Update: 01.40 Wib Minggu,  07  Oktober 1999


Gus Dur akan Dialog dengan Hasan Tiro

Serambi-Singapura
Presiden KH Abdurrahman Wahid, Sabtu (13/11), menyatakan pimpinan Gerakan Aceh Merdeka (GAM), Teuku Hasan Tiro, telah setuju mengadakan pembicaraan dengannya untuk mencari solusi tentang masalah Aceh. Tapi, keterangan itu dibantah Hasan Tiro yang kini bermarkas di Swedia itu.
Tentang adanya pembicaraan awal dengan tokoh kunci Aceh Merdeka itu, diungkapkan Gus Dur ketika bertemu dengan sejumlah pelaku bisnis di Singapura. Sebagaimana dikutip kantor berita AFP, Gus mengatakan dia dan Teuku Hasan Tiro, telah berbicara lewat telepon kemarin pagi, dan setuju mengadakan pembicaraan lanjutan.
Tapi, kepada AFP di Stockholm beberapa saat kemudian, Hasan Tiro menyangkal telah mengadakan kontak dengan Presiden Indonesia. "Saya tak pernah menerima telepon maupun surat dari Presiden Wahid," kata Hasan pada AFP.
"Saya tidak melakukan apapun dengan Wahid, yang tidak punya kekuatan disana, atau dengan militer Indonesia. Kami menginginkan kemerdekaan sepihak untuk Aceh, tanpa adanya referendum," katanya. "Ini hanya propaganda untuk menenangkan rakyat Aceh sebelum hari ulang tahun pada 4 Desember, perayaan deklarasi kemerdekaan di Aceh."
Dalam sebuah pertemuan dengan sejumlah pelaku bisnis di Singapura, Gus Dur mengatakan bahwa Hasan menangis setelah dia membaca sebuah surat yang dikirimkannya. Namun, ia tidak merinci lebih jauh tentang isi surat tersebut. "Hari ini (kemarin-red), saya telah menerima telepon dari Stockholm dari seseorang yang saya yakini, Teuku Hassan Tiro, dan, tentu, kepadanya surat itu saya tujukan," kata Presiden.
"Untuk orang seperti Hasan Tiro, surat dari presiden RI sesuatu yang bermakna dan karenanya dia menangis dan berkata kami harus bertemu sesegera mungkin. Saya kira ini akan menjadi bagian solusi bagi masalah Aceh," tambah Gus Dur sebagaimana dikutif AFP.
Dalam beberapa kali pertemuannya dengan tokoh-tokoh Aceh, baik yang ada di daerah maupun di Jakarta, Gus Dur menyatakan akan berupaya menemui Hasan Tiro dan akan berbicara mengenai solusi terbaik buat tanah Serambi Mekkah.
Mendagri Suryadi Sudirja mengatakan Jumat (5/11) bahwa Jakarta akan mengupayakan sebuah otonomi luas sebagai kompromi penyelesaian dari keinginan untuk merdeka.
Gerakan Aceh Merdeka (GAM) berjuang selama 23 tahun untuk mendirikan negara Islam merdeka di Propinsi Aceh. Sebagian anggota kelompok ini telah diterima Gus Dur di istana kepresidenan untuk pertama kalinya, akhir pekan lalu.
Selama pemberlakuan DOM dan masa sesudahnya, banyak terjadi pelanggaran HAM yang dilakukan aparat keamanan. Menurut AFP, masyarakat Aceh telah lama mengeluh karena tidak menerima keadilan dari penghasilan minyak dan gas yang terbesar terdapat di propinsi itu.
Pemerintahan Indonesia sebelumnya dengan tegas mengenyampingkan tuntutan kemerdekaan di Aceh, namun pemerintahan Gus Dur telah berjanji meningkatkan otonomi daerah yang khusus. Bahkan, peningkatan status ini telah tertuang dalam GBHN 1999.
