Update: 00.30 Wib Kamis,  04  Oktober 1999


Di Peureulak, Satu Anggota AGAM Tewas


* Satu Brimob Cedera

Serambi-Langsa
Ibrahim Ahmad yang diklaim pihak keamanan sebagai anggota Angkatan Gerakan Aceh Merdeka (AGAM), Selasa (2/11) malam tewas, saat berhadapan dengan sepasukan Brimob yang melancarkan operasi pengamanan di Desa Alue Bugeng Kecamatan Peureulak, Aceh Timur. Dalam peristiwa itu, Serda Eko Cahyono dari Brimob dikabarkan juga tertembak di wajahnya, dan sampai kemarin masih dirawat di RSU Langsa.
Komandan Satgas Sektor C Aceh Timur, Letkol Pol Drs Priyatna didampingi Kapolres Aceh Timur Letkol Pol Drs H Abdullah Hayati kepada wartawan, Rabu (3/11) mengatakan, sebelum kejadian seregu anggota Brimob yang berpakaian preman melakukan patroli di kawasan Desa Alue Bugeng dengan mengendarai mobil Kijang. Menurut polisi, di kawasan itu sering ada orang-orang sipil bersenjata.
Di sebuah warung yang ada di kawasan desa itu, tiga anggota turun dari kendaraannya untuk melakukan penyelidikan dengan cara membeli rokok. Di situ terlihat ada tujuh pria sedang makan. "Enam di antaranya duduk satu meja, termasuk Ibrahim Ahmad. Sedangkan satu orang lagi duduk terpisah yang belakangan diketahui bernama Zulkifli."
Menurut keterangan polisi, tiba-tiba salah seorang di antara kawanan itu --diindikasikasikan bernama Ibrahim Ahmad-- mencabut pistol. Melihat gelagat yang mencurigakan, ketiga anggota Brimob itu keluar dari kedai dan lari ke arah mobil. Namun, Ibrahim Ahmad bersama sejumlah rekannya melakukan penyerangan dengan melepaskan tembakan ke arah mobil.
Spontan saja petugas yang dilengkapi senjata laras panjang membalas tembakan para penyerang. Mendapat balasan, kawanan bersenjata itu mundur masuk ke warung. Namun, petugas tidak menghentikan tembakannya.
Di warung itulah Ibrahim Ahmad terkena peluru di sekitar kemaluannya, sehingga tak dapat berkutik lagi. Peristiwa ini terjadi sekitar pukul 20.00 WIB selama 15 menit dan terhenti setelah Ibrahim Ahmad dan Serda Eko terkena tembak.
Sedangkan sekawanan bersenjata itu, melihat temannya Ibrahim sudah terkapar di lantai warung, langsung melarikan diri. Kecuali seorang masyarakat yang duduk terpisah --belakangan diketahui bernama Zulkifli-- tetap berada di warung itu. Ketika terjadi kontak senjata Zulkifli tiarap di dalam warung itu.
Tidak berapa lama Letkol Pol Priyatna datang ke TKP bersama satu truk pasukan Brimob untuk memberi bantuan. Namum, datangnya bala bantuan itu setelah situasi dapat dikuasai aparat yang berpakaian preman itu.
Menurut Priyatna, Ibrahim Ahmad terkena tembak selain di sekitar kemaluannya, juga terkena peluru petugas pada paha, perut, lengan dan paha. Sedangkan Serda Eko terkena peluru di wajahnya mengakibatkan rahang sebelah kiri hancur. Sebagian giginya rontok dan pipi sebelah kiri terkelupas. Jenazah Ibrahim Ahmad hingga Rabu (3/11) kemarin, masih terbaring di kamar mayat RSU Langsa.
Masih menurut Priyatna, pihaknya sudah lama mencurigakan warung tersebut sebagai tempat pertemuan AGAM. "Sedangkan Ibrahim Ahmad sudah tercatat sebagai target operasi (TO) pihak aparat keamanan," kata Komandan Brimob ini.
Sepeninggalan kawanan bersenjata itu, petugas menemukan di warung itu sebanyak 26 macam barang bukti. Antara lain, satu buah megazen AK berisi 20 butir peluru dan sejumlah dokumen dan foto.
Mengenai pistol yang digenggam Ibrahim Ahmad tidak ditemui petugas. "Kemungkinan sempat diambil temannya ketika melarikan diri," kata Priyatna.
Namun, versi lain menyebutkan, tidak ada terjadi kontak senjata di kawasan itu. Seperti yang dikemukakan masyarakat, pada waktu itu, memang ada tiga orang petugas yang diduga sebagai intel masuk ke warung tersebut.
Salah seorang di antara intel itu bertanya kepada masyarakat yang duduk di warung, siapa di antara mereka bernama Ibrahim Ahmad. Beberapa saat kemudian, salah seorang menjawab, "Saya bernama Ibrahim Ahmad". Namun Ibrahim Ahmad berhasil kabur, setelah terlebih dulu menghunjamkan rencong ke perut seorang petugas.
Hal senada juga dikemukakan Nurmi, seorang mahasiswa di daerah itu. Katanya, sejumlah mahasiswa dan LSM, kemarin telah melakukan investigasi ke Desa Alu Bugeng, sehubungan dengan isu kontak senjata itu.
Dari hasil investigasi, ternyata tidak ada satupun masyarakat setempat yang mengatakan adanya terjadi kontak senjata antara AGAM dengan aparat keamanan. "Yang ada hanya letusan-letusan senjata dari aparat keamanan saja," kata Nurmi yang juga relawan pos peduli pengungsi itu.
Mengenai adanya seorang anggota Brimob mengalami luka parah, kata sejumlah penduduk, kemungkinan akibat kecelakaan lalu lintas (lakalantas). Karena pada waktu itu, sebuah mobil yang dikendarai petugas terbalik di salah satu tikungan kawasan Idi Cut.
Mengenai lakalantas itu diakui Letkol Priyatna, memang ada sebuah mobil yang ditumpangi anggotanya itu terbalik. Namun dalam laka lantas itu tidak ada yang mengalami luka berat. "Hanya seorang petugas yang mengalami luka ringan," katanya.(tim)



