Masjid Raya, Kawasan Wajib Jilbab Pertama di Aceh
BANDA ACEH -- 'Satpam' berjilbab berjaga-jaga di pintu masuk halaman Masjid Raya Baiturrahman Banda Aceh. Halaman masjid utama di Serambi Mekah yang telah dijadikan kawasan wajib busana muslimah (jilbab) sejak beberapa waktu lalu, tampak semakin diperketat penjagaan para petugas itu.
Halaman masjid Raya tercatat sebagai kawasan wajib jilbab pertama menyusul pemberlakuan Undang-Undang (UU) Penyelenggaraan Keistimewaan Aceh yang telah disetujui DPR RI, Kamis (23/9).
Dua sampai tiga wanita berjilbab menjaga pintu masuk halaman Masjid Raya Baiturrahman yang setiap hari dikunjungi ribuan warga masyarakat Aceh itu. ''Kami hanya melarang wanita memasuki halaman masjid tanpa mengenakan jilbab,'' kata seorang penjaga, Jumat lalu.
'Satpam' berjilbab itu berjaga di tempat duduk yang telah disiapkan. Para wanita yang juga unsur panitia Masjid Baiturrahman sambil membaca di tempat duduknya, petugas tersebut siap menertibkan kaum wanita yang memasuki kawasan masjid tanpa memakai pakaian muslimah. Beberapa waktu lalu, kata seorang foto amatir halaman masjid Raya Sulaiman Daud, Satpam penjaga keamanan lokasi spiritual itu terpaksa 'mengusir' sejumlah wanita yang memasuki kompleks masjid karena tidak mengenakan jilbab.
Yang terkena 'wajib' berjilbab, menyongsong pemberlakuan syariat Islam di DI Aceh, juga para pegawai negeri wanita.
Perintah Gubernur Syamsuddin Mahmud itu, kata seorang staf Humas Pemda Tk I Aceh Jumat lalu, dikeluarkan lewat 'nota dinas' No 451.1/21249 tertanggal 6 September 1999 yang ditandatangani Sekwilda Tk I Aceh H Poriaman Siregar SH. Pakaian dinas/kerja sesuai dengan nota dinas tersebut antara lain disebutkan, rok melewati lutut (sampai mata kaki), blus/baju sampai pergelangan tangan, jilbab (kerudung), dan warnanya yang disesuaikan dengan warna pakaian dinas setiap hari kerja.
Meskipun Kanwil Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Aceh belum mengeluarkan instruksi wajib jilbab, tampaknya 'demam' jilbab sudah melanda gadis-gadis Muslim di Banda Aceh dan Aceh Besar, terutama para pelajar dan mahasiswa. Jumat lalu, di beberapa SMU, perguruan tinggi negeri dan swasta di Banda Aceh, hampir seluruh siswa Muslim telah mengenakan kain penutup kepala.
''Setahu saya, instruksi wajib jilbab bagi siswi SMU di Aceh belum ada,'' kata juru bicara Kanwil Depdikbud Aceh, Drs Syahrir Umar yang dimintai keterangan mengenai merebaknya isu 'wajib' jilbab.
Eka, seorang pelajar SMU negeri dan Henny mahasiswi swasta semester pertama di Banda Aceh ketika ditanya wartawan mengaku, mulai 24 September mengenakan jilbab setelah hampir seluruh temannya menutup kepala sejak dua pekan lalu. ''Saya mengenakan jilbab setelah beberapa teman berkali-kali mengingatkan kemungkinan digelarnya razia jilbab,'' timpal Henny, wanita asal Sikil yang baru empat bulan menetap di Banda Aceh.
Pasalnya, tersiar kabar, sekelompok pemuda di ibu kota Aceh Selatan, Tapak Tuan, awal pekan lalu 'memburu' gadis-gadis yang tidak berjilbab hingga ke rumahnya untuk menggunduli rambut mereka. Sejak merebaknya isu itu, gadis Muslim di Aceh, hampir seluruh siswi SMU di Banda Aceh mulai mengenakan jilbab, termasuk kalangan ibu rumah tangga yang keluar tampak telah menutup kepala.
Terlepas khawatir 'razia' atau lantaran 'wajib', yang pasti dengan pemberlakuan syariat Islam di provinsi ini, para pedagang pakaian muslimah menuai 'panen. Dengan harga kerudung antara Rp 15.000-Rp 45.000, dalam dua pekan terakhir mereka sudah 'diserbu' para wanita yang mencari kain penutup kepala bagi anak gadisnya. n ant
Hak Cipta © PT Abdi Bangsa 1999
|