GATRA, Senin, 08-04-2002 11:08:16
SBY: Tak Ada HAM Bagi Teroris Ambon
GATRA.com - "Tidak ada kata HAM untuk teroris atau kejahatan berskala besar yang
menimbulkan korban jiwa dan harta benda, seperti pemboman dan penghancuran
kantor gubernur yang merupakan simbol kenegaraan, sehingga otak dan pelakunya
harus ditindak tegas," tegas Yudhoyono, di depan komunitas Islam dan Kristen yang
berdialog dengan perwakilan pemerintah pusat, di antaranya Menko Polkam dan
Menko Kesra, di Ambon, Minggu malam.
Yudhoyono menegaskan, pemerintah tidak punya pilihan lain selain memberangus
semua elemen yang tidak mendukung proses penghentian konflik dan kekerasan di
Maluku dengan tindakan tegas sesuai prosedur hukum yang berlaku.
"Jangan ada pikiran lain kecuali bersama-sama mengatasi kelompok-kelompok yang
melawan kehendak rakyat ini dengan menjalankan semua kewajiban sesuai isi
perjanjian Malino dengan menahan dan memproses mereka sesuai hukum yang
berlaku," tegasnya lagi.
Disebutkan, hanya ada satu pilihan yang tersisa yakni menghadapi
kelompok-kelompok kecil itu dengan hukum yang perlu ditegakkan disertai dukungan
masyarakat.
"Ini adalah kontrak tanggungjawab dan negara akan mengambil tindakan tegas. Jika
mereka melawan langkah represif yang merupakan bagian dari penegakan hukum
akan dilakukan," katanya.
Penegasan Yudhoyono itu menjawab tudingan delegasi Kristen yang menandatangani
perjanjian damai di Malino, bahwa pemerintah pusat ingkar janji terhadap isi perjanjian
damai tersebut dengan membiarkan terjadinya berbagai insiden yang menelan korban
jiwa pasca perundingan.
"Pemerintah pusat sebagai salah satu pihak yang ikut menandatangani perundingan
telah melakukan ingkar janji dengan membiarkan berbagai insiden yang menelan
korban jiwa terus berlangsung," kata perwakilan delegasi Kristen Hengky Hattu.
Ia mengatakan, berdasarkan hasil evaluasinya terhadap aparat keamanan ternyata
mereka melakukan pembiaran terhadap tindakan provokasi, teror dan pembunuhan
yang dilakukan oknum-oknum tidak bertanggungjawab.
Sejumlah insiden pasca Malino II tersebut diantaranya pelemparan terhadap anggota
delegasi muslim saat kembali seusai mengikuti perundingan, serta penghadangan
terhadap warga Islam dan Kristen yang melakukan pawai perdamaian.
Selain itu, aksi demonstrasi menentang kesepakatan Malino sehingga terjadi
pelemparan bom disertai pembakaran Kantor Gubernur Maluku yang telah
menunjukkan terjadinya pelecehan terhadap perundingan damai itu.
Bahkan, setiap kali terjadi insiden, aparat TNI/Polri mengatakan, para pelakunya
sudah teridentifikasi, namun mereka tidak pernah berhasil menangkap mereka untuk
diproses hukum.
Hattu khawatir kasus terakhir, yakni peledakkan bom yang mengakibatkan tujuh
warga tewas dan 50 penduduk lainnya terluka, akan mengalami hal yang sama di
mana akhirnya ditutup dan pelakunya tidak pernah tertangkap.
Karena itu, delegasi Kristen memohon pemerintah pusat untuk segera mengusut
tuntas kasus-kasus yang terjadi pasca Malino II dalam waktu sesingkat-singkatnya
dua minggu ke depan.
"Apabila dalam jangka waktu dua minggu permintaan ini tidak dilaksanakan maka
delegasi kristen akan mengajak delegasi Muslim untuk mengajukan gugatan sebagai
bagian dari perjanjian Malino kepada pemerintah pusat, serta akan mencabut seluruh
tanda tangan dan menyatakan tidak bertanggungjawab terhadap perjanjian Maluku di
Malino," katanya.
Sementara itu, Ketua Tim Delegasi Muslim, Thamrin Elly juga mengatakan telah
terjadi diskualifikasi negara terhadap tugas dan tanggungjawabnya untuk
menyelesaikan konflik di Maluku.
Ia meminta pemerintah pusat untuk bertindak tegas kepada kelompok-kelompok yang
menentang perundingan dan senantiasa melakukan provokasi dan teror, sehingga
jatuh korban jiwa.
Ia juga berharap, pemerintah pusat lebih mengutamakan dan mendahulukan
penyelesaian masalah keamanan di samping penegakan hukum dan rehabilitasi
sosial. [Tma, Ant]
Copyright © 1995 GATRA.COM
|