The Cross

 

Ambon Berdarah On-Line
News & Pictures About Ambon/Maluku Tragedy

 

 


 

 

 

Menangkap Pesan Terorisme


Menangkap Pesan Terorisme

KONFLIK Maluku dan Poso tampaknya bukan hanya sekedar benturan kepentingan lokal dengan menggunakan instrumen kekerasan. Masuknya sukarelawan asing telah memberi dimensi international, pada konflik yang tadinya – menurut para pakar –akibat terjadinya perubahan komposisi demografis dan politik.

MENURUT sumber-sumber intelijen yang pernah dimuat di media massa dalam maupun luar negri, sejumlah pria asal Afganistan, Pakistan, Timur Tengah, Afrika, dan Asia Tenggara, ikut bertempur di Maluku dan Poso. Mereka masuk ke Indonesia melalui Bandara Soekarno-Hatta. Dengan manyaru sebagai pekerja sosial, mereka menyeberang ke daerah konflik.

Taufik Abdul Halim (26) alias Dhani alias Dodi, anggota KMM (Kumpulan Mujahiddin Malaysia), misalnya pernah terjun di medan laga Maluku. Ia di tangkap aparat polisi setelah bom yang diledakkannya di Plaza Atrium Senen, Jakarta Pusat, 1 Agustus 2001, mencederai kakinya, hingga perlu di amputasi. Polisi curiga setelah di sakunya di temukan kartu tanda penduduk Aceh.

Arsitek lulusan University of Technology MARA, Johor Bahru, Malaysia, ini mengaku sebagai pelaku peledakan bom di Gereja HKBP Jatiwaringin dan Gereja Santa Ana di Duren Sawit, Jakarta timur, 22 Juli 2002. Bom ini meledak hampir bersamaan, mencederai puluhan umat yang sedang beribadah.

Tidak lama setelah itu, Polri menangkap 13 orang dalam suatu penggrebekan di sebuah desa di Kabupaten Rangkasbitung. Dari mereka disita delapan pucuk senjata laras panjang dan pendek. Didaerah ini para tersangka peledakan bom malam Natal 2000 membuka kamp latihan.

Kepala Badan Intelijen Nasional (BIN) AM Hendropriyono, pernah menyebut kamp latihan di sulawesi tengah, melibatkan Al Qaedah. Pernyataan yang dikemukakannya usai sidang kabinet 13 November 2001, kontan mendapat reaksi dari beberapa kalangan..

Hendropriyono, seperti dikemukakan The New York Times (10/3) akhirnya membantah pernyataannya sendiri akibat tekanan lobi kelompok garis keras. Sementara itu, media massa di luar negri menyebut, ratusan teroris di latih di kamp ini.

Sehari sebelum Hendropriyono mengeluarkan pernyataan kontroversial tersebut, atau tepatnya 12 Desember 2001, Angel rabasa, peneliti senior RAND di washington, tampil di depan Sub-Komisi Kongres AS untuk urusan Asia Timur dan Pasifik. Dengan kertas kerja berjudul Southeast Asia After 9/11 : Regional Trends and US Interests, menyebut degradasi kondisi sosial-ekonomi akibat krisis, menyebabkan kawasan Asia Tenggara menjadi lahan subur bagi perkembangan jaringan terorisme international.

Ditambahkan, tiga negara (Indonesia, Malaysia, dan Filipina) dilanda persoalan kebangkitan kelompok garis keras. Thailand juga tidak luput dari persoalan separatisme Pattani di wilayah selatan, yang berbatasan dengan Malaysia. Mereka angkat senjata untuk mendirikan negara Islam.

Dari hasil riset yang dilakukannya, Angel rabasa mengatakan, terdapat suatu jalinan erat antar kelompok garis keras tersebut. Kaitannya dengan Al Qaedah juga jelas. Salah satu contoh ia merujuk kasus penangkapan delapan orang anggota AL Qaedah di Spanyol pada awal Desember tahun lalu. Seorang tersangka bernama Luis Jose Gallant Gonzales, alias Jusuf Gallant, mengaku kepada pemeriksa memperoleh pendidikan militer di sebuah kamp di Indonesia, Juli 2001. kamp ini dioperasikan oleh Al Qaedah.

Jusuf Gallant mengaku, kontak utamanya di Indonesia adalah Parlindungan Siregar alias Parlin, yang masuk dalam struktur salah satu organisasi kelompok garis keras.

Ketika Polisi menyerbu rumah Jusuf Gallant di Madrid, di temukan sejumlah bahan peledak, senjata, pisau komando, rompi anti peluru, identitas palsu, dokumen perjalanan ke Indonesia, serta foto di suatu kamp di Indonesia.

