INDONESIA KITA

 

Doulos Wajib Ditutup!

wpe27.jpg (9120 bytes)

 

WB01419_.gif (1881 bytes)



Sesuatu yang ilegal itu haram. Yayasan Doulos di Cipayung adalah ilegal, maka dia haram!
Usaha warga Betawi-Muslim di Cipayung agaknya tidak sia-sia. Jika tak ada aral melintang seperti money-politics, KKN, atau kasak-kusuk lainnya, selangkah lagi Yayasan Kristen Doulos di Cipayung yang selama ini meresahkan warga sekitarnya akan resmi ditutup. Diduga kuat, yayasan Kristen yang berdiri di atas tanah seluas kurang lebih lima hektar itu merupakan pusat kristenisasi terbesar di seluruh Asia Tenggara. Jika berhasil ditutup, maka prestasi warga Betawi-Muslim Cipayung patut mendapat acungan ribuan jempol.
         Betapa tidak, yayasan Kristen Doulos yang diketuai Pendeta dr. Ruyandi Hutasoit ini selain menggunakan metode Diakonia (misi berkedok pelayanan) juga kerap melancarkan Strategi Kontekstualitas dalam memurtadkan orang-orang Islam. Berkenaan dengan itu, dalam Simposium Nasional “Pemurtadan Dan Pelapukan Adat Basandi Syara’ Di Minangkabau: Isu Atau Fakta?” (DDI Jakarta, 17/10/99), Pengamat Dunia Islam Dr. Rifyal Ka’bah, MA mengemukakan bahwa strategi kontekstualitas adalah suatu strategi pemurtadan di mana para penginjil mempergunakan atribut-atribut yang lazim di suatu daerah guna memperlicin misi mereka.
        “Para penginjil itu kini sering pakai peci dan baju koko putih, layaknya orang Islam, dalam kegiatan misinya. Itu salah satu contoh strategi kontekstualitas,” ujar Rifyal Ka’bah. Bisa jadi, patung Yesus yang berbeda di tiap tempat atau negara juga merupakan bagian dari strategi ini. Di Cina dan Jepang, mata patung Yesus sipit dan berkulit kuning. Di Eropa, tinggi besar bermata biru dan berambut pirang. Di Afrika, berkulit hitam legam dan berambut keriting. Kesemuanya itu bermuara kepada melicinkan (baca: menipu) orang-orang yang belum masuk Kristen.
         Bahkan dalam salah satu tabloid Kristen (rubrik Lepas), Pendeta dr. Ruyandi Hutasoit mengakui bahwa peci adalah salah satu alat penginjilan. “Alkitab bilang, bagi orang Yahudi saya menjadi Yahudi. Bagi orang Yunani saya menjadi Yunani. Bagi orang Muslim, saya mengenakan peci,” ujar Ketua Yayasan Doulos ini. Namun, bagaimanapun hebat dan licinnya strategi kontekstualitas dalam misi Kristen, sebodoh-bodohnya orang Islam tetap mengetahui adanya bau busuk di baliknya. Sebab itulah warga Betawi-Muslim di sekitar yayasan Doulos Cipayung jadi gelisah.
         Merespon keresahan warga dan guna menghindari terjadinya upaya main hakim sendiri terhadap keberadaan yayasan Doulos, Camat Cipayung Drs. Bambang M merasa perlu mengundang alim-ulama dan tokoh masyarakat Cipayung. Diapit Danramil Kapt. (Inf) Sunardi dan Kapolsek Cipayung Kapt. (Pol) Ngatemin, Camat Cipayung menggelar acara dialog untuk merumuskan sikap bersama terhadap yayasan Doulos ini.
         Acara yang digelar pada tanggal 11 Oktober 1999 ini akhirnya merekomendasikan surat kepada Walikota Jakarta Timur Andi Mapagganty agar menutup yayasan Doulos karena sudah jelas-jelas meresahkan umat Islam. Surat bernomor 231/I.75 tersebut ditandatangani Muspika Kecamatan Cipayung (Camat, Danramil, dan Kapolsek) serta didukung segenap komponen umat Islam se-Kecamatan Cipayung.
