NEGARA PENUH TEKA-TEKI TAK BERUJUNG
Tanggapan-tanggapan Joshua Lainnya
Salam Sejahtera!
Saudara-saudara sebangsa,
Maluku seperti tak akan habis-habisnya didera dengan berbagai kejahatan. Maluku
yang sudah lelah berkelahi, ternyata tidak diberikan kesempatan untuk bernapas
lega. Perdamaian yang diprakarsai Pemerintah RI, ternyata tidak berhasil dilindungi
oleh Pemerintah RI sendiri. Kesan "bekerja dengan separuh hati" sangat terasa di
dalam berbagai kelambatan/penundaan dan ketidak-pastian serta ketidak-tegasan
Pemerintah RI. Akibatnya, rakyat Maluku seperti diseret ke dalam permainan
"teka-teki Nasional" yang tidak berujung.
Berbagai pernyataan, perkiraan, spekulasi, dan tuduhan, yang berhubungan dengan
kasus peledakan bom dan pembakaran Kantor Gubernur Maluku (bom-bakar),
kembali ditimpakan kepada rakyat Maluku. Yang paling merasa sakit, tentunya
adalah rakyat Maluku yang beragama Kristen, dan kembali lagi "RMS diKristenkan
dan dituduh sebagai biang dari segalanya". Sementara tidak ada satupun Ormas
Kristen yang melontarkan tuduhan ke arah Muslim, begitu banyak Ormas Islam yang
mengangkat diri menjadi jaksa partikulir, dengan berbagai tuduhan terhadap rakyat
Kristen Maluku. Orang picik akan dengan serta-merta ikut menuduh, tetsapi orang
bijak akan mampu untuk meraba adanya "ketidak-beresan" di balik tuduhan yang
terlalu mudah dilontarkan, dan terlalu banyak jumlahnya. Ada apa ini?
Saya ingin mengajak anda untuk memandang peristiwa terakhir ini dari perspektif
yang agak berbeda, dengan mencermati berbagai reaksi yang dilayangkan ke
Maluku. Semoga saja, apa yang saya kemukakan ini tidak akan memberikan
kontribusi ke dalam permainan "teka-teki nasional yang tak berujung" ini.
Mari kita lihat kembali dari Deklarasi Malino II. Secara garis besar, ada dua pihak
yang tidak setuju dengan Perjanjian Maluku, yaitu "laskar jihad" dan FKM.
Masing-masing melakukan aksi sendiri-sendiri, untuk menyatakan ketidak-setujuan
mereka. Saya sengaja menggunakan istilah "garis besar", karena "laskar jihad" tidak
bergerak sendirian. Mereka mencoba mengikut-sertakan "beberapa oknum" dari
Ormas-ormas Islam Maluku, untuk mengelabui orang banyak, bahwa mayoritas
Muslim Maluku menolak Deklarasi Malino II. Sementara itu, FKM sepertinya berjuang
'sendiri', tanpa dukungan Ormas Kristen, apalagi Pihak GPM. Salah satu
penyebabnya adalah bahwa walaupun di dalam tubuh FKM, lebih banyak warga
Kristen Maluku dari Muslim Maluku, FKM tidak berbasis pada agama. Selain itu,
warga Kristen Maluku sendiri tidak punya (mungkin karena tidak tertarik) begitu
banyak "Badan, Satgas, Forum, Front, Gabungan/Kesatuan, dan lain-lain seperti itu",
yang bisa dijadikan tunggangan oleh FKM. Dari sini, kita bisa membuat semacam
praduga, bahwa salah satu dari atau malah kedua penentang Deklarasi Malino II ini,
terkait dengan peristiwa pengeboman dan pembakaran Kantor Gubernur Maluku.
Pada hari yang sama, 3/4/2002, "laskarjihad.or.id" telah memuat tuduhan yang
bersumber dari "Wakil Sekjen Pengurus Besar Front Pembela Islam Maluku (PB.
FPIM) Ma'mun Pelu", yang mengatakan bahwa kedua peristiwa tersebut adalah ulah
warga Kristen Maluku, pendukung FKM, yang kecewa terhadap larangan
PDSD-Maluku terhadap FKM, dan berhubungan dengan rencana Perayaan HUT RMS
ke-52, 25 April 2002 mendatang. Di dalam tayangan yang sama, "Jaf'ar Umar Thalib"
meminta agar Pemerintah RI menyatakan RMS sebagai akar Konflik Maluku, yaitu
antara WNRI dan RMS. Rasanya, pernyataan-pernyataan seperti ini terlalu gampang
dan seenaknya dikeluarkan. Spontanitas dan kebersamaan malah memberikan kesan
"sudah dipersiapkan" (?).
