Ditulis Oleh : Roy Sembel
Hal
itu mungkin karena ada barrier di mana orang masih merasa knowledge is power,
yang kalau dia bagikan knowledge tersebut maka dia sudah tidak powerful lagi,
ditambah dengan budaya orang Indonesia di mana kegiatan sharing bukanlah hal
yang jamak dilakukan.
'To
leverage knowledge, don't focus on the knowledge itself. Focus on the
communities that own it and the people that use it.'
McDermott
Kerja
keras penting, tetapi kerja cerdas lebih penting lagi. Kerja keras artinya
sedikit demi sedikit lama-lama menjadi bukit. Kerja cerdas artinya dengan
sedikit usaha individual, disinergikan dengan usaha orang lain serta dibantu
teknologi, kita bisa memperoleh dampak yang luar biasa. Dalam era informasi,
kerja cerdas berimplikasi koordinasi dan berbagi informasi/pengetahuan agar
seseorang tak perlu lagi mengulangi pekerjaan yang telah dilakukan oleh orang
lain. Pendeknya, kerja cerdas diperlukan agar setiap orang bisa 'berdiri di atas
pundak raksasa' untuk memperoleh pandangan raksasa tanpa harus menjadi raksasa.
Belakangan
ini, tidak sedikit di antara kita yang mendapatkan kiriman SMS (short
message service) atau e-mail tentang berbagai berita seperti 'menurut
informasi yang diterima dari agen rahasia luar negeri, hindari daerah ini, itu'
hal ini terutama pasca-bom di Bali. Menariknya lagi, makin banyak kolega (atau
komunitas) yang kita miliki, maka SMS atau e-mail yang kita terima akan makin
banyak pula. Bahkan tidak jarang, kita sebagai penyebar informasi pertama, dan
ini lucunya, SMS itu bisa dikirimkan oleh orang lain kembali ke kita lagi.
Manusia selalu menjadi anggota dari suatu komunitas, apakah itu komunitas
sekolah, hobi, pemakai produk tertentu, pemerhati masalah tertentu, sehingga
bisa dikatakan bahwa komunitas itu telah ada sejak manusia lahir di dunia ini.
Beberapa
contoh komunitas, di antaranya, komunitas pemakai ponsel merek tertentu, seperti
Nokia Communicator, para pemakai PDA (personal digital assistant), para
maniak motor gede, dan masih banyak komunitas yang bisa disebutkan. Sharing
informasi di antara para anggota komunitas ini sedemikian cepat dan efektif. Hal
ini tidak jarang membuat para anggota komunitas itu tidak mau berganti merek
karena merasa sudah 'lengket' dan tidak mau 'berpisah' dengan komunitasnya.
Kalau
komunitas itu telah ada sejak manusia ada di dunia ini, lalu apa yang menarik
dengan membahas tentang komunitas ini? Yang menarik untuk disimak lebih lanjut
adalah bagaimana memberdayakan Community of Practice (sepertinya belum
ada terjemahan yang cocok untuk hal ini; apakah cocok diterjemahkan menjadi
'komunitas para praktisi'?), sehingga bisa terjadi sharing knowledge di
antara anggotanya, serta membuat tugas dan pekerjaan di perusahaan dapat
dilaksanakan dengan lebih inovatif, lebih berpengetahuan, bahkan mungkin bisa
lebih efektif dan efisien.
Sharing
Knowledge
Menurut
sebuah survei, dikatakan bahwa pada umumnya 90% knowledge pada sebuah organisasi
adalah berupa tacit knowledge (knowledge yang ada di kepala para
karyawannya), dan hanya 10% knowledge itu yang sudah tertulis (explicit
knowledge). Secara alamiah, manusia mengetahui lebih banyak dibandingkan
dengan apa yang dapat mereka tuangkan dalam bentuk tulisan. Kegagalan knowledge
management pada generasi awalnya adalah mencoba untuk berusaha meng-capture
tacit knowledge yang ada menjadi explicit knowledge, sehingga
pada awalnya orang mencoba untuk mengkodifikasikan sebanyak mungkin tacit
knowledge dan investasi teknologi informasi secara besar-besaran dilakukan
untuk hal ini.
