Tanjung Balai
Karimun
Las Vegas-nya
Indonesia
Riau minta merdeka,
atau minimal Otorita Batam diserahkan ke daerah. Bagaimana sebenarnya
keadaan di sekitar Batam saat ini? Berikut laporan Sahid dari satu sisi
Riau Kepulauan yang menyedihkan, hasil pantauan bulan lalu. Siapa berani
menyikat praktek maksiat dan perjudian ini?
Siapapun yang baru pertama datang ke Tanjung Balai Karimun (TBK)
niscaya akan terperanjat. Di dermaga bangunan hotel-botel berbintang dan
tempat hiburan (amusement) menyambut, sesuatu yang tidak lumrah bagi
sebuah kecamatan. Keluar dari dermaga, puluhan orang penjual jasa
angkutan kota akan menyerbu. Bila hari telah merayap senja, tanpa
basa-basi biasanya mereka akan langsung menyergap dengan pertanyaan, Mau
ke mana Bang? Yang kelas ekonomi atau eksekutif?
Awas, hati-hati! Jangan salah sangka yang ditawarkan angkutan kelas
ekonomi atau eksekutif. Maksud mereka, si penumpang akan diantar ke
tempat-tempat hiburan atau lokalisasi. Saking populernya, sampai ada
yang mengatakan bahwa TBK singkatan dari Tanpa Bawa Keluarga. Bisnis
maksiat di sini sudah kelewatan, karena kaca mobilpun sampai ditempeli
nomor telepon, yang siap mengantarkan `ayam' langsung ke tempat,
stand-by 24 jam.
Bertandang ke kota ini serasa memasuki dunia lain, seperti tidak lagi
berpijak di Indonesia yang, konon, amat beradab dan berbudaya Timur.
Dalam tiap langkah selalu ada tempat hiburan, baik itu berupa pub,
diskotik, karaoke, rumah bordil, tempat judi. Pembukaan tempat hiburan
diumumkan secara berani seperti bunyi sebuah spanduk, `Peresmian Memory
Pub 98'.
Melayu yang hilang
Tanjung Balai Karimun merupakan dataran yang menjorok ke laut atau
sebuah tanjung. Dulu, tempat itu sering dipakai sebagai tempat
persinggahan dan permusyawarahan raja-raja Melayu. Itulah sebabnya
disebut balai. Sedangkan kata karimun (bahasa Melayu, red) kurang lebih
berarti tempat pertemuan yang menyenangkan dan membahagiakan.
TBK merupakan gugusan pulau berjumlah sekitar 48 buah (yang dihuni
cuma 15) dengan luas wilayah sekitar 275 m2. Di sebelah utara, secara
geografis berbatasan dengan Singapura (berjarak sekitar 20 km),
semenanjung Malaysia, dan selat Malaka yang menjadi jalur pelayaran
internasional. Sebelah timur berbatasan dengan kota Batam, selatan
dengan Kab Indragiri Hilir, dan di sisi barat berbatasan dengan beberapa
kecamatan di Kab Pelalawan.
Dengan posisi seperti itu, TBK dinilai sangat strategis. Tak
berlebihan kiranya bila kota yang 15 Oktober 1999 lalu resmi menjadi Kab
Karimun ini dianggap sebagai hotline perdagangan dunia. Itulah sebabnya
di kota kecil ini didirikan kantor Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
“Karena daerah ini sangat rawan penyelundupan,” ujar M Nasir (40), salah
seorang pegawai bea cukai. Barang yang diselundupkan bermacam-macam,
dari kayu, tekstil, elektronik, kendaraan bermotor, sampai gadis-gadis
ABG.
Sayang, banyak oknum petugas yang tidak melaksanakan kewajiban
sebagaimana mestinya. Akibatnya, masalah penyelundupan hingga saat ini
tetap saja menjadi benang kusut. “Saya sering kena patroli. Cukup diberi
500 ribu rupiah, para petugas akan mempersilakan saya meneruskan
perjalanan,” tutur salah seorang pedagang asal Bengkalis yang biasa
menyelundupkan kendaraan bermotor dari Singapura.
