Ulama Tuntut Referendum

CONTENTS

Update: 04.00 Wib Kamis, 16 September 1999
_________________________________________________________________

Ulama Tuntut Referendum
_________________________________________________________________

* Gus Dur Mendukung

Serambi-Banda Aceh
Ulama dayah (pesantren) se-Aceh mendesak pemerintah pusat untuk segera melaksanakan referendum/jajak pendapat di Aceh. Permintaan para ulama ini didukung oleh Ketua PBNU KH Abdurrahman Wahid yang sejak kemarin berada di Banda Aceh. Bahkan calon presiden Poros Tengah bersama lokomotif reformasi, DR HM Amien Rais, ikut membuka kain selubung billboard "Referendum" yang dipancang di halaman Masjid Raya Baiturrahman.

Desakan melaksanakan referendum tersebut merupakan salah satu point dari keputusan Musyawarah Ulama Dayah se-Aceh yang berlangsung di Komplek Makam Syiah Kuala Banda Aceh 13-14 September. Keputusan sekitar 500 ulama dari berbagai daerah tingkat II di Aceh ini, Rabu (15/9) kemarin, dibacakan Ketua Presidium Sidang Tgk H Nuruzzahri H Yahya dalam acara istighasah (doa bersama) yang digelar di halaman Masjid Raya Baiturrahman. Acara dihadiri sekitar 2.000 jamaah dari unsur ulama, masyarakat, thaliban (santri), dan mahasiswa. (Isi keputusan ulama lihat box, red.)

Selain Gubernur Syamsuddin Mahmud, acara tersebut turut dihadiri sejumlah tokoh nasional seperti Gus Dur, Amien Rais (Ketua Umum PAN), Mathori Abdul Jalil (Ketua Umum PKB), Dr Nurmahmudi Ismail (Presiden Partai Keadilan), AM Fatwa (PAN), Muchtar Aziz (PPP), Fuad Bawazir (mantan Menteri Keuangan), dan sejumlah tokoh Aceh baik dari Medan maupun Jakarta.

Kehadiran Gus Dur bersama sejumlah tokoh nasional lainnya di Banda Aceh, kemarin, tidak diketahui masyarakat secara luas, bahkan termasuk sebagian peserta istighasah. Apalagi saat acara digelar, Gus Dur bersama tokoh lainnya duduk di teras utama Masjid Raya Baiturrahman yang relatif jauh dari tempat jamaah dan di antaranya terdapat pentas besar tempat para teungku-teungku memimpin acara istighasah. Usai istighasah, menjelang shalat zuhur, digelar acara peusijuek dan pembukaan kain selubung pamplet (billboard) referendum, di halaman masjid sebelah timur. Di sini para teungku-teungku dayah mempeusijuek Gus Dur dan Amien Rais, disertai pembacaan al-Fatihah, pekikan Allahu Akbar, dan shalawat Nabi.

Di tempat acara peusijuek itulah, Gus Dur dan Amien Rais yang berada di tengah kerumunan massa, kemudian bersama-sama menarik kain kuning selubung billboard Referendum. Billboard berukuran 3x1 meter ini terbuat dari besi, bertuliskan Konflik Aceh hanya dapat diselesaikan dengan REFERENDUM. Penyerahan pilihan kepada rakyat untuk menentukan nasib masa depan Aceh apakah tetap bergabung atau pisah (merdeka) dari RI".

Dengan pengawalan ketat dari anggota thaliban, Gus Dur dan Amien Rais tampak larut dalam acara tersebut. Di bawah terik matahari itu, Gus Dur terisak. Demikian juga Amien tak mampu membendung air mata, sehingga ia tampak beberapa kali mengusap pipinya. Kesedihan Gus Dur sudah mulai terlihat saat ia duduk di teras masjid mengikuti acara istighasah.

Ketika Amien Rais dan Gus Dur turut menarik selubung billboard, serentak ribuan masyarakat yang berdesak-desakan berteriak histeris dengan pekikan Allahu akbar.

Setelah melaksanakan shalat dhuhur, Gus Dur memberikan keterangan pers kepada para wartawan di Sultan Hotel antara lain seputar sikapnya terhadap tuntutan referendum dari masyarakat Aceh. Penjelasan ini kembali diuraikan beberapa saat kemudian, yaitu ketika Gus Dur bersama Amien Rais, Matori Abdul Djalil, dan Nurmahmudi mengadakan pertemuan dengan para ulama dayah di hotel tersebut.

Saat pertemuan dengan ulama di hotel, Gus Dur meminta tiga berkas pernyataan hasil musyawarah ulama dayah yang dibaca di Masjid Raya Baiturrahman. Katanya, dua lembar pernyataan itu akan segera diserahkannya kepada Presiden Habibie dan Menhankam/Panglima TNI Wiranto. "Segera setelah saya kembali ke Jakarta, akan saya serahkan pernyataan itu kepada presiden dan Menhankam," kata cucu pendiri Nahdhatul Ulama itu.