Idealnya
memang begitu. Kenyataan di lapangan tidaklah selancar yang didambakan. Proses
memaksa orang mentransformasikan tacit knowledgenya menjadi explicit
knowledge membuat banyak orang merasa knowledgenya 'dirampas' dari otaknya.
Di samping itu, tidak semua orang mampu menuliskan apa yang diketahuinya secara
gamblang dan dimengerti orang lain. Jadi harus bagaimana? Seperti yang dikatakan
oleh McDermott pada kutipan di atas, bahwa untuk bisa memanfaatkan knowledge
janganlah berfokus pada knowledge itu sendiri, tetapi cobalah untuk menggali
dari komunitas yang memiliki knowledge dan orang-orang yang menggunakan
knowledge tersebut.
Membangun
Community of Practise
Community
of Practice, atau sering
disingkat CoP, bukanlah sembarangan komunitas. Namun, setidaknya ada tiga hal
yang harus dimiliki oleh sebuah CoP, yaitu: adanya domain yang menjadi topik
pembahasan dalam CoP itu, adanya community itu sendiri (yaitu adanya anggota
yang terlibat), dan adanya practice (yaitu hasil yang baik yang didapat dan
dihasilkan oleh komunitas tersebut). Yang perlu dicek dan dijaga secara baik
adalah apakah domain dari CoP itu mendukung/sejalan dengan strategi bisnis
perusahaan yang mensponsori kegiatan CoP tersebut. Sebagai contoh, pada bengkel
yang terkenal, berkumpullah para ahli setel mesin, di mana para ahli dapat
dengan leluasa berkumpul pada waktu senggang, atau bahkan pada jam kantor yang
khusus disediakan untuk sharing berbagi pengalaman. Kegiatan ini harus selaras
dengan bisnis strategi dari perusahaan tersebut, sehingga bisa mendukung
kegiatan organisasi tersebut.
Mengapa
orang mau sharing dalam komunitasnya? Kuncinya adalah adanya rasa percaya antara
anggota yang satu dan anggota yang lain. Bagaimana saya mau sharing kalau saya
tidak yakin bahwa anggota komunitas tempat saya sharing tidak menggunakan
knowledge yang saya sharing untuk kepentingan dia sendiri dan merugikan saya?
Perusahaan
dunia yang sukses menerapkan CoP ini, antara lain, Buckman Laboratories dan
Xerox Copy Machine. Sementara itu, di Indonesia sendiri belum
ada perusahaan yang diketahui sukses menerapkannya. Hal itu mungkin karena ada
barrier di mana orang masih merasa knowledge is power, yang kalau dia
bagikan knowledge tersebut maka dia sudah tidak powerful lagi, ditambah dengan
budaya orang Indonesia di mana kegiatan sharing bukanlah hal yang jamak
dilakukan.
Di
era knowledge seperti sekarang ini maka sharing adalah cara yang paling tepat
untuk berbagi knowledge. Dan, CoP adalah wadah yang perlu dikembangkan agar
budaya berbagi pengetahuan bisa berkembang dengan nyaman. Kalau budaya berbagi
pengetahuan telah terbentuk, maka perkembangan pengetahuan akan makin efektif
dan efisien. Dalam jangka panjang, perkembangan positif ini akan meningkatkan
daya saing bangsa dan negara kita menghadapi persaingan global yang makin
sengit. Ini baru namanya knowledge menjelma menjadi power.
Sumber : wartaekonomi.com (Rabu, 29 Januari 2003 10:51 WIB )
Editor : Vis - BP Kapet Mbay
Hak Cipta © 1999-2003 Badan Pengelola Kapet Mbay - NT