Serambi: Cari Terus Solusi Untuk Aceh

CONTENTS

Hukum Pancung takkan Diberlakukan di Aceh

Serambi-Jakarta
Mendagri Syarwan Hamid mengatakan, penerapan Syariat (Hukum) Islam di Aceh nantinya tidak secara total. "Misalnya, hukum pancung takkan diberlakukan," katanya kepada pers sebelum Sidang Kabinet Terbatas Bidang Polkam di Bina Graha, Jakarta, Kamis (28/5).

Aturan dan syariat yang mungkin diterima Pemerintah RI, menurut Syarwan, seperti penggunaan "basmallah" dalam pembukaan (prakata) Peraturan Daerah, kop surat berbahasa Arab dan penentuan Jumat sebagai hari libur. "Kondisi itu seperti yang sudah diberlakukan di negara bagian Kedah, Malaysia," katanya.

Ia juga menegaskan, terkait dengan penerapan Syariat Islam di Aceh, Pemerintah dan DPR siap membahas tiga keistimewaan yang akan diberikan kepada Aceh, yakni pendidikan, agama, dan adat istiadat. "Jadi yang tidak bisa diterima hanya tuntutan GAM, itu saja. Tetapi yang lain hampir 100 persen diterima. Kalau soal korban DOM, ada tim independen yang akan menanganinya secara obyektif," kata Mendagri Syarwan Hamid.

Ketika menjawab pertanyaan apakah tawaran pemerintah itu akan dapat menyelesaikan masalah Aceh, Syarwan menyatakan keyakinan. "Asal kita juga menangani sungguh-sungguh, jangan janji-janji Pemilu," katanya. Mendagri menjelaskan, janji Pemilu adalah janji yang diberikan saat akan Pemilu, setelah mendapat kursi lalu selalu dilupakan. Masalah penyelesaian Aceh saat ini merupakan saat kritis. "Jika kita gagal memenuhi komitmen itu dan bila tidak serius, kita akan kehilangan momentum selama- lamanya," kata mantan Kapuspen ABRI itu.

Syarwan juga mengungkapkan, pada 28 Agustus 1999 rombongan tingkat Menteri akan mengunjungi DI Aceh. Anggota rombongan tersebut, Menko Kesra dan Taskin, menteri-menteri di bawah koordinasi bidang Menko Kesra dan Taskin serta Mendagri beserta Menhankam/Panglima TNI.

"Dalam kesempatan itu para menteri akan menjelaskan komitmen pemerintah bahwa ini tidak main-main melainkan sungguh-sungguh," katanya. Penjelasannya akan dilakukan secara terinci termasuk jadwal penyelesaian pembangunan, misalnya pencapaian pembangunan Pelabuhan Laut Sabang, perpanjangan landasan pacu Bandara Blang Bintang, berikut pembangunan asrama haji. Rombongan menteri tersebut akan mengadakan pertemuan dengan tokoh agama dari kabupaten-kabupaten, tokoh masyarakat Aceh juga yang bermukim di Medan dan Jakarta dan mahasiwa. (csm/ant)