Gus Dur mendukung

Ketika memberi keterangan pers, Gus Dur mengatakan ia menangis saat mengikuti istighasah karena ia begitu menghayati luka hati orang Aceh, sementara pusat kurang merasakan. "Itu yang bikin saya tidak kuat. Apalagi doa-doa yang dibacakan itu semuanya doa putus asa. Oooo, begini perasaan rakyat itu rupanya. Tak mungkin rakyat Aceh begitu, kalau tidak dibikin dan ditindas dari sananya. Mungkin ini juga yang dirasakan orang-orang di Timtim, sehingga mereka memilih merdeka. Itu yang saya rasakan. Mungkin di Ambon begitu juga, saling berbenturan antara Kristen dan Islam, gara-gara kekeliruan pemerintah pusat," kata Gus Dur.

Menurut Gus Dur, dia datang ke Aceh hanya untuk mendengarkan isi hati orang Aceh. "Insya Allah, keputusan ulama dayah yang menuntut diadakannya referendum segera saya sampaikan ke Presiden Habibie dan Wiranto setiba saya di Jakarta," janji Gus Dur.

Menurutnya, kedua orang itulah yang paling bertanggungjawab. "Saya berharap mereka semua mengerti, bahwa latar belakangnya orang minta referendum itu tidak ringan. Tidak bisa kita hanya menggunakan istilah yang latar belakang bersifat formalistik".

"Memang kita bernegara, karena itu negara kesatuan harus dipertahankan seluruh wilayahnya. Tapi yang sering dilupakan orang bahwa untuk menjadi suatu negara perlu kerelaan orang. Rakyat Aceh ini kita tanya, kerelaannya apa. Mau tetap di Republik Indonesia, apa tidak. Harus dengan berdasarkan kerelaan, enggak bisa begitu saja. Alternatifnya adalah apa yang dibuat Belanda dulu. Mereka kemari menjajah. Apa kita mau, bangsa kita menjajah bangsa kita juga. Kita ya enggak mau". Dikatakan, supaya orang Aceh menerima dengan ikhlas, orang Jawa juga harus menerimanya dengan ikhlas. Orang Padang, orang Batak semuanya menerima ikhlas-ikhlas-lah. "Itulah pikiran saya tadi kenapa saya sampai menangis. Tadi saya sudah telepon ajudan Pak Wiranto minta waktu, dan kepada Pak Habibie Sabtu pagi saya minta waktu. Akan saya sampaikan apa yang saya lihat dan rasakan tentang Aceh ini," ujar Gus Dur.

Gus Dur menyatakan, tuntutan referendum karena rakyat telah jengkel kepada pemerintah. "Tadi telah saya sampaikan kepada Pak Amien Rais di masjid, nampak-nampaknya setelah mendengar hasil musyawarah besar para ulama dayah, saya setuju sepenuhnya hasil keputusan itu. Maka saya katakan kepada Pak Amien Rais, bahwa tugas kita berat. Kita harus mencari gubernur yang bisa diterima berbagai pihak di Aceh. Diterima kaum intelektual, diterima kaum dayah, diterima anak-anak mahasiswa, dan diterima LSM. Berat, tapi saya yakin bisa," tegasnya.

Ketika ditanya wartawan, jika Gus Dur terpilih jadi presiden mendatang, apakah akan mendukung referendum untuk Aceh?. "Dari dulu saya kan sudah nyatakan setuju referendum untuk Aceh. Saya belum pernah berubah dalam hal itu. Artinya itu jalan yang terbaik dan paling jujur. Tapi kita belajar pengalaman di Timtim. Enggah usah buru-buru. Karena kalau buru-buru akibatnya bisa buruk, terjadi pertumpahan darah seperti di Timtim. Jadi mari kita sama-sama, rakyat harus bisa kita bikin mengerti. Tapi percayalah, hak-hak rakyat Aceh harus dihormati."

Menyahuti aspirasi rakyat Aceh ini, Gus Dur mengharapkan para pejabat dan penguasa jangan berpikir dan berpandangan sempit. "Saya yakin melalui referendum ini, jelas akan membawa dampak positif bagi Aceh. Kalaupun nantinya hasilnya Aceh menjadi merdeka, kita harus ikhlas," tandasnya.

Secara terus terang Gus Dur mengatakan, penderitaan panjang yang dialami rakyat Aceh ini karena dulunya ditindas oleh tentara. Maka kalau mau diperbaiki harus dari situ. "Pak Wiranto itu, serba salah sekarang. Begini keliru, begitu keliru. Dia bicara kepada saya, dia sudah memutuskan untuk menarik tentara dari Aceh. Tapi sebagian rakyat Aceh juga keberatan. Ini kan serba salah".

"Oleh karena itu nanti, usul saya hendaknya TNI yang ditempatkan di Aceh haruslah yang benar-benar, hati dan pikirannya sama dengan orang Aceh. Saya rasa itulah pemecahannya. Kalau tidak ada tentara, kan nanti jadi kacau balau terus," ujarnya.

Menyangkut tuntutan referendum, Gus Dur menyarankan agar orang- orang Aceh membentuk panitia atau pelaksana referendum yang jujur dihormati semua pihak.

Karena keputusan tuntutan referendum itu dari ulama, apakah nanti tidak diklaim sebagai gerakan saparatis?. "Ulama tidak pernah sparatis, ulama itu kebenaran, yang dikembangkan itu kebenaran". Gus Dur juga menyatakan, untuk menyelesaikan masalah Aceh dia siap untuk menemui Hasan Tiro.

