diselingi tembakan
aparat keamanan dan senjata rakitan bersahut-sahutan, nyaris
tak kenal henti. Denyut kehidupan lumpuh total. Jalan-jalan
kota Ambon dibarikade ketat sehingga mobil-mobil angkutan kota
tak dapat beroperasi. Sejumlah warga yang hendak keluar rumah
hanya bisa berjalan kaki, atau menggunakan kendaraan roda dua
di atas trotoar. Sementara, asap terus mengepul dari ratusan
unit rumah yang terbakar.
Belakangan ini
situasi Ambon memang makin tak terkendali. Perang antara warga
Muslim dan Kristen meningkat tajam. Informasi terakhir, hanya
dalam tiga hari, tercatat sudah tiga puluh orang tewas dari
kedua belah pihak, termasuk aparat, disamping ratusan lain
yang luka-luka. Suasana itu makin diperkeruh, saat oknum
aparat yang seharusnya bisa melerai kerusuhan malah ikut main.
Seperti kejadian di Desa Batu Merah (26/11), ketika aparat
keamanan secara membabi buta memberondong tembakan di sejumlah
jalanan kota
Ambon.
Puluhan korban tewas, termasuk wanita dan anak-anak. Boleh
jadi ini penyebabnya, massa pun terpancing menjadikan aparat
sebagai objek serangan. Akibatnya, sembilan aparat keamanan
tertembak saat melerai pertikaian di kawasan Perigi Lima,
Kodya Ambon. Satu di antaranya, anggota Intel Polres Pulau
Ambon dan Pulau-pulau Lease, Sertu La Ali
tewas. Isu peningkatan
serangan kaum Kristen di bulan suci yang tinggal beberapa hari
lagi sudah menyebar di kalangan warga muslim Ambon. Utsman,
utusan posko jihad Hatuhaha Kabau yang ditemui SABILI
membenarkannya. Sejak sekitar satu bulan lalu, pasukan merah
memang berniat menyerang umat Islam habis-habisan di bulan
puasa. Mungkin, karena menganggap umat Islam lemah di bulan
puasa. Imam masjid Ahuru Ambon yang sempat
berkunjung ke SABILI, Husen Toysuta, juga sepakat dengan
Utsman. Ia bahkan menguraikan target umat Kristen untuk bisa
menyelesaikan umat Islam di propinsi Maluku adalah 15
November. Tapi karena tidak tercapai, target itu dimundurkan
satu bulan. “Desember itu target mereka umat Islam bisa
selesai pada bulan puasa. Di mana umat Islam dalam keadaan
lemah, mereka ingin serang pada saat itu,” jelas
Husen. Begitupun
Husen membantah bila umat Islam saat puasa dalam kondisi
lemah. “Orang dalam puasa itu jangan coba-coba, itu bisa dua
kali lipat kekuatannya,” yakin Husen. Ia lantas menambahkan,
“Kita sudah komitmen sampai titik darah penghabisan kita akan
perjuangkan Islam di sana."
Ramadhan di
Ambon memang memiliki suasana tersendiri. Setahun silam,
serangan pihak Kristen pertama meletup hanya satu hari setelah
Idul Fitri. Suasana bahagia umat Islam tercabik oleh serangan
brutal pihak merah yang menjatuhkan banyak korban. Kala itu,
umat Islam nyaris tak memiliki senjata apapun melawan serangan
mendadak pihak merah yang membabi buta. “Saat itu umat Islam
berhadapan dengan mereka dengan senjata tradisional. Hanya
dengan pisau potong kue, golok kelapa, tidak ada tombak. Hanya
pagar-pagar besi yang dijadikan tombak. Sedangkan mereka sudah
menggunakan alat-alat lengkap, parang panjang yang seragam,”
kenang ketua Gerakan Ukhuwah Islamiyah Maluku (GUIM) Faisal
Salampessy.
Bahkan
menurutnya, pada kerusuhan Ambon kedua, di bulan Juli, kondisi
umat Islam belum banyak berubah. “Kita juga masih menggunakan
senjata tradisional, dan mereka menggunakan senjata organik.
