Rusyad Nurdin, Dai Pejuang
Membubarkan
itu mudah, kata KH Rusyad Nurdin menjawab usul penuh semangat dari seorang
anak muda untuk membubarkan Majelis Ulama Indonesia (MUI). Tetapi harap
diperhatikan, ulama lima zaman ini wanti-wanti, sekarang kita sedang berusaha
keras mempersatukan umat. Yang salah kita perbaiki, insya Allah bisa berubah,
lanjutnya.
Sikap tidak radikal dari ulama yang dilahirkan pada 17 April 1918 ini
bukan berarti mentolerir kesalahan. Ketegasannya telah dibuktikan ketika
menegur Ali Sadikin yang kala itu menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta.
KH Rusyad Nurdin menyatakan, RRC dan Soviet yang komunis pun belum pernah
menjadikan judi sebagai income negara. Kita yang Pancasila kok menjadikan
judi sebagai biaya membangun Jakarta, gugatnya kesal.
Harap dimaklumi, ketika itu Ali Sadikin secara jumawa bahkan menantang
Pak Natsir agar jangan melewati Jakarta karena semua aspalnya adalah aspal
judi.
Sikap konsisten ulama mantan anggota Konstituante ini akan lebih mudah
kita baca nanti, jika buku riwayat hidupnya berjudul Rusyad Nurdin, Dai
Pejuang Pejuang Dai sudah diterbitkan. Buku yang telah disiapkan Prof Mansur
Suryanegara sejak 1997 itu sedang dalam penyelesaian. Salah satu yang belum
diungkapkan, jelas Prof Mansur, adalah peran Pak Rusyad &emdash;yang
dulunya amat gagah&emdash; dalam Hizbullah.
Ulama yang pernah bertetangga dengan anak Snouck Horgronye ini, hanya
manggut-manggut mendengarkan rencana Prof Mansur &emdash;rekannya yang
lebih muda&emdash; untuk menerbitkan riwayat hidupnya.
Ulama yang pernah aktif di Persatuan Islam (persis) ini malah sempat
menceritakan cucu Snouck Horgronye, bernama Dedi Yusuf, yang menjadi pemain
bulutangkis. Semoga panjang umur, Pak Rusyad.
Jusuf Amir Feisal, Sakit
Ketua
Partai Bulan Bintang Jawa Barat ini masih tampak lemah, setelah seminggu
dirawat di rumah sakit Advent Bandung. Ia baru saja menjalani operasi empedu.
Sebelum dirawat di rumah sakit, ayah tujuh anak ini diserang flu berat.
Kepalanya pusing dan badannya panas dingin. Tapi, karena dianggap penyakit
biasa, ia abaikan saja. Terus saja menjalani aktivitas sebagai wakil rakyat
di DPRD Jawa Barat. Ternyata tambah parah. Setelah diperiksa dokter, eh
penyakitnya ternyata cukup lumayan. Ia disarankan tinggal di rumah sakit.
Mengapa tak memilih rumah sakit Islam? Tak tahu lah. Mungkin, itulah rumah
sakit terbaik di sana.
Tiga hari istirahat sambil minum obat, eh malah parah. Setelah diperiksa
lagi, barulah ketahuan di empedunya bersarang tiga batu kecil. "Tapi
walau kondisinya lemah, ia masih semangat kalau menerima tamu dan telepon,"
ujar Lia Meilani yang setia mendampingi.
Alhamdulillah, operasinya berjalan lancar. Kini ia istirahat di rumah
menantunya, Barry Prima &emdash;aktor laga yang terkenal itu&emdash;
di Bandung. "Alhamdulillah, sekarang sudah lumayan, banyak perubahan.
Doakan saja supaya lekas sembuh dan bekerja kembali," ujarnya ramah
kepada Sahid.
Prof DR Jusuf Amir Feisal, lahir di kota 'pabrik' artis dangdut, Tasikmalaya,
30 Oktober 1934. Alumni IKIP Bandung ini adalah adik almarhum KH Abdul
Latief Muchtar, Ketua Umum Persis.
Selain namanya masih terdaftar sebagai dosen pascasarjana dan guru besar
IKIP Bandung, ia juga masih menjabat sebagai Direktur LBIB (Lembaga Bahasa
Inggris Bandung). Juga, kakek dari lima cucu ini masih terdaftar di organisasi
yang didirikan pada Desember 1990 di Malang, ICMI, sebagai dewan pakar.
Semoga cepat sembuh, Pak!