Selain strategis, TBK juga tergolong kaya sumber daya alam, sehingga
pendapatan asli daerah (PAD)-nya tahun lalu mencapai Rp 6 miliar.
Investor berdatangan, termasuk kilang minyak yang diproyeksikan menjadi
pusat distribusi minyak terbesar Asia Pasifik. Penggarapnya masih
itu-itu juga, seperti Grup Salim dan Bukaka yang bekerja sama dengan
Grup Sembawang Singapura. Grup Salim juga menggarap galangan kapal, yang
pada tahun 1997 diresmikan `teman'-nya, Soeharto.
Munculnya industri membuat TBK dibanjiri pendatang. Kini jumlah warga
resminya mendekati angka 83 ribu, alias bertambah 2,8% per tahun. TBK
yang kecil seakan tak mampu mengimbangi perkembangan itu. Lahan terasa
sempit karena berada pada dataran pantai. Jarak antarblok demikian rapat
sehingga sulit diadakan pelebaran jalan. Pedagang kakilima bertebaran di
setiap jalan kota yang begitu sempit. Kantong-kantong kemiskinan dan
kawasan kumuh mulai bermunculan, beriringan dengan pembangunan hotel
berbintang standar internasional —kini ada empat buah— dan tempat-tempat
hiburan.
TBK yang dulu selalu dirindukan kaum bangsawan Melayu itu telah
menjadi kota urban yang teramat pengap.
Bisnis hiburan
TBK sempat muncul dalam percaturan beberapa bulan lalu ketika
terbongkar kasus penjualan sejumlah gadis ABG asal Jawa Barat. Mereka
dijanjikan pekerjaan di Singapura, tetapi ternyata justru terdampar di
TBK, tepatnya di sebuah tempat hiburan.
Dunia remang-remang memang telah menjadi trade mark TBK. Bila kota
ini mulai diselimuti senja, bukannya tambah senyap, malah makin semarak.
Hampir semua sudut dan gang-gang kota dipenuhi aktivitas maksiat.
Dentuman musik pub berpadu dengan tawa cekikikan wanita penjaja cinta
serta gemerincing koin jackpot. Sesekali terdengar celetuk dan suitan
nakal pertanda ada beberapa ayam atau lontong (sebutan untuk PSK)
melintas.
Di daerah Puakang atau Puake, ditambah Payalabu, Depsos setempat
mencatat ada 1000-an pelacur resmi. Tetapi seperti biasa, data seperti
itu tak pernah benar, alias cenderung menutupi. Surat kabar lokal,
Sijori Pos mencatat, di Puakang saja ada lebih dari 1200 PSK.
Puluhan rumah bordil di perkampungan yang jalannya sering becek itu
berbaur dengan perumahan warga. Ada yang berkedok sebagai tempat
hiburan, tapi yang lebih banyak malah terang-terangan memajang ayam.
Hitungan Sijori Pos jumlah pelacur di TBK setara dengan 5% jumlah
penduduk. Fantastis!
Over dosis pelaku maksiat ini mengakibatkan mereka sering `meluber'
ke jalanan. Seorang bekas pekerja hotel yang sudah insyaf, Ikhwan (nama
samaran) mengatakan, hal itu membuatnya muak bekerja di TBK. Ia yang
dulunya suka judi dan berkelahi itu memang benar-benar memilih beralih
profesi menjadi buruh pabrik.
Ikhwan juga mengisahkan, kehidupan malam di tempat-tempat itu sangat
jauh dari kata beradab. Tiap malam ia menyaksikan permainan judi, orang
mabuk, pergumulan lelaki-wanita, dan aktivitas maksiat lainnya.
Narkotika dan obat-obatan terlarang begitu mudah dijumpai, lanjutnya.