Presiden Gus Dur mengatakan karena "kesalahan" dibuat oknum militer di masa lalu, ia telah memutuskan menarik pasukan nonorganik di Aceh, sehingga tinggal hanya pasukan setempat.(afp/r)



SIRA Gelar SU-Masyarakat Pejuang Referendum

Serambi-Banda Aceh
Sentral Informasi Referendum Aceh (SIRA), Senin (8/11), akan menggelar Sidang Umum Masyarakat Pejuang Referendum (SU-MPR) Aceh di halaman Masjid Raya Baiturrahman. Diperkirakan massa dari seluruh tingkat II akan menghadiri acara tersebut.
Acara yang akan dimulai pukul 09.00 WIB itu dihadiri oleh aktivis LSM, taliban, ulama, dan masyarakat Aceh lainnya. "SU-MPR ini merupakan puncak dari semua kegiatan pawai referendum yang pernah dilaksanakan di seluruh daerah tingkat II," kata Muhammad Nazar SAg, Koordinator Presidium Pusat SIRA kepada Serambi, Sabtu (6/11) kemarin.
Ia mengatakan, selain diisi dengan orasi-orasi dari berbagai kalangan, pada acara itu juga akan dinaikkan bendera dan baliho referendum berukuran besar. "Juga dibacakan petisi dari utusan daerah oleh Ketua DPRD. Dan Muhammad Yus (Ketua DPRD Tk I Aceh, red) harus siap," kata presidium SIRA ini.
Disebutkan, SU-MPR ada wujud pembuktian komitmen para pembela hak azasi manusia dan demokrasi, bahwa referendum bukan pemaksaan tapi keinginan rakyat Aceh.
Dalam jumpa pers Muhammad Nazar yang didampingi dua rekannya Aidi Kamal dan Islamuddin mengharapkan pihak aparat keamanan agar tidak "mengusik" selama berlangsungnya rapat ini. Berilah peluang pada rakyat Aceh untuk merundingkan bagaimana penentuan nasibnya sendiri tanpa ada campur tangan pihak lain. "Sehingga tidak menimbulkan sikap anarkis yang dapat merugikan kita semua. Bentuk anarkis adalah kegiatan yang sangat tidak sesuai dengan budaya dan moralitas rakyat Aceh," katanya.
Ia mengharapkan, setiap rombongan menunjuk salah seorang koordinatornya untuk mengawasi dan mengontrol mulai dari kebe- rangkatan sampai acara selesai. "Tidak dibenarkan membawa senjata tajam, sedangkan segala akomodasi dan transportasi ditanggung oleh rombongannya sendiri," jelas Nazar.
Katanya, rombongan yang datang dari luar daerah akan disediakan panitia tempat untuk bermalam atara lain, kampus Universitas Syiah Kuala Darussalam Banda Aceh, IAIN Ar-Raniry, dan ada beberapa tempat lainnya.
Wartawan Serambi di sejumlah kabupaten melaporkan bahwa masyarakat akan "turun" ke Banda Aceh untuk mengikuti acara tersebut. Mereka ada yang menumpang dengan bis umum, kendaraan pribadi, pikap, bahkan truk. Beberapa biro Serambi di ibukota kabupaten melaporkan bahwa panitia lokal akan mengerahkan massa yang jumlahnya mencapai ribuan. "Bahkan ada masyarakat yang telah berangkat ke Banda Aceh sejak Sabtu siang," kata seorang panitia lokal kepada wartawan Serambi.
Penginapan
Menurut M Iqbal Selian yang didampingi Ona Delvi yang juga kordinator unit massa Aceh Besar kepada Serambi menjelaskan, semua peserta akan disediakan penginapan. Untuk massa dari Aceh Singkil dan Aceh Selatan, disediakan penginapan di Masjid Baitul Musyahadah, Gedung SGO Setui, Taman Budaya, Masjid Kampus Unida di Surien, dan Aula MUI Aceh. Sementara untuk peserta Aceh Barat dan Simeulue di Gedung BKOW, Masjid Ateuk Pahlawan, Masjid Peuniti, Masjid Seulawah, dan Masjid Muhammadiyah. Untuk kendaraan peng- angkut massa dari Aceh Singkil, Aceh Selatan, Aceh Barat, dan Simeulue disediakan tempat parkir di sebelah barat Lapangan Blangpadang.
