
Priok memang sangat kental warna politiknya,'' ujar Syarifien.
Ihwal kinerja KP3T, anggota DPRD DKI dari Partai Bulan Bintang itu
menyatakan belum maksimal. Ini terlihat, misalnya, soal metode dan
standar pertanyaan yang mereka ajukan.
''Contohnya begini. Apa maksud KP3T meminta korban Priok menunjukkan
kuburan. Seharusnya yang ditanya itu bukan mereka, melainkan tentara
yang menembaknya. Inilah janggalnya. LB Moerdani dan Try Sutrisno
sendiri mengakuinya. Jadi tanya saja kepada mereka,'' ujar Syarifien.
uba/osa