Rusuh Ambon Berlanjut, 2 Tewas dan 20 Terluka

CONTENTS

Republika Online edisi:
07 Oct 1999

Rusuh Ambon Berlanjut, Dua Tewas dan 20 Terluka


AMBON -- Pertikaian bernuansa SARA secara sporadis masih terjadi di sejumlah kawasan di Ambon, Maluku, Rabu pagi hingga malam. Peristiwa tersebut mengakibatkan sedikitnya dua warga sipil meninggal dunia dan 20 lainnya mengalami luka berat dan ringan.

Sejumlah kawasan yang masih dilanda pertikaian di antaranya Ahuru dan Batumerah, Kecamatan Sirimau serta kawasan Benteng Atas dan Kecamatan Nusaniwe.

Pertikaian massa yang masih terus berlanjut itu, juga mengakibatkan puluhan rumah di RT-03/RW-16 Desa Ahuru dibakar sekelompok massa yang datang dari arah Galunggung, Kebun Cengkeh, dan Air Kuning untuk melakukan penyerangan. Data yang diperoleh dari Posko MUI Tingkat I Maluku menyebutkan dalam pertikaian di kawasan Ahuru, dua orang tewas dan 13 lainnya mengalami luka berat dan ringan. Korban ada yang terkena tembakan aparat, ledakan bom, dan senjata api rakitan. Dua korban meninggal itu yakni Hamzah Rumaway (21) dan Mochtar Efendy (28) akibat tertembak pada kepala dan dada. Sementara itu, data yang diperoleh dari RSUD Dr Haulussy menyebutkan sedikitnya tujuh warga sipil harus menjalani perawatan intensif karena mengalami luka berat.

Ketujuh korban adalah Markus Aponno (20) dan Antonius Juley yang mengalami luka-luka dalam pertikaian di kawasan Ahuru, serta David Tuhumena (20) yang mengalami luka berat akibat terkena serpihan bom rakitan pada wajah, leher, serta telunjuk tangan kiri dalam pertikaian di kawasan Batumerah.

Sementara itu, Rudy Lekatompessy (20), Denny Soukotta (17), Hepian Pattiasina (26) dan Erick Tuhumury (17) mengalami luka berat dan ringan tertembak aparat keamanan dalam pertikaian di kawasan Benteng Atas. Hingga berita ini diturunkan sekitar pukul 22.00 WIT, aksi pertikaian masih terus berlangsung, konsentrasi massa dalam jumlah besar pada lokasi tertentu masih terlihat, serta bunyi letusan senjata aparat keamanan maupun ledakan bom dan senjata api rakitan masih terus terdengar.

Sementara itu, kota Ambon dan sekitarnya pada Rabu (6/10) malam terlihat sangat sepi dan nyaris menjadi kota mati. Hanya satu dua kendaraan yang lewat, itu pun yang digunakan oleh aparat keamanan untuk berpatroli atau kendaraan pribadi. Untuk mengamankan situasi, pihak Pomdam XVI/Pattimura, dua pekan terakhir ini melakukan penertiban terhadap senjata aparat keamanan di Ambon sehubungan jatuhnya korban warga sipil maupun TNI/Polri saat pertikaian massa bernuansa SARA dengan sasaran bidikan jitu dan diduga pelakunya mahir.

''Kami telah menarik dan pistol dari personel yang tidak operasional dan memeriksa gudang-gudang. Ternyata tidak ada senjata yang hilang, sehingga para korban berjatuhan diduga kuat berasal dari jenis standar,'' kata Danpomdam XVI/Pattimura, Letkol CPM A Sulaiman SH, di Ambon, Rabu.

Penertiban senjata itu dilakukan secara prosedur administrasi lengkap sehingga kemungkinan disalahkangunakan aparat keamanan relatif kecil. ''Aparat juga perlu memahami penertiban ini kendati jiwa mereka selama perjalanan dari rumah ke tempat tugas dan sebaliknya terancam. Namun lebih baik diantisipasi sejak dini karena ada kemungkinan disalahgunakan anggota keluarga bila lengah,'' katanya.

Ia menegaskan pantauan di lapangan dengan mendengar bunyi tembakan maupun kondisi korban diduga keras telah beredar bebas sejumlah jenis standar di Ambon.

Dicontohkan, korban dua aparat keamanan yang meninggal dengan masing-masing sasarannya di kepala yakni Danton Yonif Zipur-3 Siliwangi, Letda Ricky Kulalabahi dan anggota Yonif Lintas Udara 733/BS Ambon, Serda Moch Ali. Lestaluhu saat pengamanan pertikaian massa di kawasan Batumerah dan Karangpanjang, Senin (3/10).

Danpomdam juga menilai geografis Pulau Ambon dengan garis pantainya yang panjang merupakan alternatif bagi kegiatan penyusupan senjata standar oleh masyarakat. ''Razia di pelabuhan memang dilakukan. Tapi, garis pantai yang panjang dengan pantauan laut menyebabkan sulit menanganinya,'' katanya.

Ia juga membantah adanya sinyalemen di kalangan masyarakat bahwa terjadi saling menembak di antara sesama aparat keamanan dengan pertimbangan rasa solidaritas korps TNI/Polri sangat tinggi. ''Mana ada aparat keamanan menembak sesamanya. Prajurit TNI/Polri itu memegang teguh Sapta Marga. Begitupun, anggapan aparat keamanan tembak masyarakat masih perlu pembuktian dan saksi akurat karena kenyataannya telah beredar senjata jenis standar yang sulit diamankan Pomdam,'' kata Letkol Sulaiman.

Diterbitkan oleh Republika Online
Hak Cipta © PT Abdi Bangsa 1999