Tanggapan GAM

Menanggapi rekomendasi ulama dayah se-Aceh itu, kalangan GAM melalui seorang jurubicaranya Tgk Maulida tadi malam via telepon mengatakan pihaknya menyambut gembira. "Bahkan, sikap ulama itu sekaligus menghapus anggapan bahwa selama ini ulama Aceh sudah 'dibeli'. Dalam pandangan kami, itu hanya isu yang dikembangkan oleh orang-orang yang ingin memisahkan ulama Aceh dengan rakyatnya," kata Tgk Maulida.

Terhadap sikap ulama yang sudah disambut gembira berbagai kalangan itu, pihak GAM juga berpesan kepada Jakarta agar segera melaksanakan amanah rakyat Aceh di bawah pengawasan PBB. "GAM tak suka kekerasan. GAM ingin kedamaian dan tetap menghargai hak-hak orang lain," katanya. Karena itu, kata Tgk Maulida, pihaknya juga siap meletakkan senjata bila amanah itu dilaksanakan. Tapi, katanya, via telepon selular, bila hal itu tak dilaksanakan, GAM pun tak pernah bosan angkat senjata.

Di halaman

Acara istighasah (doa meminta perlidungan dari Allah SWT), berlangsung di halaman Masjid Raya Baiturrahman. Jamaah duduk di bawah sekitar 20 teratak yang masing-masing berukuran 4x16 meter. Jamaah mulai mendatangi masjid sejak pukul 09.00 WIB. Acara dimulai pukul 10.45 WIB dan berakhir menjelang shalat zuhur. Acara doa bersama dipimpin Tgk Karimuddin. Baru kemudian tampil dua teungku lainnya untuk menyampaikan pidato rohani, yaitu Tgk Harun Sulaiman dan Tgk H Nuruzzahri H Yahya.

Melalui kesempatan itulah Tgk Nuruzzahri membacakan hasil Musyawarah Ulama Dayah se-Aceh. Sementara pidato rohani kedua ulama tersebut pada intinya memberikan wejangan seputar pentingnya saling ingat-mengingatkan, menjaga kekompakan, berbuat kebajikan, dan mencegah segala kemungkaran. "Kembalikan Aceh ke Aceh Serambi Makkah," ujar Nuruzzahri yang disambut aplusan jamaah.

Jamaah kemudian tampak sangat bersemangat ketika Tgk H Syekh Murhaban Krueng Kale naik ke mimbar dengan tugas utama mimpin doa penutup. Sebelum berdoa, Murhaban memanfaatkan kesempatan itu untuk berceramah. Ia mengulas tentang doa pemerintah pusat yang menelantarkan Aceh. Pembangunan di Aceh terutama jalan, katanya, lebih banyak merupakan peninggalan Belanda. Bahkan kereta api yang ditinggalkan penjajah dihapus pemerintah republik. "Mana orang Aceh yang jadi direktur di Arun atau di PIM?" teriak Murhaban. Katanya, yang banyak orang Aceh adalah jadi Satpam. "Orang Aceh sebenarnya bukan bodoh. Tetapi kita dibodoh-bodohi," tandasnya.

Dialog Gagal

Tadi malam dialog antara pengurus pusat partai politik dengan komponen mahasiswa Aceh di Sultan Hotel, Banda Aceh, gagal dilaksanakan setelah kedua pihak tak menemui titik kesepakatan.

Komponen mahasiswa sebelum memulai dialog terlebih dahulu membaca keputusan Kongres Mahasiswa/Pemuda Serantau di Banda Aceh, Februari lalu, kemudian diserahkan kepada Amien Rais (PAN), Matori Abdul Jalil (PKB), Nur Mahmudi (PK), dan Muchtar Azis (PPP). Sedangkan Gus Dur, tadi malam tidak mengikuti acara itu.

Para mahasiswa meminta para penerima menandatangani (komitmen) untuk memperjuangkan keputusan tersebut di DPR/MPR nanti. Namun, para pimpinan partai menerima naskah itu menolak memenuhi permintaan mahasiswa.

Akibat tak ditemukannya kesepakatan, dialog yang direncanakan satu jam berakhir sebelum waktunya. Setelah menutup acara itu kedua pihak sebelum meninggalkan ruang pertemuan tampak bersalam-salaman dalam suasana keakraban.(kan/rul/ism/y/war)

KEPUTUSAN MUSYAWARAH ULAMA DAYAH SE-ACEH
TANGGAL 13-14 SEPTEMBER 1999 DI KOMPLEK MAKAM SYIAH KUALA BANDA ACEH
_________________________________________________________________

MUQADDIMAH

Dengan berkat dan rahmat Allah SWT, Musyawarah Ulama Dayah se-Aceh yang diadakan tanggal 3-4 Jumadil Akhir 1420 Hijriah bertepatan dengan tanggal 13-14 September 1999 di Banda Aceh. Setelah membaca firman Allah SWT QS Assyura ayat 38 yang artinya: "Dan orang-orang yang mengijabah seruan Tuhan mereka, mendirikan shalat, mereka selalu bermusyawarah dalam urusan mereka, dan berinfaq dari rezeki yang diberikan kepada mereka".