MUI: Cari Terus Solusi Kasus Aceh

Serambi-Banda Aceh
Majelis Ulama Indonesia (MUI) Daerah Istimewa Aceh menyerukan segenap lapisan masyarakat untuk terus berusaha mencari berbagai solusi dalam mengatasi masalah yang terjadi di daerah ini. Solusi itu, "Semisal musyawarah/pendekatan antara sesama kelompok bertentangan dan berbagai upaya lain yang sesuai dengan nilai-nilai ajaran agama Islam (al-Quran dan sunnah Rasul), nilai-nilai akhlakul karimah, peradaban budaya/peradatan, dan etika-etika hukum serta perundang-undangan yang berlaku bagi masyarakat".
Ajakan itu tertuang dalam seruan tertulis MUI Aceh, ditandatangani Dr Tgk H Muslim Ibrahim MA (ketua umum) dan H Badruzzaman Ismail SH (sekretaris umum), tertanggal 26 Agustus 1999. Untuk mendapatkan petunjuk dan hidayah Allah dalam upaya-upaya mencari solusi kasus Aceh, MUI juga menyerukan berbagai hal lainnya kepada para tokoh pimpinan masyarakat, pemimpin lembaga/instansi pemerintahan, pimpinan perguruan tinggi, sekolah, dan dayah atau pesantren, yaitu;
þ Memanjatkan doa/qunut nazilah, membaca Yasin, dzikir, tahlil/shalawat Rasul, dan shalat tahajud, sesuai dengan ajaran Islam terutama pada tempat-tempat ibadah, masjid/mushalla, serta tempat-tempat pengajian/pendidikan, instansi-instansi, dan lembaga lainnya.
þ Seluruh umat Islam untuk melakukan taubat nasuha kepada Allah SWT, memperbanyak dzikir dan istiqhfar dengan hati yang tulus dan ikhlas, semoga Allah SWT mengabulkan hajat kita dan mengampuni segala dosa-dosa kita, sehingga dengan jalan itu dapat terhindar dari segala marabahaya.
þ Kepada semua pihak yang merasa melakukan tindakan dan perbuatan yang bertentangan dengan nilai-nilai agama, adat istiadat, hukum, dan hati nurani kemanusiaan selama ini, seyogyanya menghentikan tindakan-tindakan tersebut.

Dijelaskan, kegiatan pembacaan doa qunut nazilah atau doa-doa lainnya yang diserukan MUI dapat dilaksanakan secara bersama-sama pada setiap shalat Jumat dan shalat lima waktu selama satu bulan terhitung sejak keluarnya seruan ini. Seruan tersebut dikeluarkan setelah MUI Aceh mencermati situasi dan kondisi kehidupan masyarakat di daerah ini masih terus-menerus menimbulkan berbagai korban, baik materil maupun moril, seperti pembakaran gedung-gedung, pembunuhan, penodongan/perampasan kendaraan, serta pengungsian kelompok masyarakat yang meninggalkan harta dan pekerjaan. "Tindakan-tindakan semacam itu telah menimbulkan kerugian harta benda dan kerusakan moral yang sangat mengganggu keamanan dan ketenteraman kehidupan masyarakat serta bertentangan dengan nilai- nilai ajaran agama Islam yang kita yakini dan amalkan selama ini". (rul)


Metareum:
Belum Terlihat Political Will Selesaikan Soal Aceh

Serambi-Banda Aceh
Wakil Ketua DPR/MPR, H Ismail Hasan Metareum SH, mengatakan untuk menyelesaikan persoalan Aceh, semua pihak harus bersikap transparan. Selain itu, belum terlihat adanya political will untuk menyelesaikan persoalan Aceh secara cepat dan menyeluruh.

Menurut Metareum, dengan adanya transparansi (keterbukaan) apa yang terjadi di Aceh dapat dipahami rakyat secara sempurna, dan karenanya rakyat dapat membantu menyelesaikan persoalan tersebut. "Selama ini kan terkesan ditutup-tutupi. Sehingga banyak yang bingung apa yang sebenarnya terjadi di Aceh. Sementara korban terus berjatuhan," katanya dalam wawancara khusus dengan Serambi, Kamis (26/8) malam, di Hotel Kuala Tripa, Banda Aceh.

Salah satu contoh ketidaktransparanan, sebut Metareum, adalah tentang keberadaan provokator yang katanya ikut bermain dalam konflik di Aceh. "Saya mau tanya, tempo hari ada ditangkap tiga orang provokator di Lhokseumawe. Satu saat ada demontrasi, dan dua yang bersembunyi dekat kantor pos. Siapa dan dimana mereka sekarang? Kok nggak pernah dijelaskan?" kata Metareum yang saat wawancara didampingi Wakil Ketua DPW PPP, Mustafa A Geulanggang.