Warga Woyla Tewas Didor


* Dua Bocah Turut Jadi Korban

Serambi-Sigli
Iskandar (27) warga Desa Blang Dalam Kecamatan Woyla Meulaboh, Aceh Barat, tewas di tempat, setelah diterjang peluru yang dilepaskan pasukan BKO Makodim Pidie, di kawasan Desa Pulo Loih Kecamatan Geumpang, Pidie, Selasa (2/11) sekitar pukul 13.45 WIB. Rentetan tembakan yang dilepaskan aparat TNI itu, juga melukai kakak beradik Mundir bin Tgk Said (9) dan Rahmani (4).
Dandim Pidie Letkol Inf Iskandar MS kepada Serambi, malam tadi membenarkan peristiwa penembakan tersebut. Sehingga, menewaskan Iskandar dan melukai kakak beradik, anak dari Sekdes Pulo Loih.
Menurut Dandim, sebelum tewasnya Iskandar, Tim BKO Makodim Pidie, sempat diserang sekelompok sipil bersenjata saat sedang memburu Iskandar. Dari aksi kontak senjata antara aparat dengan sipil bersenjata, Sutarno (24) anggota BKO Kodim Pidie, mengalami luka tembak pada bagian perut hingga tembus ke lambung.
Kendati Sutarno sudah tertembak, namun tim BKO berhasil melumpuhkan sekelompok sipil bersenjata yang menghadang aparat. "Kami berhasil membuat kocar-kacir segerombolan sipil bersenjata itu, meski Sutarno mengalami luka tembak yang cukup serius. Dan, kini sudah dilarikan ke Medan," sebut Dandim Iskandar.
Ditambahkannya, setelah aksi kontak senjata itu, anak buahnya kembali mengejar kelompok sipil bersenjata yang telah menyerang TNI, termasuk mengejar korban Iskandar, yang dilaporkan masyarakat sering mengintimidasi (menindas) masyarakat dengan menggunakan senjata laras pendek.
Dalam aksi pengejaran, kata Dandim, anak buahnya melihat Iskandar yang mengendap-endap di perkampungan penduduk, Desa Pulo Loih. Melihat gelagat mencurigakan itu, aparat keamanan memanggilnya. Namun, korban tak mengindahkan. Malah, korban melarikan diri meski sudah diperingatkan dengan sejumlah tembakan ke udara. Akhirnya, kata Dandim, Iskandar pun roboh ditembak dengan dua peluru. Sementara kakak beradik Mundir dan Rahmani, yang sedang bermain-main di samping rumahnya, turut menjadi korban serpihan peluru.
Dilarikan ke Kesrem
Menjawab Serambi, atas musibah yang menimpa kakak beradik tersebut. Dandim Iskandar menyebutkan, ia sangat menyesal dan prihatin dengan musibah yang menimpa dua bocah itu. "Saya sudah minta maaf pada orangtuanya. Dan berjanji akan mengobati kakak beradik yang terkena recloset peluru yang dilepaskan untuk melumpuhkan Iskandar."
Kedua kakak beradik yang terkena recloset peluru aparat TNI, kini sedang menjalani perawatan di Kesrem Lhokseumawe. Dua bocah, anak Sekdes Pulo Loih, yang tak berdosa itu. hari itu juga, diterbangkan dengan heli militer ke Lhoseumawe, untuk mendapat perawatan intensif.
Kata Dandim, Iskandar yang ditembak tewas oleh anak buahnya itu adalah buron (orang dicari) pihak keamanan, sejak tahun 1997. "Ia, sebagai orang pendatang dan bersembunyi di Geumpang, sering mengintimidasi masyarakat setempat," sebut orang nomor satu di jajaran Makodim Pidie. (tim)



