WB01042_.GIF (955 bytes) TELAAH KHUSUS


wpe17.jpg (52088 bytes)


Ramadhan Bersama
Mujahidin Ambon


Justru di bulan Ramadhan kekuatan umat Islam bisa berlipat. Serangan pihak Kristen di bulan suci, bisa berakibat fatal.
Mengerikan.

Ambon kini benar-benar menjadi kota perang. Ledakan bom rakitan dengan hulu ledak sangat besar,

diselingi tembakan aparat keamanan dan senjata rakitan bersahut-sahutan, nyaris tak kenal henti. Denyut kehidupan lumpuh total. Jalan-jalan kota Ambon dibarikade ketat sehingga mobil-mobil angkutan kota tak dapat beroperasi. Sejumlah warga yang hendak keluar rumah hanya bisa berjalan kaki, atau menggunakan kendaraan roda dua di atas trotoar. Sementara, asap terus mengepul dari ratusan unit rumah yang terbakar.
        Belakangan ini situasi Ambon memang makin tak terkendali. Perang antara warga Muslim dan Kristen meningkat tajam. Informasi terakhir, hanya dalam tiga hari, tercatat sudah tiga puluh orang tewas dari kedua belah pihak, termasuk aparat, disamping ratusan lain yang luka-luka. Suasana itu makin diperkeruh, saat oknum aparat yang seharusnya bisa melerai kerusuhan malah ikut main. Seperti kejadian di Desa Batu Merah (26/11), ketika aparat keamanan secara membabi buta memberondong tembakan di sejumlah jalanan kota Ambon.

       Puluhan korban tewas, termasuk wanita dan anak-anak. Boleh jadi ini penyebabnya, massa pun terpancing menjadikan aparat sebagai objek serangan. Akibatnya, sembilan aparat keamanan tertembak saat melerai pertikaian di kawasan Perigi Lima, Kodya Ambon. Satu di antaranya, anggota Intel Polres Pulau Ambon dan Pulau-pulau Lease, Sertu La Ali tewas.
       Isu peningkatan serangan kaum Kristen di bulan suci yang tinggal beberapa hari lagi sudah menyebar di kalangan warga muslim Ambon. Utsman, utusan posko jihad Hatuhaha Kabau yang ditemui SABILI membenarkannya. Sejak sekitar satu bulan lalu, pasukan merah memang berniat menyerang umat Islam habis-habisan di bulan puasa. Mungkin, karena menganggap umat Islam lemah di bulan puasa.   Imam masjid Ahuru Ambon yang sempat berkunjung ke SABILI, Husen Toysuta, juga sepakat dengan Utsman. Ia bahkan menguraikan target umat Kristen untuk bisa menyelesaikan umat Islam di propinsi Maluku adalah 15 November. Tapi karena tidak tercapai, target itu dimundurkan satu bulan. “Desember itu target mereka umat Islam bisa selesai pada bulan puasa. Di mana umat Islam dalam keadaan lemah, mereka ingin serang pada saat itu,” jelas Husen.
        Begitupun Husen membantah bila umat Islam saat puasa dalam kondisi lemah. “Orang dalam puasa itu jangan coba-coba, itu bisa dua kali lipat kekuatannya,” yakin Husen. Ia lantas menambahkan, “Kita sudah komitmen sampai titik darah penghabisan kita akan perjuangkan Islam di sana."
        Ramadhan di Ambon memang memiliki suasana tersendiri. Setahun silam, serangan pihak Kristen pertama meletup hanya satu hari setelah Idul Fitri. Suasana bahagia umat Islam tercabik oleh serangan brutal pihak merah yang menjatuhkan banyak korban. Kala itu, umat Islam nyaris tak memiliki senjata apapun melawan serangan mendadak pihak merah yang membabi buta. “Saat itu umat Islam berhadapan dengan mereka dengan senjata tradisional. Hanya dengan pisau potong kue, golok kelapa, tidak ada tombak. Hanya pagar-pagar besi yang dijadikan tombak. Sedangkan mereka sudah menggunakan alat-alat lengkap, parang panjang yang seragam,” kenang ketua Gerakan Ukhuwah Islamiyah Maluku (GUIM) Faisal Salampessy.