Setelah menerima berbagai macam masukan, serta mempertimbangkan situasi dan keadaan masyarakat Aceh akhir-akhir ini, maka seluruh peserta musyawarah sepakat dan merasa berkewajiban mengeluarkan fatwa serta rekomendasi sebagai berikut:
A. Bidang Fatwa Hukum
I. Hukum Intimidasi
1. Takhwif adalah sebagian dari (muharrabah)
2. Hukum intimidasi (takhwif) adalah haram, jika takhwif tersebut mengganggu keselamatan jiwa, kehormatan, harta bagi orang lain
3. Kepada pelakunya dikenakan penjara.
II. Hukum Pembunuhan
Hukum pembunuhan adalah haram (syiran dan alaniah) dan dikenakan (qishash) terhadap pelakunya.
III. Hukum Penjarahan
- Penjarahan adalah menguasai hak orang lain secara (udwanan)
- Hukum penjarahan adalah haram baik milik pribadi ataupun milik umum
- Wajib mengembalikan harta jarahan tersebut kepada pemiliknya
- Kepada pelaku wajib diberikan hukuman oleh ulul amri sesuai kesalahannya.
IV. Hukum Menjalankan Syariat Islam
Ulul amri wajib mentanfitkan hukum syariat Islam dalam wilayah hukumnya.
V. Hukum Pembakaran
- Pembakaran yang membawa kerugian kepada pribadi atau umum adalah haram
- Kepada pelakunya dikenakan sanksi hukuman/membayar kerugian akibat pembakaran tersebut.
VI. Hukum Terhadap Pelanggaran HAM
Hukumannya sama dengan yang lain yaitu jika melakukan pembunuhan dikenakan qishash dan jika mencuri dipotong tangan dan lain sebagainya.

B. BIDANG REKOMENDASI DAN PERNYATAAN
1. Setelah mengamati dan memperhatikan aspirasi seluruh masyarakat Aceh yang berkembang dewasa ini dimana ada yang menghendaki otonomi dan ada yang menghendaki merdeka maka Musyawarah Ulama Dayah se- Aceh mendesak pemerintah pusat untuk segera melaksanakan Referendum/Jajak Pendapat di bawah pengawasan masyarakat internasional sesuai dengan permintaan mahasiswa/thaliban dan masyarakat Aceh lainnya.
2. Apabila pemerintah pusat tidak menanggapi suara rakyat Aceh dimaksud maka dikhawatirkan akan terjadi gejolak berkelanjutan yang jauh lebih besar dari gejolak yang terjadi saat ini.
3. Menyerukan kepada pihak-pihak yang bertikai agar dapat menciptakan suasana yang kondusif dan menghentikan segala bentuk kekerasan sehingga tercipta perasaan aman di kalangan masyarakat Aceh.


Banda Aceh, 14 September 1999
Presidium Sidang:
1. Tgk H Nuruzzahri H Yahya (ketua)
2. Tgk H Syamaun Risyad LC (sekretaris)
3. Drs Tgk HM Daud (anggota)
4. Tgk H Saifuddin Ilyas (anggota)
5. Tgk H Abdul Manan (anggota)
_________________________________________________________________

Tukang Ojek Dibunuh

Serambi-Sigli
Fakhruddin Basyah (40), seorang tukang ojek yang sehari-hari mangkal di Keude Ulee Kecamatan Bandardua, Pidie ditemukan tewas di kawasan Lueng Gle Desa Kumbang--berjarak sekitar 600 meter dengan Keude Ulee Gle--dalam kondisi kepala berlumuran darah. Korban dihabisi dengan pukulan benda tumpul (puntungan kayu) sepeda motornya dibawa kabur.

Kapolres Pidie, Letkol Pol Drs Endang Emiqail Bagus tadi malam mengatakan, peristiwa tersebut merupakan kriminal murni. Karena, tersangka berupaya merampas sepeda motor milik korban. "Polisi sedang melacak pelaku perampokan yang menghabiskan nyawa tukang ojek," ungkap Bagus.

Keterangan yang dikumpulkan, Rabu (15/9) menyebutkan sekitar pukul 06.30 WIB, kemarin seorang warga Kumbang yang hendak ke sawah melihat sosok mayat tergeletak di jalan desa setempat. Kala itu, kabar tentang adanya mayat terus merebak luas.

Dalam waktu tidak berapa lama, warga setempat dan keluarga korban tumplek ke lokasi kejadian. Setelah keluarganya datang baru diketahui bahwa mayat itu adalah Fakhruddin warga Desa Kiran Dayah kecamatan sama. Masyarakat melarikan korban ke Puskesmas Ulee Gle, untuk divisum kendati korban sudah tidak bernyawa.

Malam itu, menurut sejumlah teman seprofesinya, sekitar pukul 20.00 Wib, korban mengantar salah seorang. Orang itu meminta kepada korban untuk diantar ke Desa Mee. Namun, warga Keude Ulee Gle, tak tahu jelas siapa orang tersebut. "Kalau melihatnya, kami pasti kenal orang itu," kata salah seorang tukang ojek yang ikut melayat ke rumah korban, kemarin.

Sebelum mengantar sewanya itu, korban masih sempat bergurau dengan sejumlah teman lainnya. Bahkan sejumlah teman telah mengajak korban untuk pulang, karena tak mungkin mencari sewa pada malam hari dan dalam kondisi seperti sekarang ini.

