Kasus Pemurtadan
di Asrama UI, Depok

Tragedi usaha pemurtadan itu, terungkap secara sengaja. Musibah itu menimpa, Lela, seorang mahasiswi fakultas sastra UI. Awalnya, Lela yang bermukim di Asrama Mahasiswa UI Depok itu, tak nampak di tengah teman-teman satu bloknya yang sedang merayakan pesta ulang tahun seorang teman.
         Merasa kurang pas tanpa kehadiran Lela, salah seorang di antara mereka menyusul ke kamarnya. Tapi betapa terkejutnya, mereka mendapati Lela tergolek tak berdaya dipembaringan. Lebih mengejutkan lagi, di kamar Lela berserakan buku-buku, sejumlah brosur Kristen dan Injil. Padahal selama ini Lela dikenal sebagai seorang muslimah di kalangan temannya. Apa yang terjadi dengan Lela?
        Nina teman yang pertama kali menemukan Lela, mencoba menenangkannya. Berulang kali kalimat istighfar dibisikan di telinga Lela, kaset-kaset murottal dan nasyidpun diputar. Tapi Lela tak kunjung tenang, sebaliknya ia malah histeris dan berteriak, “Aku murtad, aku murtad.” Dengan panik Nina terus memeluk Lela dan tak berhenti membisikkan istighfar di telinganya.
        Pelan-pelan akhirnya Lela pun mengikuti kalimat istighfar yang diucapkan Nina. Kini giliran tangis yang meledak, malam itu pula Lela memberi kabar pada ibunya di luar kota. Ia merasa bersalah dan menceritakan musibah yang sedang menimpanya. Setelah semua reda, Lela mulai membeberkan satu persatu kejadian yang dialaminya. 
       Kepada Nina, Lela mengaku, selama ini berada dalam konflik besar antara bertahan memeluk Islam atau murtad menjadi seorang Protestan. Bermula dari hubungan Lela dengan Charles, seorang pemuda Protestan yang juga mahasiswa UI. Dari hubungan itulah Lela merasa gamang antara Islam dan Protestan. Lela pun bingung dan depresi berat yang mengakibatkan ia mengalami sakit kepala yang luar biasa.
       Entah kenapa, sakit kepala Lela hilang seketika setelah tangannya dipegang oleh Charles dan dibacakan berbagai doa. Tapi setelah Charles pergi, sakit kepala Lela datang kembali. Anehnya, tak lama kemudian datang dua orang mahasiswi Kristen lainnya, Liza dan Ruth. Seperti Charles, kedua mahasiswi inipun melakukan hal yang sama, memegang tangan Lela dan membacakan doa-doa. Kembali, sakit kepala Lela reda. Tapi itupun tak lama, setelah keduanya menghilang, sakit kepala Lela kembali meraja.   Tampaknya, cara itu sengaja diciptakan untuk membuat ketergantungan.
Malam itu, Nina dan kawan-kawan bergantian piket menjaga agar Charles tak masuk asrama putri. Itu terpaksa dilakukan karena Charles mencoba untuk masuk dan memanggil-manggil Lela dari luar asrama.
        Esoknya, saat Nina hendak membawa Lela ke klinik terdekat, Charles sudah berjaga di depan pintu asrama. Ia juga mencoba menerobos masuk ke mobil yang sudah disiapkan untuk membawa Lela. Dengan gigih Nina dan kawan-kawan melarangnya, meski Charles berkata bahwa Lela di bawah tanggung jawabnya. Tak tanggung-tanggung, Charles juga berdalih bahwa hubungannya dan Lela sudah serius untuk sampai menikah.
       Tapi Charles, tak kenal menyerah. Tak bisa hari itu, hari lain pun tak apa. Setelah semua berlalu, dan Lela sudah agak tenang meski masih labil, Charles kembali mendekati Lela. Nina yang masih khawatir pada keadaan Lela, mencoba untuk menolongnya.
       Nina mendatangi Charles dan memintanya untuk tidak lagi mengganggu dan mempengaruhi Lela. Tapi dengan nada kasar Charles justru menolak tuduhan mempengaruhi Lela untuk pindah agama. Sebetulnya Charles sendiri telah dimintai keterangan oleh beberapa mahasiswa di asrama putra tentang hal ini.
       Dari sana terkorek keterangan, bahwa ia berpacaran sambil menjalankan misi. Tapi ketika ditanya lebih lanjut siapa yang berada di belakangnya, Charles bungkam tak memberikan keterangan. Kini tugas kita, mencari siapa yang berada dibelakang semua ini.