Doulos Wajib
Ditutup! |
|
 |
Sesuatu yang
ilegal itu haram. Yayasan Doulos di Cipayung adalah ilegal,
maka dia haram! Usaha warga Betawi-Muslim di Cipayung
agaknya tidak sia-sia. Jika tak ada aral melintang seperti
money-politics, KKN, atau kasak-kusuk lainnya, selangkah lagi
Yayasan Kristen Doulos di Cipayung yang selama ini meresahkan
warga sekitarnya akan resmi ditutup. Diduga kuat, yayasan
Kristen yang berdiri di atas tanah seluas kurang lebih lima
hektar itu merupakan pusat kristenisasi terbesar di seluruh
Asia Tenggara. Jika berhasil ditutup, maka prestasi warga
Betawi-Muslim Cipayung patut mendapat acungan ribuan
jempol.
Betapa tidak, yayasan Kristen Doulos yang diketuai Pendeta dr.
Ruyandi Hutasoit ini selain menggunakan metode Diakonia (misi
berkedok pelayanan) juga kerap melancarkan Strategi
Kontekstualitas dalam memurtadkan orang-orang Islam. Berkenaan
dengan itu, dalam Simposium Nasional “Pemurtadan Dan Pelapukan
Adat Basandi Syara’ Di Minangkabau: Isu Atau Fakta?” (DDI
Jakarta, 17/10/99), Pengamat Dunia Islam Dr. Rifyal Ka’bah, MA
mengemukakan bahwa strategi kontekstualitas adalah suatu
strategi pemurtadan di mana para penginjil mempergunakan
atribut-atribut yang lazim di suatu daerah guna memperlicin
misi mereka.
“Para penginjil itu kini sering pakai peci dan baju koko
putih, layaknya orang Islam, dalam kegiatan misinya. Itu salah
satu contoh strategi kontekstualitas,” ujar Rifyal Ka’bah.
Bisa jadi, patung Yesus yang berbeda di tiap tempat atau
negara juga merupakan bagian dari strategi ini. Di Cina dan
Jepang, mata patung Yesus sipit dan berkulit kuning. Di Eropa,
tinggi besar bermata biru dan berambut pirang. Di Afrika,
berkulit hitam legam dan berambut keriting. Kesemuanya itu
bermuara kepada melicinkan (baca: menipu) orang-orang yang
belum masuk Kristen.
Bahkan
dalam salah satu tabloid Kristen (rubrik Lepas), Pendeta dr.
Ruyandi Hutasoit mengakui bahwa peci adalah salah satu alat
penginjilan. “Alkitab bilang, bagi orang Yahudi saya menjadi
Yahudi. Bagi orang Yunani saya menjadi Yunani. Bagi orang
Muslim, saya mengenakan peci,” ujar Ketua Yayasan Doulos ini.
Namun, bagaimanapun hebat dan licinnya strategi
kontekstualitas dalam misi Kristen, sebodoh-bodohnya orang
Islam tetap mengetahui adanya bau busuk di baliknya. Sebab
itulah warga Betawi-Muslim di sekitar yayasan Doulos Cipayung
jadi
gelisah.
Merespon keresahan warga dan guna menghindari terjadinya upaya
main hakim sendiri terhadap keberadaan yayasan Doulos, Camat
Cipayung Drs. Bambang M merasa perlu mengundang alim-ulama dan
tokoh masyarakat Cipayung. Diapit Danramil Kapt. (Inf) Sunardi
dan Kapolsek Cipayung Kapt. (Pol) Ngatemin, Camat Cipayung
menggelar acara dialog untuk merumuskan sikap bersama terhadap
yayasan Doulos ini.
Acara
yang digelar pada tanggal 11 Oktober 1999 ini akhirnya
merekomendasikan surat kepada Walikota Jakarta Timur Andi
Mapagganty agar menutup yayasan Doulos karena sudah
jelas-jelas meresahkan umat Islam. Surat bernomor 231/I.75
tersebut ditandatangani Muspika Kecamatan Cipayung (Camat,
Danramil, dan Kapolsek) serta didukung segenap komponen umat
Islam se-Kecamatan Cipayung.