Sedangkan massa Aceh Timur, menginap di Auditorium IAIN Ar-Raniry, Masjid IAIN, Masjid YAMP Askopma Unsyiah, dan Masjid dan Meunasah di sekitar Kopelma. Kendaraan parkir di lapangan Tugu Darussalam. Peserta Aceh Utara disediakan penginapan di Gelanggang Mahasiswa Unsyiah, Masjid Kampus, dan Masjid Lamnyong Banda Aceh. Kendaraan parkir di Lapangan Unsyiah. Aceh Tengah disediakan tempat di Masjid Jeulingke, Masjid Perumnas Jeulingke, dan Masjid Lampineung. Sedangkan lokasi parkir disediakan di Lapangan Jeulingke. Aceh Jeumpa menginap di Masjid Lampriek, GOR, Masjid Beurawe. Lokasi parkir kendaraan di Lapangan Rumkit Kesdam. Sedangkan untuk masa dari Pidie disediakan tempat di Gedung Teuku Chik Ditiro, Masjid Keuangan, Masjid Cut Mutia, Masjid Ulee Kareng, dan Masjid Luengbata. Parkir disediakan di Lapangan Luengbata. Sementara peserta dari Sabang disediakan di Masjid Kelurahan Laksana, dan Kelurahan Keuramat. Parkir disediakan di Lapangan terbuka Peunayong.
Awas provokator
Sementara itu, T Hafid, Presedium Badan Pimpinan Front Aksi Mahasiswa Pejuang Referendum (Famfer) kepada Serambi tadi malam mengingatkan semua peserta agar tidak sekali-kali berbuat anarkis. Karena itu, kepada peserta juga diingatkan agar berhati-hati terhadap provokator yang, kata Hafid, dikabarkan telah menyusup ke Banda Aceh.
Hafid juga mengingatkan agar perjuangan referendum ini tidak dicemari dengan perbuatan yang merugikan orang lain. Sebab, perjuangan referendum ini sangat murni. "Kita ingatkan agar tidak memberi celah kepada provokator untuk memprovokasi massa. Karena itu mari sama-sama menjaga keamanan, sehingga perjuangan referendum ini benar-benar damai," kata Hafid.((n/mis)



Komite Nasional Rakyat Aceh Dideklarasikan

Serambi-Jakarta
Lebih dari 30 organisasi dan LSM yang bergerak di Aceh, Sabtu (6/11) kemarin, mendeklarasikan berdirinya Komite Nasional Rakyat Aceh (Kenira) di Hotel Indonesia, Jakarta.
Sekjen Kenira Ir Teuku Muda Yusuf mengatakan komite ini dibentuk untuk membantu penyelesaian masalah Aceh secara damai, adil, dan demokratis guna mencapai Aceh Darussalam. "Tujuan Kenira ialah mempersatukan berbagai aspirasi masyarakat Aceh dan menggalangnya untuk menjadi suatu potensi bagi tercapainya Aceh Darussalam, mewujudkan masyarakat yang aman, damai, adil, dan makmur yang diridhai Allah SWT," kata Teuku Muda Yusuf.
Kenira dalam kesempatan itu juga mengeluarkan pernyataan sikap yang antara lain mendesak segera diadilinya pelaku-pelaku pelanggaran HAM tanpa pilih kasih selama DOM dan pasca DOM. "Tanpa diajukannya pelaku-pelaku itu ke pengadilan, kami meragukan itikad baik pemerintah RI untuk menyelesaikan masalah Aceh," demikian Teuku Muda Yusuf.
Kenira juga menyatakan, apapun aspirasi masyarakat Aceh hendaknya ditentukan sendiri oleh masyarakat, tanpa ada rekayasa dari pihak manapun, apakah itu otonomi seluas-luasnya, otonomi khusus, merdeka atau referendum.
Lebih lanjut, Kenira meminta segenap lapisan masyarakat Aceh baik perorangan maupun organisasi/lembaga untuk menyatukan visi dan misi dalam perjuangan menuju Aceh Darussalam.