Kades Kiran Dayah, Drs Muhammad mengatakan sehari-hari warganya itu bermata pencarian sebagai tukang ojek. Dalam musibah itu, pelaku pembunuhan telah membawa kabur sepeda motor Astrea Grand milik korban. Sepeda motor tersebut satu-satunya modal korban sebagai tukang ojek. Warga menduga, pelaku pembunuhan itu hanya ingin merampas sepeda motor. Sebab, identitas korban bersama STNK sepeda motor, KTP, dan sejumlah uang di saku celana korban masih utuh. (ag/tu)
_________________________________________________________________

Poros Tengah Tetap Gus Dur

Serambi-Banda Aceh
Pencetus Poros Tengah, Dr HM Amien Rais, menegaskan pihaknya tetap mencalonkan KH Abdurahman Wahid sebagai Presiden RI ke-4 dalam Sidang Umum MPR mendatang.

"Kita (Poros Tengah, red.) tetap mendukung Abdurahman Wahid," kata Amien Rais yang juga Ketua Umum PAN kepada Serambi, Rabu (15/9), usai bertemu dengan para ulama dan santri di Hotel Sultan Banda Aceh. Di Jakarta, kemarin, beredar isu tentang bakal mundurnya Wiranto sebagai Menhankam/Panglima TNI untuk selanjutnya bersiap-siap menuju kursi presiden menggantikan BJ Habibie. Harian The Straits Times yang menghembuskan isu ini bahkan menyebutkan Poros Tengah mendukung pencalonan Wiranto. Tapi, ketika isu ini dikonfirmasikan kepada Amien, dia mengatakan, "Isu di Jakarta setiap hari bermunculan, (dan) itu menarik, mencekam. Begitu politik di Jakarta, tiap hari berubah, isu dan temanya."

Bagaimana Poros Tengah mensikapi isu yang terus berubah itu? "Saya tidak memfokuskan diri saya pada isu-isu yang berubah itu. Jadi Poros Tengah tidak ada perubahan, tetap Abdurahman Wahid (sebagai calon presiden, red.)," katanya menegaskan.

Menurutnya, Poros Tengah tidak akan mengubah keputusan politiknya untuk mencalonkan Gus Dur sebagai Presiden RI ke-4. Mantan Ketua Umum PP Muhammadiyah ini juga menampik kemungkinan dealing antara Poros Tengah dengan Wiranto di balik rencana mundurnya. "Oh no, no. Tidak ada, tidak ada sama sekali."

Ia mengaku baru kali ini dia mendengar informasi Poros Tengah akan memberikan dukungan kepada Wiranto sebagai capres dalam SU mendatang. "Baru kali ini saya mendengar Poros Tengah akan memberi dukungan kepada Wiranto. Ya, belum ada dalam kenyataan." ujar Amien. Amien berjanji tidak akan bermain politik di belakang layar dengan kasak-kusuk, menggunakan suap-menyuap, tekan-menekan dan teror-meneror. Dijelaskannya, Poros Tengah adalah wacana politik yang demokratis. Itu sebabnya, unsur-unsur yang tidak demokratis tidak dipakai Poros Tengah. Wacana politik demokratis inilah yang akan `dijual` kepada rakyat Indonesia.

Karena itu, ia menyatakan hak masyarakatlah untuk menilai keberadaan Poros Tengah. "Kalau dinilai Poros Tengah kosong dari esensi, tidak berfaedah, tinggalkanlah. Tapi kalau Poros Tengah ternyata punya subtansi, punya esensi, punya prospek dan masa depan yang menjanjikan, mohon bergabung dengan ikhlas," ujarnya.

Sudah dengar

Pelaksana Ketua Umum ICMI Pusat Letjen (Purn) Ahmad Tirtosudiro mengatakan Habibie telah mendengar bakal majunya Wiranto menggantikan dirinya sebagaimana diberitakan The Strait Times. Mendengar isu tersebut, kata Ahmad, Habibie hanya mengatakan non sense. "Ketika mengatakan non sense, saya didekat Pak Habibie, sehingga meski muncul isu macam-macam, beliau tetap jalan terus," kata orang dekat Habibie itu.

Menurut Tirto, pencalonan BJ Habibie sebagai presiden oleh Partai Golkar tetap saja berjalan dan tidak akan goyah. Sehingga meski diterpa isu tentang mundurnya Habibie atau informasi yang menyudutkannya, Habibie tetap akan jalan terus.

Tapi, seorang anggota DPR dari FKP, HM La Ode Djeni Hasmar, kemarin, mengatakan, kemungkinan Golkar akan menganulir pencalonan Habibie untuk selanjutnya diganti dengan Akbar Tanjung bila dalam evaluasi rapat pimpinan (rapim) Partai Golkar, 20 Oktober 1999, mantan Wapres semasa Soeharto itu terlibat kasus Bank Bali. "Karena itu, kader Golkar tidak perlu bingung dan panik," katanya.