       Bahkan menurutnya, pada kerusuhan Ambon kedua, di bulan Juli, kondisi umat Islam belum banyak berubah. “Kita juga masih menggunakan senjata tradisional, dan mereka menggunakan senjata organik. Tapi Alhamdulilah, Allah memberi pertolongan sehingga umat Islam masih bisa bertahan,” paparnya. Banyak cerita-cerita sadis yang dituturkan para saksi mata dalam tragedi Idul Fitri berdarah tahun itu.     
       Semuanya terekam dan menjadikan bulan puasa serta Idul Fitri menyimpan kenangan pahit bagi muslim Ambon.
       Berbeda dengan kondisi Ramadhan tahun ini, umat Islam berada dalam kondisi lebih siap mengantisipasi berbagai kemungkinan. “Menghadapi Idul Fitri yang akan datang, umat Islam sudah tambah kuat. Semangat jihadnya makin tinggi. Jiwa militansinya sudah tertanam dengan kokoh. Yang kecil sampai yang besar sudah memiliki semangat jihad. Ini luar biasa,” ujar Faisal berapi-api. “Kalau dikatakan pada bulan Ramadhan orang-orang Kristen akan melakukan penyerangan dengan alasan umat Islam lengah, siapa bilang umat Islam lengah? Justru tambah kuat. Saya khawatir malah mereka yang akan habis, bukan kita,” tandasnya. Mantan anggota DPR RI Hussein Umar bahkan mengingatkan agar tidak meremehkan umat Islam, “Lebih-lebih dalam menghadapi bulan Ramadhan. Ramadhan kan juga disebut bulan jihad,” ujar Husein Umar. Tokoh Dewan Dakwah Islamiyah itu menambahkan, “Saya sudah mendengar masyarakat Islam di sana tidak akan gentar menghadapi perkembangan apapun yang terjadi di Maluku. Persoalannya jangan sampai ketenangan umat Islam selama bulan ramadhan untuk beribadah itu dirusak seperti waktu Idul Fitri tahun lalu.
        Kini, sudah puluhan posko jihad berdiri di Ambon. Secara organisasi, bisa dikatakan mereka sudah solid membangun kekuatan. Semangat jihad sudah lebih merata di kalangan umat Islam. Kreatifitas mereka sudah dalam tahap membuat senjata rakitan meski dari berbagai sarana apa adanya. Menurut salah seorang mujahidin yang ditemui SABILI, “Yang lebih diutamakan di medan itu hanya bom-bom rakitan. Bahannya ada yang dari bubuk mesiu yang bisa dibeli atau dari korek.” Mujahid Ambon itu lalu menuturkan kemampuannya membuat bom-bom rakitan. Menurutnya, untuk membuat tujuh buah bom rakitan, diperlukan satu kilogram bubuk peledak yang harganya sekitar tiga puluh ribu rupiah. Ketika SABILI bertanya, apakah pihak muslim juga telah memegang senapan organik, ia mengatakan, “Ada, tapi hanya sedikit yang memilikinya.”
        Kesiapan umat Islam untuk mengantisipasi berbagai kemungkinan sedikit banyak teruji beberapa pekan sebelum Ramadhan. Umat Islam berulangkali mendapat serangan atau melakukan serangan balasan ke pihak merah dengan seluruh kemampuan mereka. “Tanggal 8,9,10 November terjadi perang di Batumerah, tiga hari berturut-turut hampir tanpa istirahat,” jelas mujahid Ambon yang tak mau disebut namanya. “Tapi kami dari pihak muslim itu tidak ada satu buah bom pun yang meledak. Kami memang tidak ledakkan. Karena posisi kami ada di bawah, sementara mereka di atas. Alhamdulillah, Allah masih kasih berkah, kita bisa sampai di atas, dan kita habiskan rumah-rumah yang ada di posisi mereka,” urainya. Ia menambahkan, “Tapi setelah itu ada perintah Pangdam harus pukul mundur pasukan putih yang pada saat itu sudah sangat dekat dengan gereja. Keberadaan Islam hanya dengan Allahu akbar. Sementara kalau terkait dengan bom atau senjata rakitan sangat kurang sekali.”
        Kekhawatiran atas meningkatnya intensitas perang di bulan Ramadhan, makin beralasan karena di bulan itulah hari raya Islam dan Kristen berlangsung. Natal dan Idul Fitri hanya berselang kurang dari dua pekan. Pihak keamanan baik kepolisian maupun TNI sudah melakukan ancang-ancang. “Kami bekerjasama dengan TNI AD mempersiapkan operasi ketupat dan operasi lilin yang lebih utama kepada tempat tempat ibadah,” ujar Kapolda Ambon kepada SABILI.