Ayah 2 anak yang kini aktif pergi ke masjid ini pernah mencoba
berdakwah. Biasanya, Ikhwan mendekati orang-orang atau PSK yang terlihat
tengah gelisah. Ia berusaha menyadarkan dengan nasihat bahwa perbuatan
itu berdosa, melanggar norma agama. Berat juga, sebab biasanya mereka
akan dengan enteng berkomentar, “Kalau aku ikhlas kan nggak apa-apa!”
Pria yang pernah menggeluti profesi sebagai kasir, operator karaoke,
waiters, dan room boy beberapa hotel berbintang ini juga
terus menjaga shalatnya di tempat kerja. Maksudnya, agar rekan-rekan
seprofesi mengikutinya. Hampir dua tahun ia lakukan itu secara intens,
namun hanya satu orang yang bisa disadarkannya. Terakhir ada kabar bahwa
rekannya itu mulai lagi menggeluti hiruk-pikuk kehidupan malam.
“Lingkungan sudah seperti itu, mau bagaimana lagi?” wajah Ikhwan
memperlihatkan ekspresi putus asa.
Selain bisnis syahwat, judi juga begitu akrab. Permainan jackpot,
poker, cap jie kie, merupakan yang paling banyak dijumpai di TBK. Ini
belum termasuk judi kelas pinggir jalan semacam remi dan permainan dadu
yang biasa digeluti abang becak dan pedagang kakilima. “Hampir tiap
rumah di daerah ini menjadi tempat judi, baik yang terang-terangan
maupun terselubung,” ujar salah seorang warga yang enggan disebut
namanya.
Dampak negatif
Kehadiran para PSK menjadi sumber masalah bagi masyarakat. Banyak
kalangan muda dan remaja yang terseret gaya hidup para PSK, dalam hal
berpakaian, gaya bicara, pergaulan, dsb. Bepergian dengan celana pendek
dan kaus ketat sebatas pusar (bagi anak-anak perempuan) menjadi hal
biasa. Dalam hal pakaian ini agak sulit membedakan antara PSK dengan
wanita baik-baik, di kawasan pelosok sekalipun.
Pergaulan begitu bebas. Anak SLTP dan SLTA di sini, kalau tidak punya
pacar akan dianggap mengidap kelainan. “Dia akan menjadi objek ejekan
dan dikejar-kejar lawan jenis,” ujar Widodo (15), salah seorang siswa
SMU.
Dengan gaya hidup semacam itu, menurut salah seorang guru Bimbingan
dan Penyuluhan sebuah SMU, seringkali dijumpai siswa yang tengah asyik
menenggak minuman keras, mengkonsumsi obat-obatan terlarang, dan siswi
yang hamil. “Sekarang yang paling marak adalah ecstasy,” ujar guru yang
saat ini giat menyelenggarakan majelis taklim di sekolahnya itu.
“Beberapa apotek memang menjual bebas obat-obatan yang masuk dalam
daftar G,” ujar dr HM Syamsurizal. Pemakaian obat semacam ini seharusnya
dengan sepengetahuan dokter karena termasuk jenis obat keras. Bila
mengkonsumsi tanpa kontrol akan sangat berbahaya bagi jaringan syaraf
dan membuat konsumen fly. “Itu sebenarnya obat-obatan untuk orang gila,”
tambah alumnus Univ Hasanuddin (Ujungpandang) yang praktik di Puskesmas
TBK dan juga sebuah klinik ini.
Banyak orang baik-baik yang akhirnya kena dampaknya. Kalangan ibu
rumah tangga adalah yang paling rentan. Dokter Syamsu menyatakan sering
dibikin pusing pasien. Ada ibu rumah tangga yang kena penyakit kelamin
gara-gara sang suami gemar jajan. Banyak pula pasien yang ingin KB,
padahal belum punya anak. Dokter yang pernah aktif di lembaga dakwah
kampus ini mengaku mengalami konflik batin antara tugas menolong orang
dan menangani orang tak keruan. “Sampai saat ini saya tetap melayani
mereka, tetapi jangan sampai meninggal sebelum sempat bertobat,” kata
dokter yang aktif membina sebuah mushalla ini.