Dimintai komentarnya secara terpisah, Sekjen PKB, Muhaimin Iskandar menilai peluang Wiranto untuk menduduki kursi presiden sangat berat. Karena track record TNI sejak Orde Baru terpuruk. "Meski Wiranto mundur dan menjadi sipil, hal itu tidak akan menguatkan posisinya, karena Wiranto sudah identik dengan remuknya citra TNI. Jadi berat, sangat berat peluangnya," tandas Muhaimin.(win/opi/tya)
_________________________________________________________________

Tokoh Nasional Bicara Soal Aceh
_________________________________________________________________

Dr HM Amien Rais Ketua Umum PAN
Kita sudah tahu berulang-ulang, betapa kezaliman yang dilaksanakan secara sistimatik menindas, menginjak-injak hak azasi saudara- saudara kita di Aceh. Menghancurkan marwah dan martabat rakyat di daerah ini bukan menjadi rahasia lagi.

Oleh karena itu, saya mengajak mari kita kembali kepada visi-visi agama kita, kita musyawarahkan dengan sebaik-baiknya untuk menegakkan keadilan dan kebenaran. Sebab dengan kebenaran itu kita menegakkan keadilan.

Saya kira soal hubungan Aceh dengan pusat selama ini sudah berantakan, amburadul akibat kezaliman yang luar biasa. Mari kita kembali (ke visi agama, red). Apa yang nanti akan diambil (tentang solusi Aceh) saya tidak peduli. Apa saja itu baik, apa saja bagus, punya masa depan, asal berdasarkan keadilan dan dalam musyawarah sesuai dengan kata-kata Allah dalam al Quran. Karena Allah Maha Benar, Maha Suci dan Insya Allah apa yang kita ambil pasti menjadi benar.

Saya punya data tentang kezaliman, kezaliman sosial, kezaliman ekonomi, kezaliman politik, kezaliman berupa pemusnahan nyawa manusia, perkosaan, penindasan, penyiksaan, penistaan lain-lain yang dihadapi rakyat Aceh selama ini.

Saya kira sudah kita dengar bersama. Mewakili hati nurani kita semua, marilah masa depan Aceh yang kita cintai ini kita pecahkan lewat musyawarah dengan semangat keadilan dengan betul-betul memohon kepada Allah, mudah-mudahan semuanya belum terlambat.
_________________________________________________________________

Matori Abdul Djalil Ketua Umum PKB
Saya sangat terkejut ketika pertama kali datang ke Aceh bersama Buya Hasan Meutareum. Pada saat itu sedang terjadi suatu rangkaian pembunuhan dengan model pembunuhan terhadap gali atau yang dikenal petrus di Jawa. Seseorang yang dari tempat lain, kemudian dibunuh atau ditembak di tempat lain, kemudian jenazahnya ditinggal. Suasana di Aceh sangat-sangat menakutkan saat itu, dan ternyata tindakan itu tidak berakhir sampai saat ini. Oleh karena itu kalau para ulama mengambil keputusan seperti itu (minta referendum, red) merupakan suatu keputusan yang aspiratif, dirasakan dari penderitaan rakyat Aceh.

Hari ini saya bisa berbahasa Indonesia, saya berhutang budi kepada masyarakat melayu termasuk masyarakat Aceh. Indonesia sebelum reformasi terdiri dari 27 propinsi, maka setelah reformasi menjadi 27 negara. Kalau itu yang terjadi, ini suatu hal yang sangat menyakitkan. Tetapi saya merasa sangat gembira, keputusan dan kesimpulan itu karena berangkat dari pikiran agama, dan masalah-masalah ini kita bicarakan dan musyawarahkan bersama. Cuma musyawarah yang ditawarkan nampaknya musyawarah yang sudah akhir, yaitu dengan menggunakan referendum. (Begitupun) Seperti yang dikemukakan Gus Dur, kami sangat menghormati keputusan para ulama yang telah membawakan aspirasi rakyat Aceh. Semua ini akan kita musyawarahkan bersama secara jernih, sehingga apapun keputusan akhir nanti yang akan diambil tidak seorangpun akan menyesal. Cuma saya ingin mencontohkan seperti yang terjadi di Timtim, kalau begitu referendum dilakukan maka kepentingan asing di sana yang untung, tapi bukan kepentingan dari rakyat Timtim. Sudah barang pasti rakyat Aceh pun, kalau referendum itu terlaksana jangan sampai orang luar yang beruntung, haruslah rakyat Aceh yang mendapatkan keuntungannya. Ini lah yang perlu kita renungkan bersama.
_________________________________________________________________

Nurmahmudi Ismail Presiden Partai Keadilan
Saya melihat para ulama dayah di Aceh telah melaksanakan evaluasi yang sangat mendalam tentang perjalanan Aceh. Saya kira evaluasinya sudah dimulai sebelum Indonesia merdeka, sampai saat ini. Sungguh suatu data yang perlu kita evaluasi bersama sesama masyarakat muslim. Kita patut berbicara dan menyelesaikannya dengan kaedah-kaedah keislaman yang baik, dengan pemahaman yang sempurna dalam kerangka menentukan masa depan Aceh yang lebih baik.