        Menindaklanjuti surat rekomendasi dari Cipayung, pihak Walikota Jakarta Timur lewat Kepala Humas Pemda Jakarta Timur Rusli Kahar berjanji akan menuntaskan masalah Doulos ini. “Walikota ingin kedua pihak dikumpulkan terlebih dahulu. Yang akan diundang antara lain Camat Cipayung, para tokoh masyarakat setempat, serta pihak yayasan Doulos sendiri,” ujar Rusli.
        Rencana pihak Walikota Jakarta Timur untuk mempertemukan segenap komponen umat Islam Cipayung dengan pihak yayasan Doulos mengundang reaksi para tokoh masyarakat Cipayung. “Yayasan Doulos di Cipayung dari dulu sampai sekarang tidak pernah minta izin atau diizinkan warga Cipayung. Dengan begitu kami tidak mengakui keberadaan yayasan tersebut, dan kami keberatan jika harus dipertemukan dengan mereka. Untuk apa? Bukankah sudah jelas isi surat rekomendasi itu?” tegas Hamdi El Gumianti, salah satu tokoh masyarakat Cipayung.
        Dalam surat pemberitahuan warga Cipayung yang ditujukan pada Walikota Jakarta Timur tertanggal 27 September 1999 juga tertulis: Izin Mendirikan Bangunan (IMB) bagi gereja, Wisma Doulos, klinik, maupun STT (Sekolah Tinggi Teologi) tidak ada. Selain itu, kegiatan Yayasan Doulos yang meresahkan warga sekitarnya untuk memurtadkan mereka juga disebutkan, antara lain: kegiatan mengumpulkan anak-anak di bawah umur dengan iming-iming materi, warga sekitar yang bekerja pada yayasan Doulos harus bersedia mendukung misi Doulos dan ada yang diminta menukar agama Islam ke Kristen, serta adanya pembaptisan bagi seluruh pasien-pasien klinik saraf Doulos walau banyak di antara mereka beragama Islam.
        Bukan itu saja, usaha pemurtadan yang dilakukan Yayasan Doulos ternyata juga diarahkan pada para pejabat dan pimpinan pemerintah daerah di Cipayung sendiri. Tak kurang dari Camat Cipayung, Drs. Bambang M memberi kesaksian. Saat dialog dengan ulama dan tokoh Cipayung di Kantor Kecamatan (11/10/99), Camat Cipayung itu mengatakan, “Saya pernah diundang menghadiri acara ‘Makan Bersama Tuhan Yesus’ oleh Doulos, setelah itu saya dan beberapa staf saya juga dikasih buletin itu...(maksudnya buletin Dakwah Ukhuwah, red).”
        Drs. Bambang M menambahkan, “Tapi sungguh, sebagai orang Islam, saya juga prihatin dengan adanya masalah ini. Dan tolong, rehabilitasi nama saya, saya sama sekali tidak ada main mata ataupun berkolusi dengan Doulos.” Agaknya pernyataan Camat Cipayung memang keluar dari hati yang terdalam. Terbukti, tanpa perlu bersusah payah, dikeluarkannya surat rekomendasi penutupan yayasan Doulos kepada Walikota Jakarta Timur.
        Jika warga, alim ulama, tokoh masyarakat, dan Muspika Cipayung telah bersepakat menyatukan langkah menyerukan agar yayasan Doulos ditutup, maka sama sekali tidak ada alasan bagi Walikota Jakarta Timur untuk mempertahankan keberadaan yayasan Kristen tersebut.
       “Ini bukan masalah antar pemeluk agama, antara Islam dan Kristen. Tapi ini masalah antara warga Betawi-Muslim Cipayung dengan Yayasan Doulos. Kami punya bukti-bukti yang valid tentang sepak terjang yayasan Doulos yang meresahkan warga Cipayung. Kasusnya sama seperti yang terjadi di Desa Langensari, Lembang-Bandung. Jika STT Doulos di Bandung itu bisa ditutup hanya dengan SK Bupati, maka mengapa Doulos di Cipayung ini tidak bisa ditutup juga?” ujar Hamdi El Gumianti. Jika demikian, tunggu apalagi Pak Walikota?
n


Rizki Ridyasmara


WB01419_.gif (1881 bytes)