11 Orang Dilepas


* Warung Kopi Dibakar

* Mobil Pemda Dirampas

Serambi-Bireuen
Polres Aceh Utara akhirnya melepas seluruh korban penyisiran aparat keamanan di kawasan Juli, Kabupaten Bireuen, termasuk 11 orang yang sempat dibawa ke Lhokseumawe, Selasa (2/11). Sementara itu, satu unit warung kopi di KM 6 Bireuen-Takengon dibakar orang tak dikenal, Rabu (3/11) dinihari.
Keterangan yang diperoleh Serambi, setidaknya 159 warga Juli, Kecamatan Jeumpa, Kabupaten Aceh Jeumpa yang ditangkap aparat keamanan, menyusul aksi penghadangan terhadap anggota Yonif 113/JS Bireuen, Senin (1/11) pagi, sudah dilepas semuanya, Rabu (3/11).
Kemarin, Polres Aceh Utara melepas 11 warga Juli yang langsung diserahkan kepada kuasa hukumnya M Ali Ahmad SH, serta melibatkan Malik Dewa SH, Sofyan Ali, serta Drs Hasbi Musa yang ikut andil dalam pembebasan warga sipil itu. Sedangkan 148 orang lainnya yang juga pernah ditangkap aparat keamanan dan dibawa ke Mapolsek Jeumpa, telah dilepas terlebih dahulu, Senin (1/11).
Ke 11 orang yang sudah dilepas itu masing-masing, Razali Hanafiah (39), Junaidi M Yusuf (23), Mustafa M Saleh (27), Sudirman A Bakar (24), A Bakar Idrus (35), Amiruddin Abdurahman Syah (24), Hamdani Sudar (27), Ridwan Kaoy (39), Bustami A Rahman (23), seluruhnya warga Desa Juli Tambo Tanjong, dan Azhari HM Yusuf (29), Rusli Ibrahim (36), ke duanya warga Desa Juli Setuy Bireuen.
Kuasa hukum M Ali Ahmad SH, menjawab wartawan di Bireuen, 11 warga Juli yang ditangkap aparat keamanan telah dikembalikan kepada keluarganya, dengan kondisi seperti saat di bawa dari Mapolsek Jeumpa, Selasa (2/11). Seluruhnya merupakan korban penangkapan aparat keamanan, ketika melakukan penyisiran di desa mereka, Senin (1/11).
Dikatakan, pihak kepolisian dinilai sangat manusiawi dalam melakukan pemeriksaan terhadap seluruh korban penyisiran aparat keamanan itu. Bahkan, sebut Ali Ahmad, polisi cukup profesional dalam menangani kasus tersebut, mengingat dalam dua hari mampu melakukan pemeriksaan terhadap 159 orang.
Menyangkut 11 warga desa yang sempat di bawa ke Mapolres Aceh Utara, ujar Ali Ahmad, untuk diminta keterangan. Namun dalam hasil pemeriksaan, tidak ada dasar hukum untuk menyatakan mereka bersalah. "Maka, demi hukum dilepas. Ada upaya dari polisi untuk menegakkan supremasi hukum, " tanggap M Ali Ahmad.
Hadir dalam penyerahan ke 11 warga Juli itu, Kapolres Aceh Utara, Wakapolres, Kasat Serse serta perwira asal Bireuen, Kolonel T Guliansyah. Korban penyisiran sebelum dikembalikan terlebih dahulu menjalani pemeriksaan medis di Polres Aceh Utara. Namun tidak disebutkan hasil pemeriksaan terhadap mereka, yang disebut-sebut telah dianiaya aparat keamanan.
Menurut Suryadi M Yusuf (29) kepada Serambi, menyatakan sebelum dibebaskan di Mapolsek Jeumpa, Senin (1/11) telah diperlakukan secara tidak manusiawi terhadap dirinya, serta warga lainnya. Ia ditangkap dan dianiaya dengan tendangan sepatu laras, dan pukulan dengan senapan. "Di kantor polisi, saya juga dipukuli aparat keamanan," ujar M Yusuf seraya memperlihatkan bekas penganiayaan di tubuhnya.
Hal senada diakui, anak di bawah umur yang di desanya dikenal lemah mental, Rinaldi (15), juga babak belur dihajar aparat keamanan. Ia juga dibebaskan bersamaan dengan 148 orang lainnya. Rinaldi memperlihatkan luka di bagian wajahnya, begitu juga luka di bagian punggungnya.
Luka parah dialami M Yusuf Yacob (59), pemilik warung kopi setempat menjawab Serambi mengatakan, selain tempat usahanya yang dibakar aparat, yang memusnahkan seluruh isinya, tidak luput dari penganiayaan. "Sebenarnya, saya mau di bawa ke Polsek, tapi karena fisik tidak tahan lagi. Maka tidak jadi dibawa," ujar M Yusuf.
Ia menyatakan sangat sedih dan trauma, karena aparat keamanan telah membakar dua unit Ruko-nya, di depan matanya sendiri, setelah ia dipukuli. Meskipun sudah menghiba agar aparat jangan membakar tempat usahanya itu, namun tidak digubris langsung menyiram minyak dan menyulut dengan api. "Saya tidak punya apa-apa lagi. Perabot rumah, tape, uang Rp 100 ribu dan barang lainnya, musnah," kata M Yusuf dengan galau.
Warkop Dibakar
Warga Bireuen, kembali dikejutkan dengan musnahnya satu warung kopi di Desa Juli Me Tengoh, Kecamatan Juli, Kabupaten Bireuen yang dibakar oleh orang tak dikenal, Rabu (3/11) dinihari.
Sebelumnya, warga sempat berduka dengan tragedi pengniayaan, penjarahan dan pembakaran 53 rumah dan toko serta bangunan lainnya di Desa Juli Tambo Tanjong oleh aparat keamanan dalam satu penyisiran, Senin (1/11). Dampaknya, 1.506 jiwa (149 KK) warga Juli Tambo Tanjong harus mengungsi ke Meunasah Juli Keude II.
Keterangan yang diperoleh Serambi, warung kopi yang diusahakan Yacob Ismail dibakar orang tak dikenal, Rabu (3/11) sekitar pukul 03.00 WIB. Akibatnya, seluruh isinya musnah dilalap si "jago merah" termasuk TV dan perangkat Parabola.
Mobil Pemda dirampas
Aksi perampasan mobil kembali terjadi di Lhokseumawe. Satu unit mobil Daihatsu Taft BL 187 KB milik Pemda Aceh Utara, Selasa (02/11), sekitar pukul 12.00 WIB dirampas empat lelaki bersenjata api ketika lagi diparkir di depan rumah Ir Bustanuddin. Setelah menodong pemilik dengan senjata api, para perampok segera melarikannya ke arah timur kota Lhokseumawe.
Mobil milik Pemda yang dipakai sebagai mobil dinas Kabag (kepala bagian) Penyusunan Program Kantor Bupati tersebut, pada saat itu baru saja pulang dari kantor. Menurut keterangan yang dihimpun Serambi, Rabu (3/11) kemarin, kelompok perampok tersebut memang sudah menunggu Bustanuddin pulang dari kantornya.(tim)