Contoh lain, Metareum menyebutkan tentang kasus penembakan Tgk Bantaqiah cs di Beutong Ateuh beberapa waktu lampau. "Kalau memang Bantaqiah dan kelompoknya dicurigai menyimpan senjata, kan cukup ditangkap. Tidak ditembak. Terhadap kasus ini pun saya melihat ada yang ditutupi," ujarnya menambahkan.

Selain masih banyak hal-hal yang "disembunyikan", mantan Ketua Umum DPP PPP ini juga melihat bahwa penyelesaian masalah Aceh secara subtantif dilakukan "setengah hati". "Yang diharapkan rakyat kan jangan ada lagi kekerasan, berikan tindakan hukum kepada oknum- oknum yang melanggar HAM. Hal ini sudah saya sampaikan kepada Presiden BJ Habibie, Februari lalu, sebelum beliau ke Aceh. Dan di Masjid Raya, Presiden mengatakan jangan ada lagi kekerasan, tapi setelah itu apa yang terjadi di tengah masyarakat?" kata Metareum tak habis pikir.

Bukankah Menhankam/Panglima TNI sudah menginstruksikan penarikan pasukan TNI dari desa-desa sebagai salah satu mewujudkan harapan masyarakat, tanya Serambi. "Bagi saya, bukan soal penarikan. Tapi bagaimana aparat TNI bersikap dan berperilaku. Bila TNI bertindak sesuai perannya, maka seharusnya ABRI dan rakyat itu seperti air dengan ikan; sehingga tidak ada alasan bagi rakyat untuk mengungsi bila anggota TNI masuk ke suatu desa," kata putra Aceh kelahiran Pidie tersebut. Bila TNI dan rakyat sudah bagai ikan dengan air, katanya, akan mudah ditemukan siapa yang sebenarnya bermain mengacaukan Aceh. "Dan itu harus diproses menurut hukum."

Tentang tidak adanya political will (kemauan politik) untuk menyelesaikan persoalan Aceh secara cepat, sebut Metareum, salah satu indikatornya dapat dilihat dari silih bergantinya pembentukan tim yang mengusut masalah Aceh. "Terakhir Presiden membentuk Tim Independen Pengusutan Tindak Kekerasan di Aceh. Saya mendapat kesan, ini upaya menyelesaikan persoalan secara berbelit-belit?," katanya.

Berbelit-belit? "Bagaimana tidak, saya tahu untuk menghukum seorang prajurit yang bersalah, cukup dilaporkan kepada atasannya. Atasannyalah yang menyelidiki laporan itu, dan bila benar, langsung dapat diproses," katanya. Metareum menyebutkan contoh, masih banyak wanita Aceh yang tahu siapa pemerkosanya, anak yang tahu siapa yang membunuh ayahnya, begitu juga orangtua yang kehilangan anak, bahkan lengkap dengan nama, pangkat, dan kesatuan. "Hal-hal seperti ini juga dihimpun oleh tim-tim sebelum tim Independen, termasuk tim DPR-RI yang dipimpin Pak Hari Sabarno. Tapi apa tindak lanjutnya," kata Metareum mempertanyakan.

Wakil Ketua DPR itu merasa yakin bila supremasi hukum ditegakkan, dan kekerasan dihentikan, persoalan Aceh akan dapat didinginkan. "Benar, Aceh butuh pembangunan. Tapi, itu hanya menyelesaikan sebagian kecil dari persoalan Aceh yang demikian besar dan kompleks," katanya ketika menjawab bahwa Sabtu besok sejumlah menteri akan ke Banda Aceh untuk menyerahkan bantuan pembangunan sebagaimana yang pernah dijanjikan Presiden Habibie.

Metareum menyatakan kesedihannya tentang berlarut-larutnya persoalan Aceh. "Saya betul-betul iri dengan apa yang diperlakukan terhadap Ambon. Hanya beberapa hari peristiwa kerusuhan terjadi di sana, pusat meresponnya sangat luar biasa. Bayangkan dengan Aceh, sudah 10 tahun lebih, terus begini? Saya nggak mengerti mengapa begitu," demikian Metareum.(win)


Tiga Mayat Ditemukan di Pidie
* Tertanam dalam Dua Lubang

Serambi-Sigli
Tiga mayat yang belum dapat diidentifikasikan diangkat pada kedalaman sekitar satu meter oleh puluhan aparat di kawasan Cot Rheum Blang Awe Kecamatan Meureudu, Pidie, Kamis (26/8). Mayat-mayat ditemukan setelah dilakukan penggalian pada dua titik yang selama ini sudah dicurigai.