Sementara itu laporan media massa lain menyebut, Parlin berkenalan dengan sejumlah aktivis Al Qaedah ketika melanjutkan kuliah di Spanyol. Parlin pula yang menemani salah satu tokoh Al Qaedah yang berkunjung ke Indonesia dan berkeliling ke beberapa Propinsi tahun 2000. utusan Al Qaedah ini membawa agenda membuka kamp latihan militer. Parlin kemudian menjadi komandan di kamp tersebut. Tapi berbagai pihak, termasuk keluarga Parlindungan siregar, membantah keterlibatan itu.

Hingga saat ini Pemerintah Malaysia sudah menangkap 47 anggota KMM dan JI, di antaranya tiga orang warga Indonesia. Di Singapura, polisi menangkap sedikitnya 13 anggota JI akhir Desember 2000. Kedua negara ini menggunakan Undang-Undang Keamanan Dalam Negri, yang memberi wewenang pada pemerintah melakukan penangkapan, tanpa harus melalui proses hukum.

Dari pengembangan hasil penangkapan ini pula diketahui, Fathur Rohman Al-Ghozy, Abu Bakar Ba’asyir disebut sebagai pemimpin spiritual, atau pemimpin tertinggi. Posisi eksekutif dipegang Hambali.

Namun, menurut versi Fathur Rohman Al-Ghozy, kekuasaan tertinggi berada di majelis syuro, yang anggotanya Mohammad Iqbal Abdul Rahman, Abu Bakar Ba’asyir, dan Hambali. Mohammad Iqbal alias Abu Jibril, mubaliq asal Lombok (NTB) yang mengungsi ke negara Jiran itu ditahan sejak Juni tahun lalu, setelah polisi Malaysia berhasil membongkar kasus perampokan bank dan pencurian senjata di gudang militer, yang melibatkan anggota KMM.

Dalam penggrebekan di rumah salah satu anggota KMM, polisi menemukan foto Hambali. Wajah di Foto ini cocok dengan foto yang ditemukan di apartemen Ramzy Yousef di Manila tahun 1995. CIA menuduh Ramzy dan Wali Khan Amin Shah sebagai dalang serangan bom mobil di World Trade Center (WTC) New York tahun 1993.

Bom yang diledakkan di areal parkir di bawah bangunan tertinggi di dunia itu, menimbulkan kepanikan luar biasa, karena terjadi pada saat jam kerja. Lima orang tewas dan sekitar 100 cedera. Kegiatan di pusat keuangan dan saham AS itu di hentikan hari itu.

Tadinya, Ramzy merancang bom yang berkekuatan lebih satu ton akan merubuhkan Gedung WTC. Runtuhannya akan menimpa gedung kembarannya, hingga keduanya rubuh. Impian Ramzy baru terwujud 8 tahun kemudian, melalui serangan 11 September. Saat ini, Ramzy sedang menjalani hukuman seumur hidup di AS.

Media massa di luar negri menyebut Abu Bakar Ba’asyir, pengasuh pondok pesantren Al-Mukmin, Ngruki, Sukoharjo (Jateng), sebagai Osama Asia Tenggara. Tapi, Ba’asyir berulangkali membantahnya melalui berbagai pernyataan, dan menyebut media tersebut sebagai terompet Jahudi dan Nasrani. Terakhir ia malah balik mengadukan Menteri Senior Singapura Lee Kuan Yeuw, karena melakukan pencemaaran nama baik.

Ba’asyir sempat diperiksa polisi di Jakarta, berkaitan dengan aktivitasnya di Malaysia. Ia mengaku kenal dengan Muhammad Iqbal dan Hambali di berbagai pengajian. Selain itu Hambali adalah tetangganya di Selangor. Ba’asyir pernah di hukum penjara 19 tahun, karena menolak asa tunggal. Pada waktu banding hukumannya di kurangi menjadi 15 tahun. Namun baru empat tahun menjalani hukuman, ia di beri status tahanan rumah. Ba’asyir dan Abdullah Sungkar hengkang ke Malaysia tahun 1985.

Abdullah Sungkar adalah pendiri pondok pesantren Al-Mukmin. Masih menurut pengakuan yang didapat polisi Malaysia dan singapura, Ba’asyir bersama Muhammad Iqbal dan Hambali aktif dalam berbagai pengajian di Malaysia. Bahkan berhasil menarik anggota KMM. Ketiganya memprakarsai pembentukan JI sekitar tahun 1995. namun, diatas JI masih ada Daulah Islamiyah Nusantara (DIN), yang bertujuan menciptakan negara Islam di Asia Tenggara, meliputi Malaysia, Brunei, Filipina Selatan, dan Indonesia. Hambali dan Ba’asyir kemudian menempatkan kelompoknya ini dalam jaringan Al Qaedah. (The Washington Post, 3/2/2002).