Di bawah judul "Ambon Kembali Tegang Massa Kristen Bakar Kantor Gubernur
Maluku", "laskar jihad" mengatakan bahwa "hanya di dalam 5 menit, ribuan massa
Kristen telah berkumpul dan berhasil membakar Kantor Gubernur". Ribuan warga
Kristen itu membawa "puluhan bom molotov yang sepertinya sudah dipersiapkan
sebelumnya", masuk ke dalam kompleks Kantor, dan membakar Kantor Bappeda
Maluku". Tidak sampai di situ, mereka juga melaporkan bahwa "sempat terjadi baku
tembak antara massa Kristen dan aparat Kopasus".
Sebagai kelanjutan dari skenario di atas (warga Kristen masuk ke kompleks Kantor
Gubernur dan membakar), "laskar jihad" memberitakan "Sementara sebagian besar
perkakas kantor yang belum terbakar langsung dijarah massa Kristen." Saya sudah
bertanya kesana-kemari dan meneliti berbagai berita, tetapi saya tidak menemukan
adanya masalah "penjarahan" di dalam hal ini. Mengapa "laskarjihad.or.id" begini
mendetail?
Pada tanggal 3/4/2002 ini, dua kali "laskarjihad.or.id" mengemukakan bahwa "Kuat
dugaan, ledakan itu berasal dari sebuah bom berkekuatan tinggi yang diletakkan di
bawah sebuah vespa warna merah bernopol DE 2897 AV yang diparkir di sekitar
kawasan hotel tersebut." Yang mengerankan saya, "tidak sekalipun mereka
menyinggung kemungkinan yang berhubungan dengan mobil Kijang merah yang
melintas di TKP dengan kecepatan tinggi, hingga menabrak tembok, berhenti, lalu
pengemudi dan penumpang menghilang"? Mengapa?
Setelah membongkar semua file berita tgl. 3/4/2002, saya gagal menemukan "berita
tentang vespa yang dicurigai". Baru pada tanggal 4/4/2002, saya menemukan satu
berita dengan nada yang sama, dari "Media Indonesia". "Namun, sejumlah saksi
mata menyebutkan ledakan itu diduga berasal dari sebuah bom yang diletakkan di
motor vespa bernomor polisi 2897 yang diparkir di depan Toko Emas Labora."
(berbeda dengan "laskarjihad.or.id" hanya pada letaknya). Media Indonesia kemudian
mendukung pernyataanya dengan bukti bahwa "vespa itu ringsek"! Walaupun sempat
menyinggung "mobil bernomor polisi DE 55 RB", Media Indonesia mengakhiri
komentarnya dengan mengatakan bahwa "tidak ada bom di dalam mobil tersebut"
("Setelah diperiksa, tak ada bomnya," jelas Serda Joko). Yang agak aneh di dalam
berita ini adalah pernyataan "Mobil itu berhenti setelah menabrak tembok. Sopir
beserta empat orang lainnya menghilang". Apakah masih ada kesempatan untuk
menghitung "jumlah penumpang" di dalam mobil yang bergerak cepat, dan di dalam
kemelut ledakan bom? Mengapa mobil Kijang Merah itu seperti dilindungi?
Saya memang harus bertanya demikian, karena pada tanggal yang sama, 4/4/2003,
"Indonesiamu" memberitakan bahwa "Barang bukti tersebut diantaranya, mobil Kijang
berwarna merah bernopol DE55RB dan beberapa barang yang ditemukan di dalam
mobil, yakni tas biru, antena sepanjang kurang lebih 1,20 satu meter berikut
kabelnya, booster hitam dengan dua kabel dan dua penjepit, satu batere 9 volt dan
dua buah aki 12 volt 100 ampere warna hitam. Selain itu juga becak dan sebuah
Vespa." Jika saya harus bertanya lagi, maka pertanyaan saya kali ini adalah, "Jika
bom itu dipasang di bawah Vespa atau Becak, apakah ledakan yang cukup dahsyat
itu masih MENYISAKAN Vespa atau Becak? Dimana kedua barang bukti ini
ditemukan setelah ledakan? Di situ juga (walau ringsek)!?
