Republika Online edisi:
04 May 2000

Menanti Langkah Berikutnya

Setelah berbagai tuntutan masyarakat agar pemerintah dan Komnas HAM serius menangani penyelesaian peristiwa Tanjung Priok yang meletus 16 tahun lalu, akhirnya pada Maret 2000 tuntutan itu terjawab. Rapat pleno Komnas HAM tanggal 29 Februari 2000 memutuskan membentuk KPP HAM Tanjung Priok.

Pada 7 Maret 2000 terbentuklah KPP HAM Tanjung Priok, dipimpin langsung Ketua Komnas HAM Djoko Soegianto. Wakil ketuanya adalah Albert Hasibuan. Dalam tiga bulan komisi ini diberi tugas untuk mengumpulkan data tentang kejadian di Jakarta Utara itu. Sambutan positif terutama datang dari keluarga korban peristiwa Tanjung Priok. Pembentukan ini dianggap sebagai wujud kepedulian Komnas HAM terhadap tuntutan di masyarakat, terutama dari kalangan Islam. Meski demikian, tak urung kritik menerpa juga.

Komposisi keanggotaan komisi ini dipandang belum cukup representatif. Koalisi Kasus Priok, misalnya, meminta Komnas HAM memasukkan orang luar Komnas HAM -- seperti yang dilakukan dalam KPP HAM Timtim -- dalam keanggotaan KPP HAM Priok. Orang luar yang diusulkan adalah Hartono Mardjono (anggota DPR dari Partai Bulan Bintang), serta Irianto Subiakto dan Ahmad Yani (keduanya praktisi hukum).

Mengenai hal ini, Ketua Komnas HAM kemudian menyatakan bahwa dengan dibatalkannya Perpu No 1/1999 tentang Pengadilan HAM, maka Komnas HAM tidak boleh mengangkat anggotanya secara ad hoc. Artinya komisi yang dibentuk Komnas HAM harus beranggotakan orang Komnas HAM sendiri. Sebelumnya ada orang luar dalam keanggotaan KPP HAM yaitu Apong Herlina (Direktur LBH-Jakarta), tetapi yang bersangkutan kemudian menolak. Keanggotaan KPP HAM kemudian diubah. Dalam SK yang baru ini, wakil ketua dijabat BN Marbun dengan sekretaris Lies Soegondo. Kendati keanggotaannya diprotes berbagai pihak, Djoko Soegianto menyatakan akan terus bekerja mengumpulkan data untuk memenuhi tenggat waktu yang ditentukan. Anggota KPP HAM TP yang lain adalah M Salim, Charles Himawan, Aisyah Amini, Mayjen (Purn) Syamsuddin, dan Mayjen (Purn) Syafruddin Bahar.

Hingga kini sorotan terhadap KPP HAM TP tak pernah surut. Orang menantikan 'keberanian' KPP HAM TP untuk memeriksa dua orang mantan petinggi TNI yang dianggap bertanggung jawab atas terjadinya bentrokan antara aparat dan massa dalam kasus Priok, yaitu Try Soetrisno dan LB Moerdani. Try Soetrisno ketika itu adalah Pangdam V Jaya, sedang LB Moerdani adalah Panglima ABRI merangkap Pangkopkamtib.

Mulyana W Kusumah pernah mengomentari kinerja kerja KPP HAM TP. Menurut Mulyana, kinerja KPP HAM TP belum seefektif KPP HAM Timtim. Penyebabnya adalah masih lemahnya landasan hukum akibat belum adanya UU tentang HAM. Selain itu, kasusnya dinilai bersifat lokal sehingga tidak ada tekanan dari dunia internasional. Senada dengan Mulyana, Direktur PBHI Hendardi melihat perlunya tekanan domestik yang kuat agar kerja KPP HAM TP bisa efektif.

Ketika masa pemerintahan BJ Habibie, Komnas HAM sebenarnya sudah pernah mengeluarkan rekomendasi mengenai kasus Tanjung Priok. Ketika itu Komnas HAM masih dipimpin oleh Marzuki Darusman. Rekomendasi Komnas HAM yang tertuang dalam SK No 661/TUA/III/1999 tertanggal 9 Maret 1999 adalah (1) Meminta pemerintah untuk menjelaskan kepada masyarakat secara transparan apa yang sebenarnya terjadi, (2) Meminta kepada pemerintah untuk membantu korban dan keluarganya berupa santunan yaitu ganti rugi dan bantuan lainnya, dan (3) Meminta pemerintah segera menindak pelaku dan penanggung jawab pelanggaran HAM melalui jalur hukum.