Satu dari dua mayat yang diangkat dalam satu liang lehernya nyaris putus. Dua mayat tersebut dalam posisi tertindih. Sedangkan satu mayat lagi ditemukan pada liang lain, berjarak dua meter dengan liang penemuan dua mayat. Prosesi penggalian kuburan tiga anak manusia itu hanya dihadiri puluhan pasukan TNI/Polri dan beberapa tenaga kesehatan. Penggalian yang dimulai pukul 16.30 WIB, berakhir hingga menjelang magrib. Ketiga mayat kini sudah dievakuasi ke RSU Sigli. Hingga tadi malam, aparat belum dapat memastikan identitas dari mayat-mayat tersebut. Selain sebagian dagingnya sudah rontok, sementara pakaiannya sudah bercampur tanah. "Selama ini kan banyak warga yang hilang, mungkin saja itu mayat-mayat mereka," kata Kapolres Letkol Pol Drs Endang Emiqail Bagus, kemarin. Diperkirakan, jelas Bagus, mayat tersebut sudah berumur sekitar satu bulan. Selain sudah tak dapat dikenali, baik wajah dan pakaiannya, juga saat penggalian sedikit mengeluarkan ciuman kurang enak. "Ini semua berkat kerja keras aparat," kata Bagus didampingi Kasat Serse, Lettu Pol Guntur Hindarsyah.

Selama ini, jelas Bagus, aparat terus mencari sejumlah warga dan aparat yang hilang. Dengan ditemukannya tiga mayat yang dikuburkan secara serampangan, sebagai bukti aparat tetap serius dalam menangani setiap masalah. Kendati ketiga mayat tersebut belum diketahui identitasnya.

Berbagai keterangan menyebutkan, penemuan lokasi penguburan mayat di kawasan Cot Rheum, sekitar 2,5 Km dengan simpang Blang Awe (jalan negara), atau sekitar 10 Km dengan Kota Meureudu, mulanya hanya kecurigaan personil TNI, yang sedang melakukan pembersihan di kawasan tersebut. Danton Rajawali, Letda Inf Marthin mengaku pasukannya merasa curiga terhadap lokasi penguburan mayat-mayat tersebut. Apalagi, tanah penggaliannya belum ditumbuhi rumput dan salah satu liang sudah ditanami kelapa. "Melihat itu kami merasa curiga," ungkapnya.

Mereka mencoba mengorek-ngorek tanah pada lokasi tersebut. Tiba-tiba mereka terkejut ketika melihat bagian lutut manusia. Setelah itu pasukan yang sedang melakukan pembersihan melaporkan kepada atasannya. Sekitar pukul 16.30 WIB, kemarin 50-an personil TNI, Gegana, Brimob, Perintis, Polres, Koramil, dan Polsek terjun ke lokasi untuk menggalinya. Pada liang pertama, aparat menemukan satu mayat. Setelah mayat pertama berhasil diangkat, kata Marthin, kemudian aparat mencoba menggali satu liang lagi, berjarak sekitar dua meter dengan liang pertama. Pada penggalian liang kedua aparat menemukan dua mayat dalam posisi tertindih.

Hingga malam tadi, mayat-mayat tersebut sudah dievakuasi ke RSU Sigli. Kemungkinan besar, hari ini baru dapat diidentifikasi, setelah mayat-mayat tersebut dibersihkan. "Kalau tidak dikenali, kami tetap menguburkannya secara wajar," tambah Kapolres Bagus.(tim)

------------------------------
Campaign & Networking Division
Koalisi N.G.O-HAM Aceh
N.G.O's Coalitionn for Human Rights
------------------------------