Kapolda dan Dandim Soal Referendum:


Pawai Oke, tapi jangan Merusak

Serambi-Banda Aceh
Kapolda Aceh Brigjen Pol Drs Bachrumsyah Kasman menyatakan sangat prihatin atas kejadian pembakaran dan pengrusakan kantor-kantor pemerintah di Meulaboh, Aceh Barat, sehingga menjatuhkan korban serta merugikan harta benda milik warga dan Pemerintah Daerah. "Kalau hanya menyuarakan referendum itu oke-oke saja. Tapi tolong jangan sampai melakukan kekerasan dan pengrusakan," kata Kapolda seusai melantik sejumlah Kadit di lingkungan Polda Aceh, kemarin (3/11) di Banda Aceh.
Sedangkan Dandim Pidie Letkol Iskandar MS yang ditanyai sehubungan akan berlangsungnya pawai referendum, Kamis (4/11), di Pidie menyatakan pihaknya tidak mempersoalkannya. "Saya sudah ngomong sama penanggungjawab dari aksi kegiatan tersebut, agar menjaga ketertiban dan keamanan secara menyeluruh. Dan tidak ada peserta yang membuat kerusuhan yang dapat merugikan bangunan pemerintah dan sarana umum."
Menurut Dandim, mahasiswa sudah melapor adanya kegiatan tersebut. Dan, pihak TNI di bawah komandonya tidak melarang apa yang dianggap terbaik oleh penggelar referendum. Tapi yang perlu diingatkan, keamanan perlu dijaga bersama. "Saya tetap berharap, referendum damai itu tidak dikotori perbuatan-perbuatan yang menjurus kepada pengrusakan dan menyerang pos-pos militer/polisi," kata Iskandar.
Menurut Brigjen Pol Bachrumsyah, kalau ada ajakan untuk melakukan pawai referendum, yang menurut pendapat pribadi mereka itu adalah merupakan sesuatu yang dapat menjadi pemecahan permasalahan, itu boleh-boleh saja. Dengan catatan, referendum yang selama ini dicanangkan sebagai salah satu kegiatan unjuk rasa atau kegiatan massa secara damai, harus benar-benar dibuktikan di lapangan berjalan damai.
"Apabila ada keinginan untuk melaksanakan unjuk rasa ataupun menyuarakan referendum dengan damai, kami dari pihak kepolisian, siap untuk mengamankan. Tapi, kalau dilakukan dengan kekerasan, seperti di Aceh Barat, itu merupakan suatu peristiwa yang sangat kita sesalkan. Karena apapun yang terjadi, tetap yang menjadi korban itu adalah masyarakat," katanya.
Mungkin ada beberapa pihak yang saat ini sedang berpesta pora menikmati penderitaan rakyat. "Tetapi kepada masyarakat yang mengalami keresahan akibat kekerasan itu, saya harapkan tetap tabah. Janganlah kekerasan kita lawan dengan kekerasan. Mari kita bersama-sama berdoa kepada Allah SWT, agar tindakan-tindakan brutal ini dapat segera berakhir, dan kita dapat kembali melaksanakan sendi-sendi kehidupan yang bernuansa syariat Islam," kata Kapolda.
Kantor tutup
Dari Meulaboh, ekses pawai referendum yang terjadi dua hari lalu, kemarin dikabarkan, dua warga Kecamatan Woyla Aceh Barat, yang ikut bersama rambongan pawai referendum dilaporkan hingga Rabu (3/11) belum kembali ke rumahnya. Sementara suasana Kota Meulaboh pasca kerusuhan berangsur pulih meski sebagian besar perkantoran dan pertokoan masih tutup.
Kedua warga yang dilaporkan hilang itu masing-masing Abd Wahab (32) dan Basri (40). Keduanya penduduk Desa Blang Dalam Kemukiman Krueng Bhe Kecamatan Woyla. Sejauh ini belum diperoleh informasi kedua warga yang berangkat dari desanya Selasa (2/11) sekitar pukul 08.00 WIB bersama truk rambongan pawai referendum belum kembali ke rumahnya. "Kami sudah berupaya mencarinya tapi sampai kemarin sore belum ketemu," kata Marwan tokoh pemuda Desa Blang Dalam kepada Serambi.
Ekses lain pasca kerusuhan yang melanda ibukota Aceh Barat itu, mengakibatkan belasan sekolah mulai dari berbagai tingkat terpaksa diliburkan dan hubungan Meulaboh - Banda Aceh nyaris lumpuh menyusul sejumlah jasa angkutan umum menghentikan operasional armadanya. Kecuali minibus yang tidak bergabung dengan perusahaan angkutan yang beroperasi, tapi jumlah hanya beberapa unit.