       Sayangnya, hingga kini, belum ada respon presiden dan wakil presiden yang kongkrit terhadap kasus Ambon. Diamnya Megawati yang diamanatkan Abdurrahman Wahid menyelesaikan kasus Ambon, berlanjut hingga saat ini. Sementara Abdurrahman Wahid saat ditanya soal Ambon mengatakan, “Pada pergantian tahun nanti, saya akan berada di Jayapura, Irian jaya, untuk menyaksikan terbitnya matahari tanggal 1 Januari tahun 2000. Nah, dalam perjalanan pulang, Insya Allah saya akan mampir di Ambon walaupun tidak lama.” Entah, apa maksud Abdurrahman Wahid dengan pernyataan itu.
       Menteri Agama, Drs. KH. Tolchah, menganjurkan agar masing-masing bisa mengendalikan diri dan tidak mudah terbakar emosi. “Mungkin dari pihak yang melakukan kegiatan hari-hari besar itu sendiri tidak melakukan sesuatu, tapi toh bisa dimasuki oleh kekuatan lain yang dapat menimbulkan sesuatu pada hari-hari itu,” ujarnya khawatir. Ia menyambung, “Mungkin orang muslim yang sedang merayakan hari raya itu tidak punya maksud tapi itu mudah digunakan oleh provokator untuk bisa memanaskani situasi.
       Tampaknya, tragedi Ambon sulit diselesaikan dalam waktu singkat. Bukan apa-apa, selain sudah puluhan kali pemerintah pusat maupun daerah menerapkan solusi perdamaian, setiap kali itu pula perdamaian tercabik kembali. Apalagi, masyarakat Ambon menyimpan luka psikologis yang sulit diobati. Seperti diakui oleh mantan pangdam Wirabuana, Mayjen TNI Suadi Marasabessy, “Secara psikologis masyarakat Ambon sudah tidak dapat lagi didamaikan.” Seperti juga yang dituturkan seorang mujahidin Ambon yang ditemui SABILI. “Ambon bisa aman, tapi aman-aman tegang.” “Ada yang kehilangan kedua orang tuanya, anaknya yang hidup hanya satu,” sambungnya. “Ada yang kehilangan semua anaknya orang tuanya masih hidup. Ada yang kehilangan satu keluarga, keluarga yang lain masih hidup. Ini yang saya katakan, memang bisa aman, tapi kondisinya nanti tidak seperti dulu.”
        Kehadiran wapres Megawati ke Ambon pun belum tentu memberi banyak perubahan.
        Entah, apa solusi yang paling tepat diterapkan di Ambon. Mungkin kini saatnya lebih memperhatikan saran sejumlah tokoh Ambon beberapa waktu lalu. Bila aparat sudah tak mampu meredam dan melerai perang, berikan saja kesempatan bagi kedua belah pihak untuk perang tanding. Di situlah, masing-masing pihak harus menerima risikonya. Apalagi terbukti, sejumlah oknum aparat sejauh ini belum bisa bersikap netral menangani masalah Ambon.
       Melihat rumitnya masalah Ambon, besar kemungkinan jihad Ambon masih berlangsung lama. Para mujahidin Ambon pun harus memiliki nafas panjang untuk terus berjihad. Untuk itulah, Hussein Umar menganjurkan agar Ramadhan dijadikan sebagai bulan jihad dan solidaritas untuk Ambon dan Aceh. “Jihad dalam arti solidaritas dengan membantu, mendoakan, apa saja yang bisa dibantu. Jadi kalau bisa dijadikan bulan jihad dan solidaritas untuk Ambon dan Aceh, karena bentuknya kan bisa bermacam-macam dengan mengirim orang, dokter, uang, pakaian, atau makanan,” ujar Hussein Umar.
n

