Setelah berbagai tuntutan masyarakat agar pemerintah dan Komnas
HAM serius menangani penyelesaian peristiwa Tanjung Priok yang meletus
16 tahun lalu, akhirnya pada Maret 2000 tuntutan itu terjawab. Rapat
pleno Komnas HAM tanggal 29 Februari 2000 memutuskan membentuk KPP HAM
Tanjung Priok.
Pada 7 Maret 2000 terbentuklah KPP HAM Tanjung Priok, dipimpin
langsung Ketua Komnas HAM Djoko Soegianto. Wakil ketuanya adalah Albert
Hasibuan. Dalam tiga bulan komisi ini diberi tugas untuk mengumpulkan
data tentang kejadian di Jakarta Utara itu. Sambutan positif terutama
datang dari keluarga korban peristiwa Tanjung Priok. Pembentukan ini
dianggap sebagai wujud kepedulian Komnas HAM terhadap tuntutan di
masyarakat, terutama dari kalangan Islam. Meski demikian, tak urung
kritik menerpa juga.
Komposisi keanggotaan komisi ini dipandang belum cukup representatif.
Koalisi Kasus Priok, misalnya, meminta Komnas HAM memasukkan orang luar
Komnas HAM -- seperti yang dilakukan dalam KPP HAM Timtim -- dalam
keanggotaan KPP HAM Priok. Orang luar yang diusulkan adalah Hartono
Mardjono (anggota DPR dari Partai Bulan Bintang), serta Irianto Subiakto
dan Ahmad Yani (keduanya praktisi hukum).
Mengenai hal ini, Ketua Komnas HAM kemudian menyatakan bahwa dengan
dibatalkannya Perpu No 1/1999 tentang Pengadilan HAM, maka Komnas HAM
tidak boleh mengangkat anggotanya secara ad hoc. Artinya komisi
yang dibentuk Komnas HAM harus beranggotakan orang Komnas HAM sendiri.
Sebelumnya ada orang luar dalam keanggotaan KPP HAM yaitu Apong Herlina
(Direktur LBH-Jakarta), tetapi yang bersangkutan kemudian menolak.
Keanggotaan KPP HAM kemudian diubah. Dalam SK yang baru ini, wakil ketua
dijabat BN Marbun dengan sekretaris Lies Soegondo. Kendati
keanggotaannya diprotes berbagai pihak, Djoko Soegianto menyatakan akan
terus bekerja mengumpulkan data untuk memenuhi tenggat waktu yang
ditentukan. Anggota KPP HAM TP yang lain adalah M Salim, Charles
Himawan, Aisyah Amini, Mayjen (Purn) Syamsuddin, dan Mayjen (Purn)
Syafruddin Bahar.
Hingga kini sorotan terhadap KPP HAM TP tak pernah surut. Orang
menantikan 'keberanian' KPP HAM TP untuk memeriksa dua orang mantan
petinggi TNI yang dianggap bertanggung jawab atas terjadinya bentrokan
antara aparat dan massa dalam kasus Priok, yaitu Try Soetrisno dan LB
Moerdani. Try Soetrisno ketika itu adalah Pangdam V Jaya, sedang LB
Moerdani adalah Panglima ABRI merangkap Pangkopkamtib.
Mulyana W Kusumah pernah mengomentari kinerja kerja KPP HAM TP.
Menurut Mulyana, kinerja KPP HAM TP belum seefektif KPP HAM Timtim.
Penyebabnya adalah masih lemahnya landasan hukum akibat belum adanya UU
tentang HAM. Selain itu, kasusnya dinilai bersifat lokal sehingga tidak
ada tekanan dari dunia internasional. Senada dengan Mulyana, Direktur
PBHI Hendardi melihat perlunya tekanan domestik yang kuat agar kerja KPP
HAM TP bisa efektif.
Ketika masa pemerintahan BJ Habibie, Komnas HAM sebenarnya sudah
pernah mengeluarkan rekomendasi mengenai kasus Tanjung Priok. Ketika itu
Komnas HAM masih dipimpin oleh Marzuki Darusman. Rekomendasi Komnas HAM
yang tertuang dalam SK No 661/TUA/III/1999 tertanggal 9 Maret 1999
adalah (1) Meminta pemerintah untuk menjelaskan kepada masyarakat secara
transparan apa yang sebenarnya terjadi, (2) Meminta kepada pemerintah
untuk membantu korban dan keluarganya berupa santunan yaitu ganti rugi
dan bantuan lainnya, dan (3) Meminta pemerintah segera menindak pelaku
dan penanggung jawab pelanggaran HAM melalui jalur hukum.