Keesokan harinya, 4/4/2002, "laskar jihad" muncul dengan mengedepankan "pemuda
Muslim Maluku, Yusrain Uluputty", untuk menghubungkan peristiwa tersebut dengan
"RMS-Kristen", yang katanya terkait dengan sejumlah kegiatan terorisme di Maluku.
Selanjutnya, dibawah judul "FKM Dilarang, Kantor Gubernur Dibakar", mereka
menampilkan "Sekretaris Forum Silaturahmi Umat Islam Maluku (FSUIM) Drs. Abdul
Wahab Lumaela", yang mengklaim peristiwa 'bom-bakar' tersebut sebagai usaha
sistematis RMS untuk melepaskan Maluku dari NKRI, dengan melumpuhkan roda
pemerintahan, dan demi suksesnya Perayaan HUT RMS ke-52 nanti. Menurut
Lumaela, semua ini terjadi karena "kelemahan Gubernur, Saleh Latuconsina",
terhadap kelompok separatis.
Masih pada hari yang sama, "laskar jihad" memajukan beberapa Pegawai Pemda
Maluku sebagai saksi, bahwa massa Kristen "melempar bom molotov ke Kantor
Bappeda, yang terletak di lantai-3 Kantor Gubernur". Lebih jauh, mereka
menyamakan aksi tersebut dengan tindakan PKI di tahun 1965. Anda perhatikan
bahwa pada tanggal yang sama, telah diberitakan "dua versi berbeda" tentang
pembakaran Kantor Gubernur. Yang satu "masuk kompleks dengan puluhan bom
Molotov yang sudah disiapkan sebelumnya, bakar dan jarah", sedangkan yang lain
"melempar bom molotov dari luar ke lantai-3 gedung Bappeda".
Sementara itu, Suara Karya memuat pernyataan Ketua Tim Pengacara Muslim, yang
lengkapnya, "Tim Pengacara Muslim (TPM) mensinyalir anggota Republik Maluku
Selatan (RMS) yang menjadi pelaku peledakan bom di dekat kantor Gubernur Maluku
di Ambon itu. "Peristiwa itu merupakan aksi pemberontakan yang dilakukan RMS,"
kata Ketua TPM Pusat M Mahendradatta di Jakarta, Rabu".
Saya melihat sepertinya "tuduhan" semacam ini sudah menjadi alas lidah yang
spontan dilafalkan begitu saja, tanpa berusaha memberikan bukti.
Pada tanggal 4/4/2002, "republika" muncul dengan ulasan berjudul "Ancaman Masa
Depan Maluku". Secara halus "republika" menggiring opini umat ke arah
"RMS-Kristen", dengan menghubungkan keinginan untuk "melanggengkan
kerusuhan" dengan "alasan untuk mengundang kekuatan internasional".
Publik akan segera melirik ke "RMS-Kristen" karena keinginan tersebut disamakan
dengan kasus Timor-Timur yang lepas dari NKRI, menurut apa yang dikatakan
republika sebagai "secara logika".
Pada tanggal 6/4/2002, "republika" mengambil demo AMM (Aliansi Mahasiswa
Muslim), yang melibatkan pengurus maupun anggota HMI, KAMMI, STAIN,
Universitas Darusallam (Unidar) dan Universitas Pattimura (Unpatti) Ambon (saya
tidak tahu apakah perlunya STAIN dll. mempunyai anggota dan pengurus). Mereka
lagi-lagi "mensinyalir" (tanpa bukti) bahwa "pembakaran kantor Gubernur Maluku
didalangi Front Kedaulatan Maluku (FKM) dan Republik Maluku Selatan (RMS)."
Masih tentang demo sejenis, "republika (8/4/2002)" mengangkat "75 mahasiswa
muslim asal Maluku yang tergabung dalam Liga Mahasiswa Muslim Surabaya untuk
Maluku (LMMSM)". Ke-75 aktivis LMMSM itu menghubungkan peristiwa 'bom-bakar'
dengan "keinginan RMS untuk merdeka", dan "dugaan tentang saratnya kepentingan
asing di dalam kekeruhan suasana di Maluku". Mereka mengatakan, "''Dari hasil
investigasi jaringan LMMSM yang berada di sana, kami memperoleh data-data
penting. Diantaranya, fakta gerilya politik yang dilakukan para tokoh dan simpatisan
RMS. Salah satunya, mereka melakukan propaganda menyudutkan kelompok lain
yang masih ingin tetap bersatu dalam negara kesatuan RI,'' kata Fuad Azis Hentihu,
koordinator lapangan LMMSM, Sabtu (6/4).