Bupati Aceh Barat kepada Serambi tadi malam mengatakan, seluruh biaya pengobatan terhadap korban yang terkena tembakan dalam kejadian Selasa (2/11) ditanggung Pemda setempat. "Saya sudah perintahkan direktur RSU Cut Nyak Dhien Meulaboh untuk merawat seluruh korban sampai sumbuh total," katanya.
Seluruh korban tembakan yang dibawa pulang keluarganya Selasa sore, sudah dibawa kembali ke RSU Cut Nyak Dhien Meulaboh untuk mendapat perawatan intensif. Mereka dijemput langsung ke rumah masing-masing oleh Ramli SE --anggota DPRD Aceh Barat -- Camat Kaway XVI Drs Marisi AH, Kades Menasah Buloh M Saleh dengan mobil.
Dalam insiden yang terjadi saat massa melaksanakan pawai referendum itu, dilaporkan 24 warga tertembak saat aparat membubarkan massa yang berupaya mendatangi Mapolres dan Makodim. Selain itu, lima bangunan milik pemerintah antara lain Kantor DPRD dan Bupati dibakar, berikut dua kantor dirusak dan lima kendaraan yakni dua mobil --salah mobil militer-- dan tiga sepeda motor hangus dilalap si jago merah.
Bupati Aceh Barat, Drs Nasruddin Msi kepada Serambi menyatakan kondisi Meulaboh sudah berangsur pulih dibanding sehari sebelumnya meski sebagian besar pertokoan di pusat pasar masih banyak belum dibuka. "Kita harapkan mulai besok seluruh aktivitas masyarakat sudah normal seperti biasa," katanya.
Menyinggung masalah lokasi kerja terhadap karyawan yang kantornya terbakar, menurut Nasruddin, segera teratasi dan mereka seluruhnya akan kembali bekerja dengan menumpang sementara bangunan milik pemerintah yang tidak terpakai.
Bagi karyawan Setwilda akan kembali bekerja seperti biasa di Diklat BKKBN, pegawai Bappeda menumpang di komplek kampus STIP, anggota dewan akan berkantor di eks bangunan BP-7 atau gedung PGA lama. "Pokoknya pelayanan terhadap masyarakat akan segera pulih," ujarnya.
Sementara itu Ketua DPRD Aceh Barat, Drs Sofyan S Sawang kepada Serambi tadi malam kembali mempertegas mengenai dukungannya terhadap pelaksanaan referendum. "Saya bersama pimpinan dewan dan anggota sudah menandatangani surat dukungan referendum dan naskah itu segera disebarluaskan," jelasnya.
Sofyan mengimbau kepada segenap lapisan masyarakat agar jangan terpancing dengan isu yang dihembuskan pihak yang tidak bertanggungjawab untuk memecah belahkan persatuan. "Buktinya akibat ulah pihak ketiga itu sehingga terjadinya pembakaran. Padahal, kami saat itu segera bergabung dengan massa untuk menyampaikan dukungan," jelasnya.
AGAM tak kerahkan massa
Sementara Tgk Teuku Ayantullah, AGAM dari wilayah Nagan yang menelepon Serambi tadi malam menyatakan massa yang turun ke Kota Meulaboh Selasa (2/11) tidak melibatkan pihaknya. "Massa yang turun itu disponsori para mahasiswa. Ini perlu diluruskan sehingga tidak menimbulkan kekeliruan karena yang jatuh korban adalah masyarakat biasa," kata Ayantullah.
Komandan Prang AGAM Wilayah Barat - Selatan, Tgk Hamdani Musbar yang juga menelepon Serambi tadi malam mengatakan aksi pembakaran dan pengrusakan terhadap kantor Bupati, DPRD, Bappeda dan mobil serta sepeda motor dilakukan pihak ketiga alias provokator. "Anggota kami memusuhi perbuatan yang merugikan pihak lain," tandasnya.
Tgk Hamdani juga ikut merasa sedih ketika mendengar laporan adanya sepeda masyarakat yang hilang dalam aksi Selasa (2/11). Menurutnya, penjarahan itu dilakukan pihak yang memanfaatkan kesempatan yang bersembunyi dibelakang masyarakat. "AGAM sedang melakukan penyelidikan terhadap harta milik masyarakat yang hilang itu. Jika kami dapat akan dikembalikan kepada pemiliknya," tandasnya. (tim)