Tapi Alhamdulilah, Allah memberi pertolongan sehingga umat
Islam masih bisa bertahan,” paparnya. Banyak cerita-cerita
sadis yang dituturkan para saksi mata dalam tragedi Idul Fitri
berdarah tahun
itu.
Semuanya terekam dan menjadikan bulan puasa
serta Idul Fitri menyimpan kenangan pahit bagi muslim
Ambon. Berbeda dengan
kondisi Ramadhan tahun ini, umat Islam berada dalam kondisi
lebih siap mengantisipasi berbagai kemungkinan. “Menghadapi
Idul Fitri yang akan datang, umat Islam sudah tambah kuat.
Semangat jihadnya makin tinggi. Jiwa militansinya sudah
tertanam dengan kokoh. Yang kecil sampai yang besar sudah
memiliki semangat jihad. Ini luar biasa,” ujar Faisal
berapi-api. “Kalau dikatakan pada bulan Ramadhan orang-orang
Kristen akan melakukan penyerangan dengan alasan umat Islam
lengah, siapa bilang umat Islam lengah? Justru tambah kuat.
Saya khawatir malah mereka yang akan habis, bukan kita,”
tandasnya. Mantan anggota DPR RI Hussein Umar bahkan
mengingatkan agar tidak meremehkan umat Islam, “Lebih-lebih
dalam menghadapi bulan Ramadhan. Ramadhan kan juga disebut
bulan jihad,” ujar Husein Umar. Tokoh Dewan Dakwah Islamiyah
itu menambahkan, “Saya sudah mendengar masyarakat Islam di
sana tidak akan gentar menghadapi perkembangan apapun yang
terjadi di Maluku. Persoalannya jangan sampai ketenangan umat
Islam selama bulan ramadhan untuk beribadah itu dirusak
seperti waktu Idul Fitri tahun lalu.
Kini, sudah
puluhan posko jihad berdiri di Ambon. Secara organisasi, bisa
dikatakan mereka sudah solid membangun kekuatan. Semangat
jihad sudah lebih merata di kalangan umat Islam. Kreatifitas
mereka sudah dalam tahap membuat senjata rakitan meski dari
berbagai sarana apa adanya. Menurut salah seorang mujahidin
yang ditemui SABILI, “Yang lebih diutamakan di medan itu hanya
bom-bom rakitan. Bahannya ada yang dari bubuk mesiu yang bisa
dibeli atau dari korek.” Mujahid Ambon itu lalu menuturkan
kemampuannya membuat bom-bom rakitan. Menurutnya, untuk
membuat tujuh buah bom rakitan, diperlukan satu kilogram bubuk
peledak yang harganya sekitar tiga puluh ribu rupiah. Ketika
SABILI bertanya, apakah pihak muslim juga telah memegang
senapan organik, ia mengatakan, “Ada, tapi hanya sedikit yang
memilikinya.”
Kesiapan umat Islam untuk mengantisipasi berbagai kemungkinan
sedikit banyak teruji beberapa pekan sebelum Ramadhan. Umat
Islam berulangkali mendapat serangan atau melakukan serangan
balasan ke pihak merah dengan seluruh kemampuan mereka.
“Tanggal 8,9,10 November terjadi perang di Batumerah, tiga
hari berturut-turut hampir tanpa istirahat,” jelas mujahid
Ambon yang tak mau disebut namanya. “Tapi kami dari pihak
muslim itu tidak ada satu buah bom pun yang meledak. Kami
memang tidak ledakkan. Karena posisi kami ada di bawah,
sementara mereka di atas. Alhamdulillah, Allah masih kasih
berkah, kita bisa sampai di atas, dan kita habiskan
rumah-rumah yang ada di posisi mereka,” urainya. Ia
menambahkan, “Tapi setelah itu ada perintah Pangdam harus
pukul mundur pasukan putih yang pada saat itu sudah sangat
dekat dengan gereja. Keberadaan Islam hanya dengan Allahu
akbar. Sementara kalau terkait dengan bom atau senjata rakitan
sangat kurang sekali.”