"Kami secara terbuka menyatakan tidak menghendaki Aceh dan rakyatnya menjadi ajang pertarungan elit politik untuk kepentingan suatu golongan," kata Teuku Muda Yusuf yang kemarin mengenakan pakaian adat Aceh lengkap dengan rencong dan "kupiah meukeutob."
32 organisasi
Organisasi dan kelompok yang menyatakan diri bergabung dalam wadah Kenira itu berjumlah 32 lembaga lebih, termasuk Yayasan LBH Iskandar Muda Lhokseumawe, Yayasan LBH Indonesia Cabang Medan Pos Aceh Utara, Yayasan LBH Adyaksa, Yayasan LBH Syiah Kuala. PWI Perwakilan Aceh Utara, Forum HAM Lhokseumawe, Taman Iskandar Muda (TIM) Cabang Jakarta Utara, Thaliban Aceh, Himpunan Mahasiswa Alwasyliah. Organisasi lainnya adalah Ikatan Pemuda Pembaharuan Aceh, Masyumi Aceh, masyarakat Aceh Pasar Minggu, Pemuda Aceh Depok, Ikatan Keluarga Julok, Yayasan Musyawarah Bakongan Sekitarnya, Forum Perjuangan Pemuda Aceh Timur, Kepedulian Rakyat Semesta, Barisan Islam Aceh, Ikatan Keluarga Alumni Unsyiah, Forum Perjuangan, dan Keadilan Rakyat Aceh, dan lain-lain.
Jumlah dukungan itu masih terus mengalir dan pihak Kenira menyatakan terbuka kepada organisasi dan kelompok lainnya yang berminat bergabung dalam wadah yang dibentuk pada bulan Agustus silam itu.
Upacara Deklarasi Kenira diisi dengan pidato dari Tuha Peut dan dilanjutkan dengan pembacaan deklarasi oleh Sekjen Teuku Mudaya Yusuf. Dilanjutkan dengan Shalawat Badar dan ditutup dengan do'a.
Upacara tersebut dihadiri oleh ratusan undangan dan wartawan. Suasana pelantikan menjadi lebih khas karena deklarator dari masing-masing lembaga dan organisasi pendukung mengenakan pakaian adat Aceh warna hitam.
Sekjen Kenira Teuku Muda Yusuf menyatakan pihaknya tidak menyatakan setuju atau tidak setuju dengan rencana pemerintah untuk melakukan dialog dalam upaya penyelesaian Aceh. Yang diharapkan saat ini bukan lagi omongan melainkan tindakan nyata dan konkret. "Yang paling penting hukumlah pelanggaran HAM di Aceh. Ajukan kepengadilan. Buat rakyat Aceh sekarang, tunjukkan bukti nyata," kata Teuku Muda Yusuf.
Menanggapi tentang aksi referendum yang marak dilakukan di Aceh, menurut Teuku Muda Yusuf, bagi Kenira tidak ada masalah. Silakan saja, kita tidak menghalang-halangi aspirasi dari organisasi- organisasi yang ada dalam Kenira, katanya. Disebutkan pihaknya berikut komisi-komisi tinggi yang ada dalam Kenira hanya menyerap aspirasi dan melakukan kajian-kajian. Misalnya otonomi, lalu otonomi yang bagaimana yang masih diterima rakyat Aceh. Atau referendum, lalu platformnya bagaimana, itu yang kita susun," ujar Teuku Muda Yusuf yang dikenal sebagai wiraswasta yang berhasil ini.(fik)



Dua Sipil Bersenjata Tewas

Serambi-Simpang Ulim
Dua sipil bersenjata, Tgk Ahmad Gapi (62) dan Hamdani A Gani (25), penduduk Desa Bintah, Kecamatan Simpang Ulim, Aceh Timur, tewas dengan luka tembakan di tubuhnya.