Soal Kasus Aceh:


TNI akan Tinggalkan Pendekatan Keamanan

*Pangdam I/BB: Nonorganik Segera Ditarik

Serambi-Jakarta
Panglima TNI Laksamana Widodo AS menyatakan TNI akan meninggalkan pendekatan keamanan dalam penyelesaian kasus Aceh.
"Dalam dinamika perkembangannya, pendekatan keamanan dirasakan tidak bisa menyelesaikan masalah Aceh dengan tuntas. Oleh karena itu mulai 18 Agustus 1999, TNI sudah menarik PPRM," kata Widodo yang ditemui usai mengikuti Sidang Kabinet Paripurna di Bina Graha, Jakarta, Rabu.
Panglima TNI berharap, pendekatan non-keamanan akan memberikan solusi terbaik bagi penyelesaian konflik di Propinsi Serambi Mekah
itu. Ditambahkannya, Presiden juga sudah menginstruksikan penarikan pasukan dari daerah tersebut.
Ketika menjawab pertanyaan tentang kerusuhan yang diwarnai pembakaran di Meulaboh, Aceh Barat, Selasa (2/11), Widodo menyatakan, tindakan tersebut sudah mengarah pada upaya pemaksaan yang tidak dikehendaki.
Dikatakannya, TNI sudah mengupayakan penyelesaian masalah Aceh sejak lama, dan apapun yang dilakukan TNI selama ini, merupakan bagian untuk penyelesaian tersebut.
Ditarik
Dari Medan diberitakan, Pangdam I/Bukit Barisan Mayjen TNI AR Gaffar menyatakan pasukan yang tak memiliki pangkalan di Aceh (nonorganik) akan segera ditarik, paling lambat akhir pekan ini. "Prinsipnya TNI-AD tak akan merugikan prajuritnya, yang seharusnya akan dijadikan Kasdam, dan para asisten yang sudah dipersiapkan dan sudah dinaikkan pangkatnya, tak akan diturunkan lagi pangkatnya. Sedang kendaraan dinas yang sudah dipersiapkan untuk menunjang jabatan mereka, akan ditarik kembali ke Medan," kata Abdul Rahman Gaffar kepada pers di Makodam I/BB, Rabu (3/11).
Menurutnya, tentang waktu pasti penarikan pasukan nonorganik sangat tergantung tibanya kapal dari Tanjungpriok di Pelabuhan Krueng Geukuh, Lhokseumawe. "Kapalnya sudah berangkat 2 November lalu, dan diperkirakan dalam empat atau lima hari ini akan sampai di Krueng Geukueh," kata jenderal bintang dua itu.
Menurut Panglima, pasukan-pasukan non organik yang akan ditarik itu terdiri dari Marinir, Kostrad Batalyon 328, Yonif 131 Padang, dua kompi Linud-100 Binjai. Namun jumlah personil pasukan itu, tak dirinci panglima, dengan alasan ia lupa jumlah detailnya.
Dikatakan, sejak ia bertugas sebagai Pangdam, tak seorang pun dari Kesatuan Kopassus yang bertugas lagi di Aceh. "Silahkan periksa...," tantang panglima. Pangdam I-BB mengungkapkan itu, untuk mengklarifikasi isu-isu yang berkembang, bahwa hingga saat ini masih ada oknum Kopassus bertugas di Aceh.
Diakui Panglima, dengan ditariknya pasukan organik ini, maka jumlah personil pasukan organik (yang berpangkal di Aceh) sangat terbatas diantaranya Yonif 111/Aceh Timur, Yonif 112/Banda Aceh, Yonif 113/Aceh Utara. "Jadi ini sajalah yang tinggal pasukan di Aceh," ujarnya.
Dengan terbatasnya personil ABRI ini, Koramil-koramil yang berada di seluruh Aceh akan di regrouping (digabung-red) agar kekuatan pasukan di Aceh bisa lumayan. Namun Panglima tak bisa memprediksi yang bakal terjadi, jika pasukan nonorganik ini ditarik seluruhnya dari Aceh. Ia memberi contoh apa yang terjadi di Meulaboh, Selasa lalu. Katanya, baru satu hari pengumuman pasukan nonorganik akan ditarik, kegiatan GAM meningkat lagi dengan menyerang kantor pemda, DPRD, bahkan ada oknum yang masuk ke Kompleks Kodim, mau menurunkan bendera Merah Putih untuk menggantinya dengan bendera Aceh Merdeka.
