WB01042_.GIF (955 bytes) INDONESIA KITA


Cendana Provokator Tragedi Maluku?
Jenderal Wiranto dituduh sebagai titik simpul tragedi Maluku. Cendana di belakangnya?

Aneh. Kerusuhan demi kerusuhan bisa berjalan sukses di Indonesia tanpa ada pihak yang mampu mencegah atau menghentikannya: dari Banyuwangi, Ketapang, Kupang, hingga tragedi Maluku. Untuk kasus Maluku, malah sudah berjalan lebih dari setahun tanpa proses penyelesaian yang pasti. Otomatis, banyak kalangan menyimpan dugaan macam-macam tentang negara dan terlebih pada TNI. Salah satu isu yang beredar mengatakan bahwa TNI malah berada dibelakang semua kerusuhan yang tak terselesaikan itu. Ini segera dibantah Mayjen Sudrajat yang kala itu masih menjabat Kapuspen TNI. “Tidak benar itu, jika TNI mau bikin rusuh maka bisa jauh lebih dahsyat. Sebab TNI punya segala perangkat untuk itu,” tegas Sudrajat.
        Sah-sah saja Sudrajat membela diri, namun melihat kenyataan yang ada, terasa aneh jika tragedi Maluku bisa melenggang bebas hingga berusia setahun lebih. Dugaan bahwa TNI terlibat secara institusionil mungkin terasa agak berlebihan, namun siapa yang bisa mengelak jika yang ikut bermain adalah oknum-oknum TNI yang juga punya kekuatan? Dalam tragedi Maluku, sudah jadi pengetahuan umum bahwa antar oknum TNI dan Polisi yang ada di sana juga saling bertikai.
        Hal serupa juga terjadi saat kerusuhan Mei 1998, dimana koordinir antar satuan jadi amburadul karena adanya friksi diantara sebagian perwira tinggi TNI. Kontroversi sikap Pangdam Wirabuana Mayjen TNI Agus Wirahadikusumah dengan beberapa seniornya mungkin juga bisa menguatkan dugaan ini.
        Menilai itu semua, maka tudingan Sosiolog UI Thamrin Amal Tomagola yang mengatakan Wiranto sebagai titik simpul tragedi Maluku agaknya cukup beralasan. Bukankah tragedi Ambon meletus saat Wiranto masih sebagai Panglima TNI? Dan ketika Wiranto bergeser jadi Menkopolkam, tragedi Ambon bukannya mereda malah meluas ke Halmahera. Padahal sulit dicerna akal jika Wiranto tidak tahu siapa yang berada di belakang itu.   Bukankah Wiranto memiliki segala perangkat untuk tahu sekaligus untuk menghentikannya? Jika tahu mengapa ia tidak menghentikannya?
        Selain Wiranto, Thamrin menyebut nama-nama: Sultan Ternate Mudaffar Sjah, Kolonel CPM (Pur) Dicky Watimena, Yorris Raweyai, dan Buce Sarpara. Mereka berempat disebutnya sebagai tersangka provokator Maluku. Belakangan, dua nama terakhir—Buce dan Yorris—diralatnya lantaran tidak ada bukti kuat.
       Dengan peta tersangka provokator seperti itu, ungkapan Thamrin bahwa Wiranto titik simpul kasus Maluku bisa jadi logis. Dicky Wattimena adalah mantan Komandan Pasukan Pengawal Presiden Suharto. Yorris Raweyai punya hubungan dekat dengan Soeharto. Dalam posisi ini, mereka boleh jadi sama dengan Wiranto yang juga memiliki pengalaman sebagai ajudan pribadi Suharto.
      “Dari Wiranto, kita bisa mengurai semua tali-temali jaringan kerusuhan Maluku,” tegas Thamrin. Benar tidaknya tuduhan itu memang perlu bukti kuat, namun melihat berbagai sisi yang dimiliki Wiranto, agaknya sulit juga untuk menafikkan perannya dalam masalah tersebut. Kini tinggal kita tungu nyali Gus Dur untuk mengurai itu semua.


Alim Bathoro


HAK CIPTA © PT. BINA MEDIA SABILI 1999
JL. Cipinang Cempedak II/16 Polonia, Jakarta Timur 13340 INDONESIA
Design by : CYBERNEWS SABILI