Keterlibatan warga Indonesia dalam aktivitas terorisme International terdengar pertama kalinya setelah Agus H ditangkap di AS. Ia diduga memfasilitasi salah satu teroris, hingga bisa menetap di AS. Tapi, sebenarnya peran lebih dahsyat dimainkan oleh Hambali.

Dua pembajak – Khalid al –Midhar dan Nawaf al – Hazim – yang mencoba menghancurkan Pentagon dalam peristiwa 11 September, masuk ke Malaysia sekitar januari 200 sebagai tamu Hambali. Yazid safaat, kepercayaan Hambali dan mantan kapten Angkatan Darat Malaysia, menyiapkan akomodasi di apartemennya. Khalid dan Nawaf tewas bersama pesawat terbang bajakannya, American Airlines bernomor penerbangan 77, setelah menabrak bangunan Pentagon.

Zacarias Moussaoui, Warga Negara Perancis, yang sedang menjalani proses hukum di AS, juga sempat singgah di Malaysia. Lagi-lagi Yazid menyiapkan akomodasi dan surat rekomendasi yang memudahkan Zacarias masuk ke Malaysia.

Jauh sebelum itu, Hambali juga berteman dengan Ramzy Jousef dan Wali Khan Amin Shah. Kedua pria ini dan Hambali pernah berencana meledakkan 12 pesawat penumpang sipil milik AS tahun 1994, sebagai lanjutan bom mobil di WTC tahun 1993. Desember lalu polisi Malaysia menangkap Wali Khan di Pulau Langkawi, kemudian menyerahkannya kepada pemerintah AS. Akan tetapi, persoalannya kemudian, apakah keterlibatan sejumlah orang itu dapat di jadikan alasan menarik kesimpulan, Indonesia sekarang menjadi sarang terorisme international ?

Kita belum mempunyai bukti perampokan nasabah bank yang marak akhir-akhir ini, berhubungan dengan pengumpulan dana bagi aktivitas terorisme, seperti halnya dilakukan KMM di Malaysia. Tapi, melihat langkahnya pelaku yang berhasil di tangkap polisi, mengindikasikan perampokan itu dilakukan dengan perencanaan matang oleh suatu kelompok terorganisasi.

Dalam suatu jumpa pers di markasnya di Pejaten, Jakarta Selatan, November lalu, juru bicara Darul Islam, Al Chaidar, menyebut tiga dari 14 faksi dalam tubuh DI, terlibat dalam berbagai aksi kekerasan. Termasuk pengeboman dan perampokan Bank BCA di jalan Gajah Mada, Jakarta Pusat. Faksi ini mempunyai hubungan dengan intelijen militer, dan dibina sejak periode Ali Moertopo.

Lepas dari semua itu, sejauh diartikan sebagai serangan terencana untuk menimbulkan efek psikologis dan pembentukan opini publik, semua tahu nyaris tidak ada negara di dunia ini yang luput dari aktivitas terorisme. Jika kemudian perkembangannya berskala international, ini hanyalah persoalan waktu, strategi, perencanaan, kualitas organisasi, dan sumber daya pendukungnya.

Tidak mengherankan jika di Afganistan juga ditemukan anggota Al Qaedah warga negara AS, Australia, Perancis, Inggris dan seterusnya. Mereka bahkan ikut bertempur melawan serangan pasukan koalisi Afganistan dan pasukan khusus AS. Kecuali ada kepentingan tersembunyi, kenyataan ini tidak dapat dijadikan kesimpulan bahwa negara asal milisi Al Qaedah itu telah menjadi sarang terorisme international.

Sebutan terorisme international memang amat sangat menyakitkan, karena membawa konsekwensi berbahaya, seperti halnya stigma komunis di masa silam. Itu sebabnya Pemerintah AS tidak gegabah segera mengirim pasukannya ke Indonesia. Akan tetapi, pembentukan opini international ke arah itu seharusnya menjadi peringatan bagi kita, bahwa pemerintah harus tegas dan konsisten menangani masalah ini. Termasuk terhadap petinggi TNI/POLRI yang aktif maupun purnawirawan, yang memberi angin bagi munculnya aktivitas yang sangat membahayakan kehidupan bangsa dan negara Indonesia. (MT)
 


Copyright © 1999-2001 - Ambon Berdarah On-Line * http://www.go.to/ambon
HTML page is designed by
Alifuru67 * http://www.oocities.org/baguala67
Send your comments to
alifuru67@yahoogroups.com
This web site is maintained by the Real Ambonese - 1364283024 & 1367286044