"Apa ini tak melanggar HAM? Silahkan saja siapa yang mau mengusutnya. Selama ini ada anggota TNI yang ditembak, apa ini juga tak melanggar HAM?" kata panglima yang menghendaki penyelidikan kasus HAM jangan hanya terfokus pada aparat keamanan saja.
Dengan penarikan pasukan TNI non organik dari Aceh, kata Mayjen TNI A Rahman Gaffar, tugas aparat keamanan disana semakin berat. "Yah, sesuai perintah, kami akan bekerja semaksimal mungkin," ungkap Rahman Gaffar.
Secara pribadi Mayjen TNI A Rahman Gaffar memprediksi jika seluruh anggota TNI nonorganik ditarik dari Aceh, ia khawatir akan terjadi kerusuhan yang lebih besar di Aceh. "Tapi yang jelas TNI tak mau hal itu terjadi. Kalau kerusuhan itu terjadi sama sekali bukan rekayasa TNI. Saya tegaskan sekali lagi, tidak ada rekayasa kerusuhan dilakukan TNI," tegas Rahman Gaffar.
Menyinggung soal temuan Tim Pencari Fakta (TPF) yang menyebutkan keterlibatan TNI atas tewasnya T.Bantaqiah sekitar Juli lalu, Pangdam-I/BB terus terang mengakuinya. "TNI bukan terlibat lagi. Memang dilakukan TNI kok, dalam rangka tugas negara," ujarnya, sembari menjelaskan hasil penyelidikan intelijen pada Juni lalu, 9 prajurit (2 dari polri, dan 7 TNI) pada menjelang Pemilu lalu tewas dan sesuai data intelijen, pembunuhnya "orang-orang" Bantaqiah. Enam hari kemudian 14 anggota TNI tewas, laporan intelijen juga menyebut yang membunuhnya "anggota" Bantaqiah.
Sementara itu, Danrem 011/Lilawangsa Kolonel Inf Syafnil Armen dalam waktu dekat akan menghadap Presiden KH Abdurrahman Wahid berkaitan dengan penarikan pasukannon organik dari wilayahnya. "Kalau tidak besok (hari ini-red), mungkin lusa Pak Danrem akan berangkat," ujar Kapenrem 011/LW kepada wartawan di Lhokseumawe, Rabu (03/11).
Menyikapi rencana penarikan pasukan non organik itu, kata Danrem, semakin membuka kesempatan seluruh komponen bangsa untuk berperan aktif bersama aparat pemerintahan daerah, aparat keamanan, dan komponen masyarakat lain menciptakan situasi kondusif hingga aktifitas masyarakat dapat berjalan dengan lancar dan aman.
Danrem mengharapkan, dengan ditariknya pasukan non organik, rakyat Aceh dapat menyelesaikan permasalahan yang selama ini berlarut- larut melalui pendekatan yang lebih dapat diterima masyarakat. Baik dengan sentuhan budaya yang Islami maupun dengan cara dapat diterima seluruh komponen masyarakat. Sebab pada hakekatnya, apa yang terbaik bagi rakyat, pasti baik pula bagi bangsa dan negara sebagai wujud dari negara demokrasi, katanya.
"Kami harapkan masyarakat menyadari bahwa baik pasukan organik maupun non organik yang ditugaskan ke Aceh selama ini, dalam rangka memenuhi panggilan tugas bangsa dan negara demi menjaga keutuhan dan kedaulatan republik tercinta ini," ungkap Syafnil Armen seraya menambahkan masalah Aceh bukan hanya tanggung jawab TNI/Polri saja, tapi seluruh komponen harus saling bahu membahu melakukan upaya penyelesaian menuju masyarakat yang aman serta diridhai Allah SWT.
(ant/lau/tim)