Ekky Syachrudin, Perseteruan
'Perseteruan'
Golkar dengan PDI-Perjuangan (PDIP) rupanya tidak hanya di Jakarta, tapi
juga di Surabaya. Itu berlangsung beberapa waktu lalu dalam sebuah seminar.
PDIP diwakili politisi senior Sabam Sirait, sedangkan Golkar diwakili
tokoh vokal Ekky Syachrudin. Entah karena 'dendam' sejarah atau apa, Sabam
sejak awal 'menyerang' dengan pernyataan-pernyataan tajam yang memojokkan
Golkar. Pada masa Orde Baru, PDI memang pernah diobok-obok pemerintah,
yang notabene Golkar.
Celakanya, judul seminarnya pun &emdash;Membedah Perekonomian Pasca-Habibie&emdash;
ikut menohok partai beringin itu. Seakan-akan judul itu memastikan Habibie
bakal tak jadi presiden lagi.
Namun, Ekky tampak tenang saja. Ia hanya memaparkan visi Golkar barunya.
Dan akhirnya mantan aktivis HMI ini beraksi juga, ketika Sabam tiba-tiba
memotong pembicaraan moderator. Pada akhir acara, Krisnayana, sang moderator,
mengatakan, "Dengan adanya berbagai peristiwa kelabu yang dialami
negara kita, maka diharapkan tidak ada lagi perpecahan di seluruh komponen
bangsa. Terutama partai-partai politiknya, tidak jegal-menjegal, sehingga
perekonomian kita jadi stabil."
Tiba-tiba sambil melirik Ekky, Sabam angkat bicara, "Kita tidak
pernah menjegal, tapi dijegal terus."
Tak kalah sengit Ekky pun menangkis, "Yang saling jegal itu kan
orang PDI sendiri."
"Iya, tapi kan campur tangan Golkar juga," sahut Sabam tak
mau kalah.
"Salah sendiri, kenapa PDI mau," balas Ekky.
Entah karena tidak menemukan jawaban, Sabam akhirnya 'menyerah', "Ya
itu, kenapa kita mau."
Hadirin tertawa saja melihat tingkah dua politisi itu. "Ternyata
seru juga mengundang mereka dalam satu meja," celetuk Krisnayana sambali
menahan tawa.
Hadad Alwi, Cinta Rasul
Para
pecinta tembang shalawat tentu kenal suara lembut pria keturanan Arab ini.
Soalnya, kasetnya berjudul Cinta Rasul laris manis di pasaran. Dalam waktu
dua setengah bulan, katanya, sudah terjual 300 ribu kopi. "Ini menunjukkan
gelora yang begitu besar dari umat untuk mencintai Rasulullah," katanya
kepada koresponden Sahid, Ichwan Prasetyo, di sela-sela melatih menyanyi
anak-anak TPA Al-Ihya, Solo.
Pria kelahiran Solo 13 Maret l966 ini mengaku hobi membaca shalawat
sejak kecil. Ibunyalah yang pertama kali mengajari. Lalu memperdalam kepada
Haji bin Ahmad, seorang ustadz di Kota Batik itu, ketika di SMP. Saat itulah
ia mulai diminta melantunkan shalawat di berbagai masjid.
Tahun l995, karena menikah ia hijrah ke ibukota. Muncul dalam benaknya
untuk merekam suaranya yang memang merdu itu. Keinginannya itu baru terkabul
saat ia bertemu dengan Haidar Yahya, musikus yang menggarap album A Ba
Ta Tsa milik Neno Warisman. Meluncurlah album pertama berjudul Nur Muhammad.
Sambutan pasar cukup bagus. Dalam tempo satu setengah tahun terjual 300
ribu keping. Disusul album Ziarah Rasul, terjual 200 ribu dalam waktu setengah
tahun. Kini ayah dua anak ini sedang mempersiapkan album keempat, Cinta
Rasul II.
Bukan semata kaset-kasetnya laris yang membuatnya gembira, melainkan
juga karena keinginannya berdakwah. "Itu tujuan utama saya,"
tegas protolan Universitas Gajah Mada dan Universitas Padjajaran Bandung
ini.
Pernah ada sepucuk surat yang diterimanya dari seorang pemuda asal pulau
Halmahera, MAluku. Anak muda ini mulanya brandalan. Anehnya, saat mendengarkan
kaset shalawat Hadad Alwi, ia menangis. "Tangisnya adalah tangis penyesalan,"
cerita Hadad. Kini, pemuda itu berubah menjadi pemuda yang taat agama.
"Inilah yang membuat saya terharu," katanya.