Camat TBK Suhadjar menyatakan, Pemda Riau tak pernah bertindak
apa-apa, misalnya penertiban atau pembersihan. “Lho, kalau di sini mau
dibersihkan, kenapa yang di Jakarta, pusat kekuasaan, tidak?” Suhadjar
justru balik bertanya. Ia malah lebih setuju seandainya warga
berinisiatif membasmi judi. Sebab, pada dasarnya, judi di sini semuanya
ilegal.
Sikat saja!
Dua tahun lalu, bisnis judi sebenarnya pernah gulung tikar akibat
dibasmi warga. Tetapi, para bandar judi (yang kebanyakan warga
keturunan) lantas mendekati orang-orang asli TBK (Melayu) dengan
iming-iming uang yang cukup menggiurkan. Banyak yang akhirnya terjebak,
terutama tokoh-tokoh masyarakat atau orang-orang yang mempunyai massa.
Judi marak lagi. Dalam tempo relatif singkat, permainan haram itu sudah
berjalan seperti dua tahun lalu, bahkan lebih ramai.
“Saya beberapa kali disuap agar tak mengganggu bisnis itu,” tutur
Haryanto, seorang warga. Menurutnya, tokoh-tokoh sudah kena suap semua,
termasuk kalangan pers, sehingga berita-berita seputar TBK selalu
bernada positif. Kampung-kampung yang menjadi arena perjudian malah
dapat sumbangan sekitar Rp 68 juta per bulan. Bisa dibayangkan, bila
sumbangannya sebesar itu, penghasilannya berapa? “Tetapi warga tak
pernah merasakan sumbangan itu, entah nyangkut di mana,” masih kata
Haryanto.
Berdasar pantauan Sahid, sebenarnya warga tidak menyukai
perzinaan dan judi yang seringkali mengacaukan bahtera rumah tangga dan
ekonomi keluarga masyarakat TBK. Membuat rusak semuanya. “Tetapi sampai
saat ini kita tak bisa berbuat apa-apa karena orang-orang yang mempunyai
pengaruh tak bereaksi,” tutur Ikhwan. “Kita tak punya daya apa-apa
Bang,” kata warga yang lain.
Peran pemuka masyarakat dalam membasmi maksiat memang diperlukan,
seperti yang sempat terjadi di Meral, sebuah perkampungan satelit di
sebelah utara TBK. Awal Oktober lalu, sebuah arena judi jackpot habis
dibakar warga. Tokoh masyarakat, terutama kalangan agamawan kampung itu
mayoritas Muslim dan warga begitu kompak menolak perjudian. “Sudah
berkali-kali kita peringatkan agar jangan membuka jackpot di sini.
Karena para bandar itu bandel, ya kita bakar saja,” tutur seorang warga
dengan penuh semangat. Arena judi itu baru saja buka di pagi hari,
lantas malam harinya sudah musnah dilalap si jago merah. Ribuan koin
jackpot akhirnya dimanfaatkan anak-anak kecil untuk mainan.
Namun kekompakan itu belum tercipta di seluruh TBK. Malah banyak
bangunan lama yang terancam gusur untuk diubah menjadi tempat hiburan
dan judi. Ada sebuah SD yang tinggal puing, juga mushalla yang siap
dirobohkan. Dengan peningkatan status TBK sebagai kabupaten, diyakini
para wisatawan hiburan yang datang juga meningkat. “Tolong sampaikan
kepada Gus Dur agar dampak buruk ini diantisipasi. Pemerintah hendaknya
membuat UU tentang perzinaan dan perjudian. Kalau sudah ada itu, kita
akan bisa bertindak tegas,” ujar Camat Suhadjar.