Menurut Letkol Pol Drs Priyatna, Komandan Sektor C Aceh Timur, kepada wartawan, Sabtu (6/11), dua orang itu tewas dalam kontak senjata antara satuan Brimob dengan sekelompok sipil bersenjata di Desa Tanjung Menje, Sp Leung Sa, Simpang Ulim, Jumat malam. Sekitar pukul 20.00 WIB, katanya, delapan anggota Brimob Sub Sektor I Simpang Ulim yang sedang melakukan patroli dihadang oleh enam sipil bersenjata. "Warga sipil yang menghadang itu mengendarai tiga unit sepeda motor," katanya.
Tapi, beberapa warga di Desa Tanjung Menje, kepada Serambi, menyatakan tak ada peristiwa tembak-menembak malam itu. Yang sesungguhnya, kata warga yang mengaku melihat kejadian, Ahmad Gapi dan Hamdani yang sedang mengendarai sepada motor Astrea Grand ditangkap aparat Brimob yang sedang patroli sekitar pukul 21.30 WIB.
"Ketika itu, kendaraan korban dipepet oleh aparat. Kemudian mereka disergap oleh empat orang Brimob. Yang kami dengar, ada letusan senjata ke udara sebanyak enam kali," kata seorang warga yang diiyakan beberapa orang lainnya.
Dugaan masyarakat Tanjung Menje, ketika ditangkap dan dinaikkan ke truk aparat, kedua warga sipil itu masih hidup. "Baru pada hari Sabtu sekitar pukul 10.00 keluarga korban diberi tahu bahwa keduanya telah meninggal di RSU Langsa," kata warga.
Saksi-saksi itu membenarkan bahwa korban membawa senjata laras panjang dan radio komunikasi. Senjata itu diselipkan di bahu dan "bersembunyi" di balik jaket hitam. Masyarakat setempat mengatakan, mereka sangat mengenal Tgk Ahmad Gapi, karena yang bersangkutan adalah tokoh GAM. Tapi, kata mereka, Tgk Ahmad sudah lama tak "menghilang", dan barulah pada malam kejadian, mereka melihatnya kembali. "Bahkan, keluarganya sendiri nggak tahu kemana Tgk Ahmad selama ini. Baru setelah dikabarkan dia meninggal, keluarganya tahu bahwa Tgk Ahmad ada di Simpang Ulim," kata salah seorang keluarga korban.
Menurut penduduk Tanjung Menje, ketika ditangkap, Ahmad Gapi coba melawan. Tapi aparat lebih cepat menyergapnya. Tgk Ahmad dan Hamdani, menurut masyarakat, dilumpuhkan dengan tangan kosong. "Kami melihat kedua yang ditangkap itu berjalan santai menuju truk aparat. Senjata mereka tetap tersandang di bahu," kata masyarakat.
Seorang warga menceritakan kronologis kesaksiannya melihat Tgk Ahmad Gapi. Sekitar pukul 20.00 WIB, Ahmad melintas di kawasan Blang Awe. Terlihat ada senjata dibawanya. Pukul 20.30, Ahmad melintasi Desa Bintah menuju jalan raya. Ada warga yang memanggilnya, tak dipedulikan. Pukul 21.00 Ahmad dan Hamdani shalat Isya di Masjid Bintah. Kemudian, keduanya berangkat menuju Sp Ulim. Sekitar pukul 21.30, truk aparat memepet dan kemudian aparat menangkap dan membawa keduanya. Pukul 10.00 hari Sabtu, keluarga korban dikabari bahwa dua sipil bersenjata itu telah meninggal di RSU Langsa.
20 menit
Meskipun masyarakat bersikeras bahwa malam itu tak ada kontak senjata, tapi Komandan Sektor C menyatakan keyakinannya bahwa anak buahnya yang sedang berpatroli terpaksa melepaskan tembakan karena mendapat penghadangan.
Menurutnya, ketika dihadang, anak buahnya melompat dari truk. Sejurus kemudian terjadi tembak-menembak. Kata Letkol Priyatna, baku tembak berlangsung sekitar 20 menit. "Dua kawanan bersenjata itu tewas, sedang empat lainnya berhasil kabur dengan sepeda motornya. Tak ada korban di pihak aparat," kata Priyatna.