M. Lili NA
Laporan : Mia, Rivai, Asep, Rasid Kaisupi (Ambon)


Perkembangan Terakhir Kerusuhan Ambon
23 Nopember 1999
Pukul 18.30 - 03 WIT terjadi pertikaian antara warga Kampung Jawa, Desa Batu Merah. Kelurahan Kapaha (Muslim) bertikai dengan warga Desa Tantui (Nasrani) yang dibantu Warga Galala Kecamatan Sirimau. Puluhan rumah terbakar. Rumah Sakit setempat mencatat, 6 orang meninggal, 2 dari pihak muslim dan 4 dari pihak Kristen. 9 muslim luka-luka, dan 21 dari pihak Kristen.

25 Nopember 1999
Pukul 16.00 - 04.00 WIT terjadi pertikaian antara warga Wailela (Nasrani) dengan Kampung Kota Jawa Muslim. 1 orang muslim meninggal dan 20 orang lebih luka-luka. Dari pihak Nasrani 3 orang meninggal (1 di antaranya dosen Unpatti), sedangkan yang luka-luka tidak terindentifikasi. Pada hari yang sama terjadi penyerangan dari Kampung Kolam (Nasrani) ke Kampung Parigi Lima Kelurahan Waihaong, Kec. Nusaniwe. Tidak ada korban jiwa, beberapa rumah terbakar, dan sebagian instalasi telepon terputus.

26 Nopember 1999
Sejak pukul 09.00 terjadi pertikaian antara warga Mardika (Nasrani) dengan Warga Batumerah (Muslim). Peristiwa ini dipicu warga Nasrani Mardika bersama oknum Brimob menyerang Pos Armed di perbatasan. Sekitar 18 muslim meninggal, 54 orang luka-luka. Sedangkan dari pihak Kristen 15 tewas, 52 luka-luka. Beberapa rumah dan toko terbakar. Dua aparat keamanan (Armed) ikut tertembak, satu meninggal (Prada Suparno). Sorenya, terjadi penembakan beruntun oleh pihak Kristen Poka terhadap sebuah kapal penumpang berkapasitas 150-an dengan rute Poka-Pasar Lama. 5 luka-luka dan 1 meninggal.

28 Nopember 1999
Pukul 05.00, terjadi penembakan terhadap aparat keamaan di Kantor Polres Kodya Ambon. Tiga anggota aparat terluka. 1 di antaranya meninggal. Malamnya, antara jalan baru dan Pohon Pule terjadi penembakan gelap diarahkan kepada aparat. Dilaporkan tak ada korban.

30 Nopember 1999
Sekitar Pukul 11.00 nyaris pecah lagi keributan antara desa Waii (Nasrani) desa Liang (Muslim). Pangdam memerintahkah, bila ada yang maju dari kedua belah pihak akan ditindak tegas. Aparat dari Linud 737 berhasil mengahalau masa. Pada hari yang sama, di tempat terpisah, seorang anggota Kodim tewas mengenaskan dengan luka di leher. Malamnya, Kapal Dobonsolo yang dicurigai membawa senjata dan amunisi, tidak bersandar di pelabuhan Yos Sudarso. Dilaporkan terdengar suara tembakan di tengah laut sekitar jam 12.00. Suasana tegang hingga pukul 01.00 dini hari.
n

Foto : Rasid Kaisupi, Rusdi Salam (Ambon)


HAK CIPTA © PT. BINA MEDIA SABILI 1999
JL. Cipinang Cempedak II/16 Polonia, Jakarta Timur 13340 INDONESIA
Design by : CYBERNEWS SABILI