Selain itu, Komnas HAM juga meminta klarifikasi dari pemerintah atas
tiga hal: (1) Tempat korban dimakamkan, (2) Mereka yang merasa
bertanggung jawab diminta mengakui kesalahan dan meminta maaf kepada
masyarakat, dan (3) Merehabilitasi dan memberikan ganti rugi kepada
korban. Disebutkan pula oleh Sekretaris Komnas HAM, Asmara Nababan,
bahwa Dandim 0502 Jakarta Utara Letkol Inf R Butarbutar, Pangdam V Jaya
Try Soetrisno, dan Pangab/Pangkopkamtib LB Moerdani bertanggung jawab
atas peristiwa tersebut.
Selasa, 2 Mei lalu, KPP HAM TP tiba pada kesimpulan bahwa memang
telah terjadi pelanggaran HAM dalam kasus Priok. Pernyataan ini dapat
dipandang sebagai pertanda bagus untuk pengungkapan secara tuntas
peristiwa yang sudah berlangsung lebih dari lima belas tahun silam. Jika
memang ditemukan ada pelanggaran, tentu tugas selanjutnya adalah mencari
siapa yang melanggar.
Kemarin, untuk pertama kalinya Moerdani dan Try Soetrisno dipanggil
untuk memberikan keterangan seputar kejadian itu. Sejauh yang dapat
diikuti, keterangan yang diberikan duet mantan petinggi ABRI itu praktis
tidak ada yang baru. Artinya, keterangan mereka pernah kita dengar
sebelumnya: jumlah korban, latar belakang peristiwa, juga bantahan atas
tuduhan adanya instruksi atau komando dari mereka.
Masa tugas KPP HAM TP masih atau tinggal sebulan lagi. Sanggupkah
mereka mengakhirinya dengan baik?
Berbagai langkah yang telah dilakukan KPP HAM Tanjung Priok:
----------------------------------------
24 Maret 2000 KPP HAM TP menemui Panglima TNI Laksamana Widodo untuk
menjelaskan tujuan dan kerja KPP HAM TP.
Maret 2000 Sampai akhir bulan Maret 2000 telah memeriksa 49 saksi.
13 April 2000 Memeriksa 15 orang anggota kepolisian yang diperkirakan
mengetahui peristiwa Tanjung Priok.
24 April 2000 Memeriksa mantan Dandim 0502 Jakarta Utara Mayjen TNI R
Butarbutar. Dalam kesaksiannya, Butarbutar mengakui tidak memberi
komando atau perintah menyerang maupun menembaki massa saat peristiwa 12
September 1984 itu. Saat peristiwa, ia meminta bantuan satu peleton
pasukan pada Kodam untuk pengamanan jalur hijau.
24 April 2000 Memeriksa mantan Asisten Operasi Kodam Jaya Brigjen
(Purn) Alif Pandoyo. Ia membenarkan bahwa keterangan Butarbutar mengenai
permintaan satu peleton pasukan Kodam.
2 Mei 2000 Setelah memeriksa 94 orang saksi, disimpulkan telah
terjadi pelanggaran HAM dalam peristiwa Tanjung Priok. Pelanggaran itu
antara lain penangkapan dan penahanan tanpa surat perintah, larangan
terhadap para korban untuk tidak boleh ditemui keluarganya selama lima
bulan, dan penyiksaan dalam tahanan.
2 Mei 2000 Memeriksa kesaksian penjaga kuburan Mengkok, Sukapura,
Jakarta Utara yang bernama Salim. Menurut Salim, ia menguburkan delapan
orang korban Priok.
Setiap lubang liang lahat diberi imbalan Rp 10.000.
Lima dari mayat itu bisa dikenali identitasnya.
Salim mengaku bahwa pihak keamanan melarang dirinya menceritakan
penguburan tersebut.
3 Mei 2000 Memeriksa Try Sutrisno, Pangdam V Jaya ketika peristiwa
Tanjung Priok terjadi. Dalam kesaksiannya, Try Sutrisno membantah
perintah penembakan saat kejadian Tanjung Priok. Menurutnya yang terjadi
ketika itu adalah benturan antara massa yang marah dengan petugas
keamanan yang hendak mengajak dialog.
Dalam pemeriksaan, Try mengatakan jumlah korban yang meninggal 23
orang, 14 orang di antaranya terindentifikasi, sisanya tidak. Yang
luka-luka 60 orang.
Pada hari yang sama KPP HAM TP memeriksa LB Moerdani, Panglima
ABRI/Pangkopkamtib ketika peristiwa Tanjung Priok terjadi. Dalam
kesaksiannya, Moerdani mengaku tidak memberi instruksi dan petunjuk
penanganan secara teknis pada peristiwa tersebut. Benny mengatakan
mendapat laporan setengah jam setelah kejadian.
----------------------------------------