Di tempat kejadian, aparat berhasil menyita sejumlah barang bukti antara lain, satu pucuk senjata laras panjang jenis matsen, dua buah magazin berisikan peluru matsen, 15 dan 17 butir, satu buah HT, satu buah borgol, sejumlah uang dan dokumen lainnya. (tim)


Alwi Shihab Sangkal Gus Dur Dukung Referendum

Serambi-Jakarta
Menteri Luar Negeri RI Alwi Shihab menyangkal bahwa Presiden Abdurrahman Wahid mendukung pelaksanaan referendum di Aceh, melainkan hanya menyatakan, dalam semangat demokrasi, referendum bisa terjadi dimana saja.
"Gus Dur tidak mendukung adanya referendum, ditanya apakah referendum di Aceh bisa terjadi, ya..jawabannya bahwa semangat demokrasi ini membolehkan referendum," katanya, setelah menemui 16 Duta Besar Negara-negara Arab di Jakarta, Jumat.
Meskipun referendum mungkin dilaksanakan, tuturnya mengutip pernyataan Gus Dur, implementasinya tidak akan semudah yang diperkirakan. "Implementasinya tidak semudah itu, harus mendapat persetujuan dari pemuka agama, mahasiswa, birokrat, dan sebagainya," katanya.
Namun, kemudian ia menegaskan keyakinannya bahwa secara implementasi, referendum di Aceh tidak akan terjadi, meskipun dari segi spirit dan konsep, hal itu sangat mungkin.
Bentuk referendum, menurut Alwi, belum tentu berupa pemisahan wilayah, namun bisa saja berisi otonomi daerah secara luas atau secara terbatas.
Menjawab pertanyaan, kapan Presiden Gus Dur berkunjung ke wilayah yang tengah dalam situasi kurang menguntungkan tersebut, Alwi menjawab, kemungkinan setelah Presiden melakukan lawatan ke luar negeri.
Di tempat terpisah, Wakil Ketua MPR H Matori Abdul Djalil juga menyatakan hal yang sama. "Sebab, Pembukaan UUD 1945 menyatakan bahwa bangsa kita tidak mengubah negara kesatuan yang melindungi segenap tumpah darah dan anggota masyarakat. Karena itu, upaya untuk mempertahankan persatuan kesatuan menjadi program utama di era reformasi saat ini, dengan pendekatan demokratis, tidak dengan menggunakan kekerasan," katanya, Jumat.
Ia menyatakan sependapat dengan pernyataan Presiden berupaya mempertahankan persatuan dengan pendekatan demokratis yang lebih manusiawi.
Matori mengatakan, Pimpinan MPR maupun DPR memahami kekecewaan masyarakat Aceh terhadap keadaan yang mereka terima kini. "Tapi kalau kita langsung menerima permintaan mereka akan referendum, itu kan tidak cukup bijak," ucapnya.
Ketua Umum DPP Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) membedakan penanganan masalah Aceh dengan Timor Timur, tidak bisa disamakan. "Kalau memang ide referendum itu keinginan segelintir orang, sebaiknya dirembuk. Jangan atas kemauan segelintir orang atau sekelompok orang, lalu ditanggapi sebagai keinginan keseluruhan, pernyataan itu akan membuat kita terlalu jauh," katanya.
Sementara itu Ketua MPR HM Amien Rais mengimbau para elit politik untuk segera menuntaskan kasus-kasus kerusuhan di daerah yang hingga kini masih terus berlangsung. "Kerusuhan-kerusuhan yang terjadi di daerah akan dapat dituntaskan apabila para elit politik sepakat untuk menuntaskan kasus-kasus tersebut," katanya atas pertanyaan pers.
Ia mengatakan, kerusuhan masih terjadi di Ambon karena di sana masih ada banyak kecurigaan antar agama dan antar etnik. "Padahal, kini adalah saat yang tepat untuk bagaimana mengembalikan rasa saling percaya, saling menghormati dan saling menghargai," demikian Amien Rais.(ant)



10 Nelayan Idi Hilang

Serambi-Idi
Sepuluh nelayan Idi Rayeuk, Aceh Timur, yang melaut sejak pekan hilang. Rombongan nelayan ini menggunakan boat Perdana I. Sementara itu, ada nelayan lain menemukan seperangkat jaring pukat di tengah laut yang diduga milik ABK boat Perdana I.