Seperti yang telah disampaikan tadi, ulama dayah di Aceh melalui keputusannya telah menetapkan dan mengajak untuk melakukan referendum di wilayah Aceh. Bapak Matori Abdul Jalil telah mengungkapkan juga, kita patut berhati-hati dengan pengalaman yang terjadi di Timtim. Kami dari Partai Keadilan mencoba untuk mengevaluasi kembali, sejauh mana kesiapan kita bersama dalam menentukan proses referendum tersebut. Jika referendum itu boleh dilaksanakan hanya oleh bangsa Indonesia sendiri, mungkin keputusan yang diambil bisa dikontrol lebih baik. Akan tetapi kaedah internasional nantinya tidak akan mengesahkan, dan yang terjadi akan berlarut-larut juga.

Bukan saya melarang, mohon dimaafkan. Kami merasakan betul bahwa mayarakat Aceh yang 100 persen muslim. Kami dari Partai Keadilan sejak awal ingin memperjuangkan, bagaimana kehidupan masyarakat dan bangsa Indonesia adalah penuh dengan kaedah-kaedah keislaman yang memiliki nilai yang universal.

Marilah kita bersama-sama dalam kerangka menekan, agar bagimana kekuasaan pemerintah pusat ini semakin melek, makin terbuka matanya, makin mendengar telinganya. Agar betul-betul melihat dan mendengarkan apa yang sebenarnya perlu dilakukan terhadap wilayah Aceh. Saya sangat tersinggung kala pemerintah pusat mengatakan rakyat Aceh perlu kereta api dan lainya. Padahal yang kami rasakan, rakyat Aceh sebenarnya memerlukan marwah, harga diri, kehormatan yang pernah dimiliki dulunya dan pernah diberikan kepada bangsa Indonesia, di kala mempertahankan kemerdekaan. Pemerintah pusat punya hutang, bukan rakyat Aceh yang memerlukan.

Sebelum sampai kepada referendum itu, ada beberapa titik-titik yang perlu segera kita perjuangkan, yaitu adanya UU otonomi yang akan diberlakukan, supaya bisa kita tekan agar segera dilaksanakan di wilayah Aceh, termasuk perimbangan keuangan dan UU Keistimewaan Aceh yang kini sedang di perjuangkan di DPR juga supaya segera dilaksanakan.
_________________________________________________________________

Dr Muchtar Aziz Fungsionaris PPP
Menyangkut tuntutan referendum yang diputuskan ulama dayah Aceh, saya tak perlu menjawab lagi. Karena PPP adalah bagian besar dari masyarakat Aceh. Sebagian besar yang korban DOM itu adalah warga PPP, dan sebagian besar rencana pemerintah untuk melanjutkan pembantaian manusia di Aceh, juga karena PPP. Saya juga menduga, usaha menggagalkan Pemilu tahun l999 di Aceh, juga dalam rangka mencegah PPP agar tidak dapat kursi.

Saya yang selama ini mewakili PPP di DPR-RI, sudah berpuluh kali menyuarakan jeritan rakyat Aceh. Kita sudah tidak mampu lagi memberikan kepercayaan kepada pemerintah pusat. Sudah berpuluh kali pula rakyat Aceh ditipu secara terbuka dan terang-terangan. Baik sejak Bung Karno sampai ke Orde Baru dan terakhir pemerintahan Habibie.

Jadi saya melihat, bahwa semua undang-undang dan janji-janji pemerintah, kalau ini Habibie punya niat baik, tapi Wiranto tidak. Maka saya melihat ada hal yang paling tinggi dapat saya berikan, sesungguhnya bukan tidak ada saudara kita di luar Aceh. Masyarakat Islam yang ada di Jawa, di Kalimantan, di Sulawesi, yang ada di seluruh Indonesia, itu melihat kepada kita semua.

Buktinya setiap ada utusan datang ke Jakarta menemui PPP di DPR, semuanya menyamapaikan rasa prihatin atas penderitaan yang dialami rakyat Aceh. Mereka memahami, betapa sulitnya kehidupan di Aceh. Bukan karena tidak makan, bukan tidak punya kain yang akan dikenakan. Tetapi tidak adanya ketenangan, tidak adanya kebebasan berbuat dan bertindak. Kita ditindas secara keji lebih hebat dari penjajahan Belanda.

Pada waktu saya memelopori DPR membentuk TPF di badan musyawarah, ini sangat ditentang oleh salah seorang anggota DPR yang berasal dari ABRI walaupun waktu itu mewakili Golkar. Beliau mengatakan tidak pembunuhan di Aceh, tidak korban dan tidak ada kekejaman. Saya katakan, pembunuhan di Aceh lebih dari Serbia.

Kemudian TPF turun ke Aceh, dan kami pulang dicabut DOM. Pencabutan DOM ini juga janji palsu dari Panglima ABRI, betapa pembunuhan terjadi setelah DOM melebihi zaman DOM. Lihat ketika mereka menembak orang di Geudong bulan puasa, lihat ketika menembak orang di Idi Cut, di KKA, Alue Nireh dan belakangan di Beutong, beratus orang terbunuh secara terbuka. Sampai hari ini TNI tidak punya itikad baik di Aceh.