Siswa Jeunieb dan Samalanga Berdemo


* Siswa di Lamno Mogok

Serambi-Samalanga
Ribuan siswa SMU dan MAN Kecamatan Samalanga dan Jeunieb, Aceh Utara, Rabu (3/11) kemarin menggelar demo keliling Kota Samalanga. Aksi yang awalnya tertib kemudian sempat terjadi keributan kecil dengan aparat mengakibatkan adanya siswa yang luka.
Kapolres Aceh Utara Letkol Pol Syafie Aksal didampingi Kapolsek Samalanga Letda Pol Arnawi, membantah terjadi keributan antara siswa yang berdemo dengan aparat. "Kalau ada yang melaporkan terjadi pemukulan terhadap siswa itu merupakan laporan mengada-ada. Yang saya tahu tidak pernah terjadi pemukulan dan saya tidak terima laporan itu," kata Kapolres.
Ia menegaskan, "Justru demo yang dilakukan siswa itu baik dan damai. Mereka membacakan pernyataan sikapnya, yakni tarik pasukan PPRM, Usut pelanggaran HAM dan Pelaksanaan Referendum disegerakan."
Menurut Arnawi, longmarch siswa SMU Samalanga dan ditambah dengan siswa SMU dan MAN Jeunieb, sempat mengejutkan pihak kepolisian. "Seharusnya mereka lebih awal menginformasikan kepada kita."
Keterangan diperoleh Serambi di Samalanga mengatakan, sekitar pukul 08.00 WIB, siswa SMU-I, SMU-II Samalanga, ditambah dengan SMU dan MAN Jeunieb. Setelah berkumpul di satu tempat, mereka melakukan longmarch, namun mereka dihadang petugas dan dikumpulkan di masjid Keude Aceh, Samalanga.
Dalam pertemuan itu, para siswa yang dikomandoi Chairuman dari SMU- 2 Samalanga dan Budi dari SMU Jeunieb, mereka menuntut agar segera dilakukan penarikan pasukan nonorganik dan PPRM dari Aceh umumnya, khususnya di Samalanga dan Jeunieb. Selain itu, mereka meminta pelaksanaan Referendum secepatnya, serta menanyakan keberadaan anggota Taliban, Tgk Sabri (31) warga Meunasah Asan, Samalanga yang hilang 17 Oktober lalu.
Tuntutan lainnya yang juga didesak siswa adalah pengusutan oknum pelaku pelanggaran HAM yang terjadi di Aceh ketika DOM atau pasca DOM. Karena selama ini, pernyataan-pernyataan pengusutan pelanggaran HAM hanya sebagai selogan. Karena itu, siswa ingin melihat bukti.
Sedangkan SMUN I Jaya, Lamno Aceh Barat, juga melakukan aksi unjukrasa dengan cara mogok belajar. Aksi ini intinya menuntut agar aparat keamanan nonorganik yang diposkokan di dekat sekolah itu segera ditarik. Sebab, keberadaan aparat di dekat sekolah itu membuat suasana belajar mengajar sering terganggu. Apalagi aparat sering masuk kompleks sekolah dengan sikap yang tidak ramah terhadap siswa.
Aksi siswa SMU Jaya yang telah berlangsung sejak bulan lalu, pada tanggal 30 Oktober 1999 mendapat dukungan moral dari Solidaritas Pelajar untuk Rakyat (SPUR) Aceh dalam pernyataan yang ditandatangani Rahmat KO-5 selaku Sekjen SPUR. (tim)



SD dan Balai Desa Dibakar

Serambi-Tapaktuan
Setelah reda sekitar sebulan, aksi pembakaran sekolah oleh pelaku tak dikenal kembali terjadi di Kecamatan Trumon, Aceh Selatan. Empat ruang belajar, termasuk kantor SD Ie Jeureneh di Desa Alue Lhok, berikut Balai Desa Titi Pobem hangus dibakar. Dengan peristiwa itu, pembakaran gedung sekolah di Aceh Selatan telah mencapai 22 unit.
Camat Trumon, Drs H Azwir didampingi Kakandepdikbudcam Bakongan/Trumon, Zahirin kepada Serambi di Tapaktuan, Rabu (3/11) menjelaskan, kebakaran sarana pendidikan dan sarana umum di daerahnya terjadi beruntun selama dua hari. SD Ie Jeureneh berlokasi di Desa Alue Lhok --lokasi lintasan Tapaktuan-Medan-- terjadi Minggu (31/10) malam sekitar pukul 11.30 WIB, kemudian besoknya, Senin (1/11) malam kejadian serupa menimpa Balai Desa Titi Pobem.
Dari lima lokal SD Ie Jeureneh, menurut Zahirin hanya tersisa satu ruang yang selamat dari amukan api. Sementara empat lokal, termasuk kantor rata dengan tanah. Karenanya, sekitar 150 murid sekolah tersebut kelihangan tempat belajar yang dibanggakan selama ini. "Mereka selama tiga hari terakhir tak bersekolah. Agar mereka dapat mengikuti pelajaran kini tengah diusahakan tempat lain," jelas Zahirin.
Sementara aksi pembakaran Balai Desa Titi Pobem, menurut Camat Drs H Azwir terjadi Senin malam mengakibatkan bangunan berukuran sekitar 7 x 8 meter musnah menjadi rangka. Meskipun sejumlah warga datang membantu, bangunan balai desa itu tak mampu diselamatkan karena nyala api sudah membesar. Jumlah kerugian, akibat pembakaran kedua sarana tersebut belum dihitung.
Menanggapi peristiwa tersebut, Camat Azwir sangat bersedih, terutama setelah melihat anak-anak yang kehilangan tempat belajar. Karenanya ia mengharapkan aksi tersebut agar dihentikan. "Sayang kita melihat anak tak dapat belajar". Ditanya tentang tersangka pelaku, Camat Azwir mengatakan masih dalam penyelidikan aparat kepolisian setempat.
Menurut catatan, aksi pembakaran sekolah di Aceh Selatan sejak beberapa bulan terakhir telah mencapai 22 unit, terdiri dari bangunan SD, SLTP dan SLTP dengan jumlah kerugian mencapai milyaran rupiah. Sekolah yang musnah dibakar itu tersebar antara lain di Kecamatan Kuala Batee, Blangpidie, Tangan-Tangan, Meukek, Tapaktuan, Kluet Utara, Kluet Selatan, dan Trumon.(nun)