Hasan
Kiat: Dai PKPU “Ini Pembantaian Bukan
Peperangan”
Bagaimana kondisi di
Halmahera saat ini? Setiap hari terjadi
pembantaian, di Tobelo dan Galela juga terjadi. Umat Islam di
kedua daerah itu benar-benar tidak berdaya. Di Tugu Liwa,
sebelum penyerangan, umat Islam berjumlah 1800 orang. Di
antara mereka, 240 orang ditemukan syahid di dalam masjid dan
400 lagi di luar masjid yang berhasil mengungsi 400 orang dan
760 lagi hilang. Jumlah itu belum lagi yang berasal dari desa
Popilo, mereka juga lari ke hutan-hutan. Ini benar-benar
tragedi
kemanusiaan.
Orang-orang Kristen Tobela menggunakan anjing mengejar muslim,
layaknya binatang buruan. Di hutan Tobela kini bermukim
sekitar 1000 muslim dari Popilo dan Tugu Liwa, jika mereka
tertangkap, kaum lelakinya langsung dibantai. Yang perempuan
dibawa ke perkampungan Kristen untuk
diintimidasi.
Di Galela sendiri ada 5000 pengungsi yang setiap pekan pada
hari Selasa dan Kamis diserang oleh orang Kristen dari lima
penjuru. Pengungsi ini hanya mendapatkan pengamanan dari 300
tentara. Sedangkan di Tobelo lebih parah lagi, disana sudah
tidak ada lagi tentara. Kondisi para pengungsi dan
pelarian muslim
bagaimana?
Salah satu di antaranya adalah Zaenab Syamsudin, istri
sopirnya Ustadz Kasuba, dia bersama empat orang Ibu lainnya
yang membawa anak kecil lari ke hutan selama 21 hari. Mereka
diburu dan ditangkap pasukan kafir. Saat akan dibunuh ada
seorang yang mengenali mereka sebagai keluarganya dan meminta
agar Zaenab tidak dibunuh. Setelah dua hari ditawan, tentara
datang dan membawa mereka ke Morotai selanjutnya menuju
Ternate. Allah
menyelamatkan mereka, kalau Pasukan Merah menangkap orang
Islam di hutan sebagian mereka pasti dibunuh. Sebagian lagi
mereka bawa untuk upacara pembantaian. Sedang yang tertawan
dipaksa melihat saudaranya yang lain dibantai dengan keji.
Mereka memancung kepala dan memotong tubuh umat
Islam. Ada aparat keamanan, bagaimana
sikapnya?
Aparat keamanan di sana hanya mondar-mandir antara Tobelo dan
Galela membunyikan senjatanya sebagai tanda agar umat Islam
keluar dari persembunyian untuk mendekati tentara. Tapi
kebanyakan dari umat Islam tak bisa membedakan bunyi senjata
rakitan atau organik, sehingga saat mendengar mereka semakin
jauh masuk ke dalam hutan. Di hutan, meraka mungkin sudah
banyak yang kelaparan atau mati dibantai. Ada seorang Ibu yang
melarikan diri dengan lima orang anak, selama 23 hari dalam
pelarian satu persatu anaknya meninggal hanya tinggal dua
orang. Tapi banyak juga Ibu-ibu yang tidak lari ke hutan tapi
turun ke medan perang. Di daerah mana saja umat
Islam
dibantai?
Pada saat terjadi pembantaian Panglima Max Tamaela tidak
bertindak sama sekali. Padahal, dia tahu persis yang terjadi
di Tobelo dan Galela. Kini sebanyak 7 kecamatan sudah mereka
kuasai, Tobelo, Galela, Kao, Malifut, Tibu, Pulau Loda, Sau.
Di Halmahera Selatan mayoritas muslim, di Halmahera Tengah
gereja-gereja sudah habis tinggal satu kampung, itupun dijaga
ketat oleh aparat. Bagaimana kondisi muslim di
daerah
tersebut?
Semangat Jihad pasukan muslim sangat tinggi, tapi tidak
ditunjang dengan kemampuan logistik. Tanggal 6 Pebruari
pasukan muslim 2000 orang bertempur dnegan jumlah yang tak
seimbang, kalah jauh. Mereka akhirnya lari karena selama dua
hari dua malam tidak makan. Kini situasi sudah
relatif aman, bagaimana
selanjutnya?
Keberadaan aparat memang mengurangi peperangan, tapi bukan
berarti peperangan sudah reda sama sekali. Saya berharap pers
tidak berhenti memberitakan, di Maluku pembantaian muslim
masih terus terjadi.
Misbah |