Menurut Dan Pos Keamanan Laut (Kamla) Idi Rayeuk, Aceh Timur, Koptu Sulih, kepada Serambi, Sabtu (6/11), 10 nelayan yang menggunakan boat Perdana I itu dipawangi Hasbi (39), warga Desa Tanjung Kapai, Idi Rayeuk. Mereka berangkat Sabtu (30/10) pekan lalu, dan hingga kemarin belum kembali.
Dikatakan, biasanya sekitar tiga hari para nelayan yang pergi melaut sudah kembali. Tapi kali ini, rombongan nelayan boat Perdana I, sudah sepekan belum juga kembali. Hal ini membuat toke boat Perdana I, Alamsyah, melapor kepada pihak Kamla Idi. Selanjutnya, Jumat (5/11), nelayan lainnya yang pergi melaut, ketika pulang menemukan seperangkat jaring pukat. Setelah diindentifikasi, jaring pukat tersebut milik rombongan nelayan yang menggunakan boat Perdana I.
Anehnya, cuma jaring pukat itu saja yang ditemukan. Padahal, jaring pukat, biasanya terikat dengan boat. Jika putus diterjang ombak, pasti ada bagian dari boat yang terbawa. Sedangkan tanda-tanda lain seperti adanya mayat yang terapung, puing-puing papan boat, jerigen plastik, dan tong ikan tidak ditemukan.
Toke boat Perdana I, Alamsyah, secara terpisah, kepada Serambi mengatakan hilangnya boat beserta 10 ABK-nya, telah dilaporkan kepada pihak Kamla dan pihak Pos Marinir Idi Rayeuk. Menurut Dan Pos Marinir, Idi Rayeuk, Lettu Mar Abdul Hanan, pihaknya telah melakukan koordinasi dengan sejumlah Komandan Pos Marinir yang ada di jajaran pantai Aceh Timur maupun Aceh Utara, untuk mencari informasi tentang hilangnya sepuluh nelayan asal Idi Rayeuk itu.
Tapi, hingga Sabtu (6/11) belum diterima laporan ditemukannya para nelayan yang hilang itu. Begitupun, menurut Pjs Panglima Laot, Idi Rayeuk, Tahiruddin, kepada Serambi, upaya pencarian terus dilakukan pihak nelayan setempat, hingga ke perairan laut Thailand.
Bahkan Panglima Laot (sebutan pimpinan nelayan tradisional) telah meminta kepada seluruh nelayan setempat, untuk tidak pergi melaut mulai kemarin, sampai ditemuinya tanda yang jelas keberadaan ke sepuluh nelayan yang hilang itu.
Nama-nama nelayan yang hilang tersebut, Hasbi (pawang), Tadin, Siki, Sofyan, Adhar, Bachtiar, Adek, Am, (9 orang warga Desa Tanjung Kapai), satu orangnya lagi Adnan warga Desa Keude Blang. Diperkirakan, rombongan nelayan boat Perdana I, pergi melaut sampai ke perairan Thailand.
Perkiraan itu disebutkan oleh Dan Pos Kamla, Koptu Sulih, karena jaring pukat yang ditemukan terapung-apung di antara perairan Thailand, sekitar 14 jam pelayaran menggunakan boat pukat dari Kuala Idi Rayeuk.
Perkiraan pihak Kamla Idi itu diperkuat pula oleh Pjs Panglima Laot Idi. Sehingga mereka berharap pencarian sampai ke perairan Thailand. "Kita akan kerahkan sejumlah boat nelayan untuk mencari sampai ke Thailand," kata Panglima Laot.
Menurut Panglima Laot, nelayan Idi Rayeuk, memang tidak pergi melaut beberapa hari ini. Selain upaya pencarian nelayan yang hilang, juga karena pelaksanaan program pawai akbar referendum yang berlangsung di Banda Aceh. "Nelayan Idi, juga ambil bagian pawai referendum di Banda Aceh," katanya.(an)