Kekhawatiran
atas meningkatnya intensitas perang di bulan Ramadhan, makin
beralasan karena di bulan itulah hari raya Islam dan Kristen
berlangsung. Natal dan Idul Fitri hanya berselang kurang dari
dua pekan. Pihak keamanan baik kepolisian maupun TNI sudah
melakukan ancang-ancang. “Kami bekerjasama dengan TNI AD
mempersiapkan operasi ketupat dan operasi lilin yang lebih
utama kepada tempat tempat ibadah,” ujar Kapolda Ambon kepada
SABILI.
Sayangnya, hingga kini, belum ada respon presiden dan wakil
presiden yang kongkrit terhadap kasus Ambon. Diamnya Megawati
yang diamanatkan Abdurrahman Wahid menyelesaikan kasus Ambon,
berlanjut hingga saat ini. Sementara Abdurrahman Wahid saat
ditanya soal Ambon mengatakan, “Pada pergantian tahun nanti,
saya akan berada di Jayapura, Irian jaya, untuk menyaksikan
terbitnya matahari tanggal 1 Januari tahun 2000. Nah, dalam
perjalanan pulang, Insya Allah saya akan mampir di Ambon
walaupun tidak lama.” Entah, apa maksud Abdurrahman Wahid
dengan pernyataan itu.
Menteri Agama, Drs.
KH. Tolchah, menganjurkan agar masing-masing bisa
mengendalikan diri dan tidak mudah terbakar emosi. “Mungkin
dari pihak yang melakukan kegiatan hari-hari besar itu sendiri
tidak melakukan sesuatu, tapi toh bisa dimasuki oleh kekuatan
lain yang dapat menimbulkan sesuatu pada hari-hari itu,”
ujarnya khawatir. Ia menyambung, “Mungkin orang muslim yang
sedang merayakan hari raya itu tidak punya maksud tapi itu
mudah digunakan oleh provokator untuk bisa memanaskani
situasi. Tampaknya,
tragedi Ambon sulit diselesaikan dalam waktu singkat. Bukan
apa-apa, selain sudah puluhan kali pemerintah pusat maupun
daerah menerapkan solusi perdamaian, setiap kali itu pula
perdamaian tercabik kembali. Apalagi, masyarakat Ambon
menyimpan luka psikologis yang sulit diobati. Seperti diakui
oleh mantan pangdam Wirabuana, Mayjen TNI Suadi Marasabessy,
“Secara psikologis masyarakat Ambon sudah tidak dapat lagi
didamaikan.” Seperti juga yang dituturkan seorang mujahidin
Ambon yang ditemui SABILI. “Ambon bisa aman, tapi aman-aman
tegang.” “Ada yang kehilangan kedua orang tuanya, anaknya yang
hidup hanya satu,” sambungnya. “Ada yang kehilangan semua
anaknya orang tuanya masih hidup. Ada yang kehilangan satu
keluarga, keluarga yang lain masih hidup. Ini yang saya
katakan, memang bisa aman, tapi kondisinya nanti tidak seperti
dulu.”
Kehadiran wapres Megawati ke Ambon pun belum tentu memberi
banyak perubahan.
Entah, apa
solusi yang paling tepat diterapkan di Ambon. Mungkin kini
saatnya lebih memperhatikan saran sejumlah tokoh Ambon
beberapa waktu lalu. Bila aparat sudah tak mampu meredam dan
melerai perang, berikan saja kesempatan bagi kedua belah pihak
untuk perang tanding. Di situlah, masing-masing pihak harus
menerima risikonya. Apalagi terbukti, sejumlah oknum aparat
sejauh ini belum bisa bersikap netral menangani masalah Ambon.
