TIM PENCARI FAKTA
INDEPENDEN
(http://www.keadilan.or.id/Seruan/Banyuwangi/SiaranPers/siaranpers.html) Dalam dua bulan terakhir (hingga 13 Oktober 1998) jumlah korban yang jatuh mencapai jumlah yang fantastis. Di Banyuwangi, misalnya, tercatat 114 orang tewas, 8 luka parah, dan 6 terusir. Sedangkan di Jember, 4 tewas, 18 luka atau terancam. Di Situbondo: 4 tewas, dan 4 orang lagi tewas di Bondowoso. Sementara di Probolinggo: 2 tewas, dan 3 luka parah. Lumajang: 1 tewas. Pamekasan: 10 tewas, 21 luka parah. Sumenep: 21 tewas. Sampang: 12 (?). Bangkalan: 6 tewas. Mayoritas korban terbukti bukan berprofesi dukun santet, seperti yang diisukan. Mereka terdiri dari rakyat awam, guru ngaji, ulama, dan aktivis organisasi kemasyarakatan. Salah seorang tokoh kampus yang diincar "Ninja terlatih" adalah Ir. Habib Ihsan (Dosen Unmuh Jember) yang diserang pada awal pekan ini (11 Okt.). Ada lagi, tokoh muda partai reformasi, Mahfudz Husodo STP (mantan tokoh HMI Jember). Kedua target operasi terorganisasi itu menambah panjang sasaran pembunuhan dengan berdalih dukun santet, yang jelas direkayasa. Rekayasa ini terlihat pada radiogram Bupati Banyuwangi No. 450/1125.023/1998 (17 Oktober 1998) tentang pencegahan kerusuhan dengan isu tukang tenung, ada juga instruksi radio Kodam Brawijaya kepada Danramil setempat untuk mengidentifikasi para aktivis mahasiswa dan organisasi kemasyarakatan yang harus dilaporkan terakhir 11 Oktober 1998. Pihak ABRI telah membantah keterlibatan oknum aparat melalui siaran pers Kapolda Jatim, Mayjen Pol. M. Dayat tertanggal 10 Okt. 1998. Namun, Kaditserse Polda Jatim sebelumnya membenarkan penangkapan 4 'Ninja' yaitu Serka Slamet, Serka Koko, Serka Sugito, dan Serka Mahmud. Dua orang ninja yang luka parah dan dirawat di ruang ICU RSU dr. Subandi, Jember ternyata tak dijaga aparat. Padahal, pihak rumah sakit mendapat ancaman akan dibakar. Banyak lagi misteri yang tersembunyi dibalik pembantaian di Jawa Timur. Amat wajar, tuntutan masyarakat agar sekurang-kurangnya Bupati Banyuwangi dan Pangdam Brawijaya bertanggung jawab terhadap penanganan dan penyingkapan "operasi terorganisir" yang kini melebar jadi "anarkisme sosial". Siapakah gembong Gerakan Anti Tenung (GANTUNG) itu? Apakah hubungan Gantung dengan Gerakan Penyapu Dukun Santet (GPDS) yang muncul menjelang Pemilu 1997 (Februari 1997)? Perlu segera dibentuk Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) kasus pembantaian di Jawa Timur ini karena tindak kekerasan, pengusiran, ancaman teror, dan pembunuhan merupakan pelanggaran hak asasi manusia yang nyata. Anggota TGPF bisa terdiri dari pimpinan organisasi kemasyarakatan (NU, Muhammadiyah, Persis, Pondok Pesantren, dan lain-lain) dan lembaga advokasi lainnya. Jika kasus ini tak ditangani secara terbuka dan seksama, maka keresahan lokal yang sudah menjadi isu nasional akan semakin mencekam. Dengan begitu, rekor hitam Indonesia bertambah satu lagi di mata dunia. Tak ada waktu lagi untuk menunggu, apalagi berdiam diri.
|