Suara Hidayatullah : Mei 2000/Muharram-Shafar 1421 | ||
PKI Bangkit Tanggung Jawab Gus Dur Assalamu'alaikum wr wb Pro dan kontra dihapuskannya Tap MPRS No XXV/1966 hingga kini masih terus berlanjut. Bahkan Presiden Abdurrahman Wahid tetap bersikukuh agar ketetapan tersebut dicabut. Padahal presiden sebagai kepala negara semestinya tidak punya kewenangan mencabut Tap MPR. Yang berhak mencabut adalah MPR dan presiden justru pelaksana Tap MPR. Perlu diingat pula, Tap MPR yang telah berusia 34 tahun itu tidak sekadar menyatakan Partai Komunis Indonesia (PKI) sebagai partai terlarang dan tak punya hak hidup lagi di Indonesia. Tetapi juga melarang ajaran komunisme, marxisme, dan leninisme. Sebelum Gus Dur menyatakan kenekadannya untuk mencabut Tap itu, terlebih dahulu Presiden menyatakan permohonan maaf kepada mereka yang menjadi korban dalam pergerakan PKI, mengingat banyak di antara mereka tidak bersalah dan tidak melalui proses hukum yang benar. Gus Dur sendiri dalam pernyataannya juga mengakui banyak warga NU yang terlibat dalam pembantaian terhadap mereka yang dituduh terlibat PKI. Akibat pernyataan itu, sejumlah kelompok Islam termasuk Ketua PBNU, KH Hasyim Muzadi, dan PP Muslimat NU, Aisyah Baidlowi, menolak keras dan berseberangan pendapat dengan presiden. Mereka minta agar Gus Dur tidak terus-menerus meminta pencabutan Tap itu. Kedua tokoh NU itu —sebagaimana ormas Islam lainnya— mempertanyakan apakah tidak mungkin nantinya PKI akan melakukan pemberontakan untuk ketiga kalinya, bila mereka diberi angin. Kekhawatiran yang wajar, sebab PKI telah melakukan pembantaian terhadap ummat Islam di Madiun —yang dikenal dengan sebutan pemberontakan Madiun tahun 1948— dan Gestapu PKI (30 September 1965) yang didahului dengan intimidasi dan penculikan terhadap ummat Islam. Contohnya penculikan terhadap anak-anak Pelajar Islam Indonesia (PII) di Kanigoro Kabupaten Kediri, Peristiwa Utrech di Jember, dan lain-lain. Jika benar Gus Dur akan tetap mempertahankan pendapatnya untuk `membangkitkan' kembali kehadiran PKI, siapa yang akan bertanggung jawab terhadap persoalan komunis yang berjiwa tidak demokratis, apatis terhadap agama, dan selalu mengadu domba rakyat yang ekonominya terjepit? Masihkah ummat Islam selalu akan dibenturkan dengan masyarakat lain (penganut komunis yang tidak seluruhnya beragama) itu? Jalan terbaik yang semestinya dijalankan Presiden Gus Dur adalah memperhatikan pertumbuhan ekonomi, tegakkan hukum, dan berlakulah yang adil. Jangan mentang-mentang jadi Presiden lantas berlaku semau gue (mau selamat sendiri). Wassalam. Fikri Zakki Berjilbab di Sekolah Masih Bermasalah Assalamu'alaikum wr wb Saya siswa sebuah Madrasah Aliyah kelas III. Alhamdulillah, saya telah berpakaian Muslimah. Tetapi saya mengalami masalah serius yang berhubungan dengan busana Muslimah (jilbab) ini menjelang saat-saat ujian. Masalah timbul pada saat akan berfoto untuk ujian. Kami disuruh buka aurat. Tentu saja hati saya sangat berat untuk melakukannya, sebab hal itu nyata-nyata melanggar Qur'an dan Sunnah yang telah saya jadikan pegangan hidup. Saya telah berusaha konsultasi dengan pihak kepala sekolah, tetapi dia menjawab dan berdalih macam-macam. Misalnya alasan bahwa hal itu merupakan ketentuan atasan, khawatir foto itu tidak asli kalau berjilbab. Padahal mereka tahu persis mengenai busana Muslimah ini. Saya menjadi risau, bingung, dan sedih. Karenanya, saya sebagai seorang siswi yang berusaha menapaki jalan menuju Islam kaffah, memohon kepada para atasan yang dimaksud untuk tidak menghalangi para pelajar/siswi yang ingin