Melihat rumitnya
masalah Ambon, besar kemungkinan jihad Ambon masih berlangsung
lama. Para mujahidin Ambon pun harus memiliki nafas panjang
untuk terus berjihad. Untuk itulah, Hussein Umar menganjurkan
agar Ramadhan dijadikan sebagai bulan jihad dan solidaritas
untuk Ambon dan Aceh. “Jihad dalam arti solidaritas dengan
membantu, mendoakan, apa saja yang bisa dibantu. Jadi kalau
bisa dijadikan bulan jihad dan solidaritas untuk Ambon dan
Aceh, karena bentuknya kan bisa bermacam-macam dengan mengirim
orang, dokter, uang, pakaian, atau makanan,” ujar Hussein
Umar.n
M. Lili
NA Laporan : Mia, Rivai, Asep, Rasid Kaisupi
(Ambon)
Perkembangan Terakhir Kerusuhan
Ambon 23 Nopember
1999 Pukul 18.30 - 03 WIT terjadi pertikaian
antara warga Kampung Jawa, Desa Batu Merah. Kelurahan Kapaha
(Muslim) bertikai dengan warga Desa Tantui (Nasrani) yang
dibantu Warga Galala Kecamatan Sirimau. Puluhan rumah
terbakar. Rumah Sakit setempat mencatat, 6 orang meninggal, 2
dari pihak muslim dan 4 dari pihak Kristen. 9 muslim
luka-luka, dan 21 dari pihak Kristen.
25
Nopember 1999 Pukul 16.00 - 04.00 WIT terjadi
pertikaian antara warga Wailela (Nasrani) dengan Kampung Kota
Jawa Muslim. 1 orang muslim meninggal dan 20 orang lebih
luka-luka. Dari pihak Nasrani 3 orang meninggal (1 di
antaranya dosen Unpatti), sedangkan yang luka-luka tidak
terindentifikasi. Pada hari yang sama terjadi penyerangan dari
Kampung Kolam (Nasrani) ke Kampung Parigi Lima Kelurahan
Waihaong, Kec. Nusaniwe. Tidak ada korban jiwa, beberapa rumah
terbakar, dan sebagian instalasi telepon terputus.
26 Nopember 1999 Sejak pukul 09.00
terjadi pertikaian antara warga Mardika (Nasrani) dengan Warga
Batumerah (Muslim). Peristiwa ini dipicu warga Nasrani Mardika
bersama oknum Brimob menyerang Pos Armed di perbatasan.
Sekitar 18 muslim meninggal, 54 orang luka-luka. Sedangkan
dari pihak Kristen 15 tewas, 52 luka-luka. Beberapa rumah dan
toko terbakar. Dua aparat keamanan (Armed) ikut tertembak,
satu meninggal (Prada Suparno). Sorenya, terjadi penembakan
beruntun oleh pihak Kristen Poka terhadap sebuah kapal
penumpang berkapasitas 150-an dengan rute Poka-Pasar Lama. 5
luka-luka dan 1 meninggal.
28 Nopember
1999 Pukul 05.00, terjadi penembakan terhadap
aparat keamaan di Kantor Polres Kodya Ambon. Tiga anggota
aparat terluka. 1 di antaranya meninggal. Malamnya, antara
jalan baru dan Pohon Pule terjadi penembakan gelap diarahkan
kepada aparat. Dilaporkan tak ada korban.
30
Nopember 1999 Sekitar Pukul 11.00 nyaris pecah
lagi keributan antara desa Waii (Nasrani) desa Liang (Muslim).
Pangdam memerintahkah, bila ada yang maju dari kedua belah
pihak akan ditindak tegas. Aparat dari Linud 737 berhasil
mengahalau masa. Pada hari yang sama, di tempat terpisah,
seorang anggota Kodim tewas mengenaskan dengan luka di leher.
Malamnya, Kapal Dobonsolo yang dicurigai membawa senjata dan
amunisi, tidak bersandar di pelabuhan Yos Sudarso. Dilaporkan
terdengar suara tembakan di tengah laut sekitar jam 12.00.
Suasana tegang hingga pukul 01.00 dini hari.n
Foto : Rasid
Kaisupi, Rusdi Salam (Ambon)
|