Bagaimana mungkin rakyat akan percaya. Wajar mereka menuntut referendum. PPP sudah bertekad, dan ini sudah disampaikan Hamzah Haz, untuk memperjuangkan referendum untuk Aceh pada Sidang Umum MPR mendatang.
_________________________________________________________________

Tgk H Syekh Murhaban Kruengkale Penasihat Ulama Dayah Aceh
Setelah saya telusuri daerah Aceh ini, para pemuda, perempuan sampai ke anak-anak sama saja. Saya lihat orang Aceh tidak bisa lagi menerima negara lain. Mereka sudah mau negara sendiri. Inilah situasi yang ada di hati, di mulut dan di telinga mereka. Jadi kita bicara undang-undang, hampir tidak berguna. Minta maaf saja bapak- bapak. Dia tidak bisa terima lagi, sebab segala sesuatu sudah pada puncaknya. Sekarang pilihan tinggal dua. Mereka mati semua oleh Jakarta, atau mereka yang ada senjata menyerang siapa yang datang. Itu yang berkembang.

Sejak anak kecil hingga kiyai-kiyai semua begitu, mereka tidak berani ngomong karena berbagai aspek. Sekarang saya ngomong di depan bapak-bapak, inilah cerita yang sebenarnya. (Dengan) Situasi begitu bagaimana kita menyelesaikan masalah. Bahwa apa referendum yang diperjuangkan para ulama-ulama, itu sekadar memberi jalan.

Referendum belum punya apa-apa, tapi hanyalah cara untuk mendapatkan apa-apanya. Jadi dengan demikian mereka paham semua. Karena itu mereka mau referendum. Ini hasil evaluasi saya. Kini ada 500 ulama yang datang kepada saya, bahkan ada yang lebih besar dari saya dan memutuskan dalam rapat. Kita ambil begitu, jangan lagi jadi orang bodoh tidak bisa berbicara.

Tapi apakah ini (referendum) bisa? Kita orang Aceh menganggap ini bisa. Kalau tidak bisa lewat manusia, lewat Allah SWT pasti bisa. Semalam ketika rapat para ulama sebelum mengambil keputusan, semuanya menangis. Para thaliban yang berada di luar pagar, menangis semuanya ketika saya membacakan doa. Tolong Pak Abadurahman, Pak Amien Rais, dan bapak-bapak lain, perjuangan masalah Aceh.(kan)
_________________________________________________________________

Sayed Mudhahar Meninggal Dunia

Serambi-Banda Aceh
Ketua Umum DPD I PAN Aceh, Drs Sayed Mudhahar Ahmad (54), Rabu (15/9) kemarin meninggal dunia sekitar pukul 18.10 WIB di kediamannya Komplek Patria Jaya VI/AX 10 (116) Pondok Gede, Jakarta.

Menurut Sekretaris DDP I PAN Aceh, Dr Ahmad Farhan Hamid, MA yang berada di Jakarta via telepon kepada Serambi, Rabu malam mengatakan, almarhum sudah sakit-sakitan sebelum pergi umrah dengan ibunya, Ny Syarifah Rukiyah tanggal 18 Agustus lalu. Namun, karena keinginannya untuk membawa uminya ke tanah suci sudah bulat, Pak Sayed tidak mengindahkan pesan dokter agar masuk rumah sakit untuk diopname.

Ketika terjadi gempa dahsyat di Turki dua pekan lalu, Pak Sayed bersama ibunya berada dalam sebuah hotel di Turki. Namun, hotel tempat mereka menginap tidak apa-apa, sehingga mantan Bupati Aceh Selatan ini tiba kembali di tanah air. Tapi, sekembali melakukan umrah, penyakit kanker pangkreasnya semakin parah dan Pak Sayed harus masuk Rumah Sakit Pertamina Jakarta.

Setelah 20 hari dirawat, kondisinya semakin memburuk. Karena selain kanker pangkreas juga mengalami darah manis. Akhirnya keluarga memutuskan untuk merawatnya di rumah sampai akhirnya ia menghembus napas terakhir di depan anak dan istrinya.

Menurut Farhan, sebelum masuk rumah sakit, Pak Sayed sempat berpamitan kepada pengurus DPD I PAN Aceh yang kebetulan sedang melakukan rapat di Banda Aceh. Tak dinyana, kalau pamitan pertelepon itu merupakan hubungan terakhir mereka dengan sang ketua.

Menjelang detik-detik wafat, Ketua Umum DPP PAN Dr HM Amien Rais yang sedang berdialog dengan Taliban Aceh di Sultan Hotel Banda Aceh sempat mendoakan agar, kesehatan Sayed Mudhahar Ahmad cepat sembuh. Namun, 30 menit kemudian, Amien Rais dan AM Fatwa yang sedang berdialog menerima kabar bahwa Ketua DPD I PAN Aceh telah meninggal dunia. Kedua tokoh nasional itu, kata Dr Jamaluddin Ahmad yang kebetulan ikut bersama Amien Rais turut menyampaikan rasa duka yang dalam. Direncanakan, hari ini setiba di Jakarta mereka langsung berkunjung ke rumah duka.

Sedangkan rombongan partai tujuh besar yang dipimpin Farhan Hamid begitu mengetahui kabar Pak Sayed meninggal langsung meluncur ke rumah duka. Rombongan tersebut terdiri dari Abu Yus, Taufik MS, Munir Azis, H Daud Mansyur, Bustami Usman dan calon anggota DPR-RI dari PDI-P H Karimun. "Kami sangat berduka atas berpulangnya Pak Sayed," ungkap Farhan Hamid terputus-putus.(hel)