Menindaklanjuti
surat rekomendasi dari Cipayung, pihak Walikota Jakarta Timur
lewat Kepala Humas Pemda Jakarta Timur Rusli Kahar berjanji
akan menuntaskan masalah Doulos ini. “Walikota ingin kedua
pihak dikumpulkan terlebih dahulu. Yang akan diundang antara
lain Camat Cipayung, para tokoh masyarakat setempat, serta
pihak yayasan Doulos sendiri,” ujar
Rusli. Rencana
pihak Walikota Jakarta Timur untuk mempertemukan segenap
komponen umat Islam Cipayung dengan pihak yayasan Doulos
mengundang reaksi para tokoh masyarakat Cipayung. “Yayasan
Doulos di Cipayung dari dulu sampai sekarang tidak pernah
minta izin atau diizinkan warga Cipayung. Dengan begitu kami
tidak mengakui keberadaan yayasan tersebut, dan kami keberatan
jika harus dipertemukan dengan mereka. Untuk apa? Bukankah
sudah jelas isi surat rekomendasi itu?” tegas Hamdi El
Gumianti, salah satu tokoh masyarakat
Cipayung. Dalam
surat pemberitahuan warga Cipayung yang ditujukan pada
Walikota Jakarta Timur tertanggal 27 September 1999 juga
tertulis: Izin Mendirikan Bangunan (IMB) bagi gereja, Wisma
Doulos, klinik, maupun STT (Sekolah Tinggi Teologi) tidak ada.
Selain itu, kegiatan Yayasan Doulos yang meresahkan warga
sekitarnya untuk memurtadkan mereka juga disebutkan, antara
lain: kegiatan mengumpulkan anak-anak di bawah umur dengan
iming-iming materi, warga sekitar yang bekerja pada yayasan
Doulos harus bersedia mendukung misi Doulos dan ada yang
diminta menukar agama Islam ke Kristen, serta adanya
pembaptisan bagi seluruh pasien-pasien klinik saraf Doulos
walau banyak di antara mereka beragama
Islam. Bukan itu
saja, usaha pemurtadan yang dilakukan Yayasan Doulos ternyata
juga diarahkan pada para pejabat dan pimpinan pemerintah
daerah di Cipayung sendiri. Tak kurang dari Camat Cipayung,
Drs. Bambang M memberi kesaksian. Saat dialog dengan ulama dan
tokoh Cipayung di Kantor Kecamatan (11/10/99), Camat Cipayung
itu mengatakan, “Saya pernah diundang menghadiri acara ‘Makan
Bersama Tuhan Yesus’ oleh Doulos, setelah itu saya dan
beberapa staf saya juga dikasih buletin itu...(maksudnya
buletin Dakwah Ukhuwah,
red).” Drs.
Bambang M menambahkan, “Tapi sungguh, sebagai orang Islam,
saya juga prihatin dengan adanya masalah ini. Dan tolong,
rehabilitasi nama saya, saya sama sekali tidak ada main mata
ataupun berkolusi dengan Doulos.” Agaknya pernyataan Camat
Cipayung memang keluar dari hati yang terdalam. Terbukti,
tanpa perlu bersusah payah, dikeluarkannya surat rekomendasi
penutupan yayasan Doulos kepada Walikota Jakarta
Timur. Jika
warga, alim ulama, tokoh masyarakat, dan Muspika Cipayung
telah bersepakat menyatukan langkah menyerukan agar yayasan
Doulos ditutup, maka sama sekali tidak ada alasan bagi
Walikota Jakarta Timur untuk mempertahankan keberadaan yayasan
Kristen tersebut.
“Ini bukan masalah antar pemeluk agama, antara Islam dan
Kristen. Tapi ini masalah antara warga Betawi-Muslim Cipayung
dengan Yayasan Doulos. Kami punya bukti-bukti yang valid
tentang sepak terjang yayasan Doulos yang meresahkan warga
Cipayung. Kasusnya sama seperti yang terjadi di Desa
Langensari, Lembang-Bandung. Jika STT Doulos di Bandung itu
bisa ditutup hanya dengan SK Bupati, maka mengapa Doulos di
Cipayung ini tidak bisa ditutup juga?” ujar Hamdi El Gumianti.
Jika demikian, tunggu apalagi Pak Walikota? n
Rizki
Ridyasmara

|