Selain itu, Komnas HAM juga meminta klarifikasi dari pemerintah atas tiga hal: (1) Tempat korban dimakamkan, (2) Mereka yang merasa bertanggung jawab diminta mengakui kesalahan dan meminta maaf kepada masyarakat, dan (3) Merehabilitasi dan memberikan ganti rugi kepada korban. Disebutkan pula oleh Sekretaris Komnas HAM, Asmara Nababan, bahwa Dandim 0502 Jakarta Utara Letkol Inf R Butarbutar, Pangdam V Jaya Try Soetrisno, dan Pangab/Pangkopkamtib LB Moerdani bertanggung jawab atas peristiwa tersebut.

Selasa, 2 Mei lalu, KPP HAM TP tiba pada kesimpulan bahwa memang telah terjadi pelanggaran HAM dalam kasus Priok. Pernyataan ini dapat dipandang sebagai pertanda bagus untuk pengungkapan secara tuntas peristiwa yang sudah berlangsung lebih dari lima belas tahun silam. Jika memang ditemukan ada pelanggaran, tentu tugas selanjutnya adalah mencari siapa yang melanggar.

Kemarin, untuk pertama kalinya Moerdani dan Try Soetrisno dipanggil untuk memberikan keterangan seputar kejadian itu. Sejauh yang dapat diikuti, keterangan yang diberikan duet mantan petinggi ABRI itu praktis tidak ada yang baru. Artinya, keterangan mereka pernah kita dengar sebelumnya: jumlah korban, latar belakang peristiwa, juga bantahan atas tuduhan adanya instruksi atau komando dari mereka.

Masa tugas KPP HAM TP masih atau tinggal sebulan lagi. Sanggupkah mereka mengakhirinya dengan baik?

Berbagai langkah yang telah dilakukan KPP HAM Tanjung Priok:

---------------------------------------- 24 Maret 2000 KPP HAM TP menemui Panglima TNI Laksamana Widodo untuk menjelaskan tujuan dan kerja KPP HAM TP.

Maret 2000 Sampai akhir bulan Maret 2000 telah memeriksa 49 saksi.

13 April 2000 Memeriksa 15 orang anggota kepolisian yang diperkirakan mengetahui peristiwa Tanjung Priok.

24 April 2000 Memeriksa mantan Dandim 0502 Jakarta Utara Mayjen TNI R Butarbutar. Dalam kesaksiannya, Butarbutar mengakui tidak memberi komando atau perintah menyerang maupun menembaki massa saat peristiwa 12 September 1984 itu. Saat peristiwa, ia meminta bantuan satu peleton pasukan pada Kodam untuk pengamanan jalur hijau.

24 April 2000 Memeriksa mantan Asisten Operasi Kodam Jaya Brigjen (Purn) Alif Pandoyo. Ia membenarkan bahwa keterangan Butarbutar mengenai permintaan satu peleton pasukan Kodam.

2 Mei 2000 Setelah memeriksa 94 orang saksi, disimpulkan telah terjadi pelanggaran HAM dalam peristiwa Tanjung Priok. Pelanggaran itu antara lain penangkapan dan penahanan tanpa surat perintah, larangan terhadap para korban untuk tidak boleh ditemui keluarganya selama lima bulan, dan penyiksaan dalam tahanan.

2 Mei 2000 Memeriksa kesaksian penjaga kuburan Mengkok, Sukapura, Jakarta Utara yang bernama Salim. Menurut Salim, ia menguburkan delapan orang korban Priok.

Setiap lubang liang lahat diberi imbalan Rp 10.000.

Lima dari mayat itu bisa dikenali identitasnya.

Salim mengaku bahwa pihak keamanan melarang dirinya menceritakan penguburan tersebut.

3 Mei 2000 Memeriksa Try Sutrisno, Pangdam V Jaya ketika peristiwa Tanjung Priok terjadi. Dalam kesaksiannya, Try Sutrisno membantah perintah penembakan saat kejadian Tanjung Priok. Menurutnya yang terjadi ketika itu adalah benturan antara massa yang marah dengan petugas keamanan yang hendak mengajak dialog.

Dalam pemeriksaan, Try mengatakan jumlah korban yang meninggal 23 orang, 14 orang di antaranya terindentifikasi, sisanya tidak. Yang luka-luka 60 orang.

Pada hari yang sama KPP HAM TP memeriksa LB Moerdani, Panglima ABRI/Pangkopkamtib ketika peristiwa Tanjung Priok terjadi. Dalam kesaksiannya, Moerdani mengaku tidak memberi instruksi dan petunjuk penanganan secara teknis pada peristiwa tersebut. Benny mengatakan mendapat laporan setengah jam setelah kejadian.

----------------------------------------

Diterbitkan oleh Republika Online
Hak Cipta © PT Abdi Bangsa 2000