menegakkan dienullah walaupun hanya melalui masalah yang dianggap sepele ini. Apalah artinya selembar ijazah bila dibandingkan dengan siksa Allah di akhirat nanti? Dan kita semua tahu bahwa tidak akan pernah ada seseorang yang memikul beban dosa orang lain, dengan alasan apapun. Atas dimuatnya surat ini, saya mengucapkan terima kasih. Wassalam. Maimunah Umar Koreksi tentang FSLDK Assalamu'alaikum wr wb Sebagai mantan aktivis LDK (Lembaga Dakwah Kampus) yang terlibat cukup intens pada FSLDK (Forum Silaturahim LDK) di era awal 90-an, saya ingin mengoreksi beberapa hal mengenai FSLDK dalam artikel berjudul “Merunut Kiprah LDK” yang dimuat Sahid edisi April 2000. Pertama, pertemuan pertama LDK (FSLDK I) dilaksanakan tidak di Masjid Salman ITB, melainkan dalam rangkaian kegiatan Ramadhan di Kampus Jama'ah Shalahuddin UGM. Pertemuan berikutnya baru di Salman. Kedua, khittah LDK (mungkin) dibahas di FSLDK di Bogor, tapi pembahasan final serta kesepakatan mengenainya dibuat pada pertemuan di IKIP Malang tahun 1989. Mengenai KAMMI, organisasi ini memang dideklarasikan 'menumpang' pada FSLDK 1998 di Malang. Namun secara resmi deklarasi tersebut terlepas dari FSLDK. Hal ini pernah dimuat dalam sebuah surat pembaca di majalah Gatra. Demikian beberapa koreksi dari saya. Terima kasih atas perhatiannya. Wassalam. Hasanuddin Abdurrahman * Terima kasih atas koreksinya
Kami Siap Perang Assalamu'alaikum wr wb Membaca Sahid edisi Maret 2000, terutama rubrik `Ihwal' dan `Figur', kami langsung kaget. Bulu kuduk berdiri, hati terenyuh, dan jantung berdebar-debar. Sudah separah itukah penderitaan yang dialami saudara-saudara kita di sana yang selama ini beritanya selalu dimanipulasi media-media sekuler? Bermacam-macam perasaan kini berkecamuk di lubuk hati kami. Sedih, haru, iba, dongkol, dendam, kesal dan entah apa lagi. Yang jelas dengan penuh ketulusan hati kami nyatakan sikap sebagai berikut:
Wassalam. Munas Hidayatullah bukan DI/TII Assalamu'alaikum wr wb Berkaitan dengan tulisan di majalah Sabili edisi No 22 Th VII/19 April 2000 pada rubrik Telaah Utama dengan judul “Peta Gerakan Islam di Indonesia”, dan majalah Forum Keadilan no.3 tahun IX edisi 23 April 2000 yang dalam tu lisannya mengesankan bahwa Hidayatullah terkait dengan NII atau DI/TII, bersama ini Dewan Eksekutif Hidayatullah menegaskan bahwa Hidayatullah tidak ada kaitan sama sekali dengan gerakan NII ataupun DI/TII. Hidayatullah adalah organisasi kemasyarakatan (ormas) keislaman yang legal dan formal sebagaimana ormas Islam lainnya seperti Muhammadiyah dan Nahdhatul Ulama, yang mengemban missi dakwah melalui berbagai bidang, terutama pendidikan dan sosial kemasyarakatan. Selain itu juga perlu kami jelaskan bahwa almarhum Ustadz Abdulllah Said, pendiri Pesantren Hidayatullah di Balikpapan, tidak memiliki hubungan kekeluargaan dengan Kahar Muzakkar, pemimpin DI/TII di Sulawesi Selatan. Untuk diketahui, di antara aktivis dan pengurus Hidayatullah ada yang berasal dari kalangan Muhammadiyah dan kalangan NU. Tetapi itu tidak berarti ada kaitan antara Hidayatullah dengan kedua organisasi besar itu kecuali hubungan silaturahim dan ukhuwah Islamiyah antara sesama lembaga dakwah Islam. Karena itu, untuk mencegah peta yang dibuat Sabili dan Forum menjadi menyesatkan —terutama bagi para aktivitas warga dan simpatisan Hidayatullah— maka kami tegaskan kembali, lembaga Hidayatullah tidak ada kaitan sama sekali dengan gerakan NII ataupun DI/TII. Hidayatullah lahir ke dunia tanpa `ayah dan ibu'. Demikian penjelasan kami. Terima kasih. Wassalam. Ketua Dewan Eksekutif Hidayatullah
|