Serangan ke Chechnya Jalan Terus, Rusia Abaikan Seruan Dunia
Media Indonesia - Internasional (11/5/99)

MOSKOW (AFP): Penderitaan rakyat dan pengungsi Chechnya dipastikan akan berlanjut. Tidak ada yang tahu kapan kesengsaraan akan berakhir. Menteri Pertahanan Rusia Igor Sergeyev tidak mempedulikan seruan dunia agar Rusia menghentikan operasi ofensifnya ke Chechnya.

Ketika memberi keterangan pers di Moskow Rabu lalu (3/11), Sergeyev menyatakan telah mengantongi persetujuan Presiden Rusia Boris Yeltsin untuk meneruskan operasi pengejaran pemberontak--istilah yang dipakai Moskow untuk menunjuk pejuang kemerdekaan Moskow--sampai ke Grozny.

Pernyataan ini membenarkan kecemasan Barat bahwa Rusia sedang menyiapkan operasi ofensif besar-besaran selama musim dingin. Operasi ini kemungkinan akan mirip dengan pertempuran pada perang di negara kecil di kawasan pengunungan ini, 1994-1996.

Kepastian bahwa Rusia tidak akan menghentikan operasi ofensif dilontarkan kurang dari sehari sejak Presiden Amerika Serikat Bill Clinton secara pribadi minta kepada Perdana Menteri Rusia Vladimir Putin agar membuka dialog dengan para pemimpin Chechnya.

Hampir bersamaan dengan keterangan pers Sergeyev di Moskow, kawasan pinggiran Grozny--ibu kota Chechnya--diguncang roket dan tembakan artileri. Moskow melukiskan operasi ini sebagai bagian dari "rencana untuk membebaskan tidak hanya Grozny dari teroris tapi juga seluruh Chechnya." Sergeyev mengatakan itulah perintah yang telah dikeluarkan Yeltsin. "Penugasan itu harus sukses. Dan kami sudah mendapat dukungan dari Presiden," katanya.

Sejumlah sumber di Moskow menyatakan Yeltsin telah menyerahkan hampir seluruh kendali operasi Chechnya kepada Putin dan Sergeyev sebelum ia meniggalkan Moskow untuk berlibur. Namun sebelum jadwal liburnya berakhir, Yeltsin tiba-tiba muncul kembali di Moskow dan langsung mengadakan pertemuan dengan Putin.

Tidak ada penjelasan resmi tentang hasil pertemuan. Cuplikan rekaman gambar pertemuan yang disiarkan sejumlah jaringan televisi Rusia, memperlihatkan Yeltsin hanya diam mendengar penjelasan Putin. Sumber di lingkungan Kremlin--kantor kepresidenan Rusia--menyebutkan pada pertemuan itu Yeltsin mendengarkan laporan tentang hasil pembicaraan Putin dengan Presiden Clinton.

Bukan hanya pemerintah yang bertekad meneruskan serangan ke Chechnya. Rakyat Rusia sepertinya mendukung operasi ini. Buktinya? Tingkat dukungan rakyat terhadap Putin sejak invasi darat yang oleh Rusia disebut "operasi untuk memerangi teroris internasional."

Dukungan itu adalah modal bagi Putin dan Sergeyev untuk meneruskan operasi. Namun Moskow harus mengambil keputusan berani. Tentara federal (Rusia) kini menghadapi perlawanan massa dan belum berani masuk ke Grozny. Serbuan ke ibu kota Chechnya diperkirakan akan diwarnai pertempuran berdarah.

Bukan hanya itu hambatan yang dihadapi Moskow. Perang ini sendiri mulai kehilangan "gema" di dalam negeri. Media massa Rusia mulai memfokuskan liputan pada biaya yang harus dipikul untuk operasi kemanusiaan karena perang. Usaha Moskow meningkatkan tekanan militer rupanya telah kehilangan daya tarik di kalangan pers.

Sekitar 190.000 orang warga Chechnya dilaporkan telah meninggalkan negeri mereka untuk menghindari pertempuran. Tujuan utama pengungsian adalah Republik Ingushetia yang merupakan bagian dari Federasi Rusia. Masalah baru timbul karena pemerintah republik ini tidak siap menghadapi ledakan pengungsi sebanyak itu.

Rusia berusaha menghentikan arus pengungsi dengan menutup perbatasan. Keputusan ini ternyata membuat persoalan makin rumit karena para pengungsi tiba-tiba terjebak di antara bom-bom Rusia dan patroli perbatasan federal.

Putin tentu saja harus menghadapi "tekanan" dari Clinton saat mereka bertemu di Oslo di sela-sela pertemuan puncak Timur Tengah. (Agd/I-2)

 

 ©1999 Media Indonesia in association with Indonesia Interactive. All rights reserved.
 Created & Design by Indonesia Interactive Development Team.