Dua hari sebelumnya, 6/4/2002, "laskarjihad.or.id" mengedepankan "Ketua Umum
Pengurus Besar Front Pembela Islam Maluku (PB-FPIM), M. Husni Putuhena, SH",
yang mengatakan bahwa "Aksi penyerangan dan pembakaran kantor Gubernur
Maluku oleh massa pendukung Republik Maluku Selatan (RMS) sebagai bentuk
pemberontakan RMS terhadap pemerintah Indonesia".
Masih dalam hari yang sama, "laskarjihad.or.id" kembali menggunakan BP.FPIM
(Ketua I Pengurus Besar Front Pembela Islam Maluku, Muhammad Suat), yang
menambahkan "penemuan Bendera RMS di Kudamati" ke peristiwa 'bom-bakar'
"sebagai suatu rangkaian skenario yang telah dirancang RMS untuk mengacaukan
dan melepaskan bumi Maluku dari wilayah NKRI".
Tidak kalah sengitnya, "laskarjihad.or.id" mengandalkan "Sekretaris Jurusan Dakwah
Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Ambon, Drs. Abdullah Latuapo", yang
mengklaim bahwa "Selama ini yang selalu melakukan anarkhisme adalah Kristen
RMS. Umat Islam tidak pernah melakukan perusakan terhadap aset negara,
sebagaimana dilakukan oleh Kristen RMS yang membakar Kantor Gubernur dan
Kantor DPRD Kota Ambon". Saya tidak tahu, apakah "ilmu dakwah" yang ditekuninya
itu, menganggap "Kompleks Brimbob Tantui", "Universitas Pattimura dan Politeknik
Unpatti", "BPG", "Gedung PLN", "Puskesmas dan RS", sebagai "asset negara atau
tidak, tetapi kelihatannya bahwa RMS itu memang dilihat penuh sebagai Kristen.
Pada tanggal 7/4/2002, "laskarjihad.or.id" mempertanyakan "kepercayaan Gubernur
Maluku, Saleh Latuconsina, terhadap warga Kristen Maluku", dengan menyinggung
pemindahan aktivitas Kantor Gubernur ke Kantor DPU Propinsi Maluku (katanya itu
zona Kristen). Mengapa mereka tidak melihat dan mempertanyakan kenyataan
bahwa "Saleh Latuconsina tetap berdiam di antara warga Kristen Ambon"? Untuk ke
sekian kalinya di sepanjang Kerusuhan Maluku, "usul untuk memindahkan Pusat
Pemerintahan Daerah Maluku", kembali diperdengarkan.
Merasa masih kurang kuat, "laskarjihad.or.id" mengambil seorang Muslim Maluku,
"Januarta Litiloly" (7/4/2002), yang menilai bahwa "aksi teror bom yang dilanjutkan
dengan pembakaran kantor gubernur merupakan reaksi balik dari FKM/ RMS yang
merasa resah degan dikeluarkannya surat maklumat tentang pelarangan kegiatan
FKM".
Masih belum puas, "laskarjihad.or.id" mengandalkan yang mereka daulat sebagai
"cendekiawan Maluku, Drs. M. Nour Tawainella", untuk melayangkan tuduhan, " Aksi
pembakaran Kantor Gubernur Maluku merupakan satu konspirasi global antar para
elit di Maluku dengan kelompok RMS." Oleh karena itu, Tawainella menuntut agar,
"aparat keamanan dan aparat penegak hukum harus juga memproses para pejabat
dan elit Maluku terkait dengan pembakaran Kantor Gubernur Maluku (7/4/2002)".
Tidak hanya "laskar jihad" dan "republika", DES ALWI (Tempo, 14/4/2002), yang
sekarang menjadi "penguasa tunggal atas Banda dan Perkebunan Pala-nya", tidak
ketinggalan untuk "mengKristenkan RMS". Untuk menguatkan kesaksiannya tentang
"yel-yel Hidup RMS", dia menetang kesaksian "laskar jihad", dengan memberi
kesaksian bahwa massa Kristen tidak bisa masuk ke kompleks Kantor Gubernur.
Alwi mengatakan bahwa dia mendengar teriakan "Mena Muria" yang pernah
didengarnya pada tahun 1950. Anehnya, orang ini tidak tahu bahwa MUSLIM Maluku
juga terlibat di dalam perjuangan RMS.
Bagi saya, orang yang "menjilat Pemerintah Orba", kemudian "menjilat yang disebut
Pemerintah Reformasi", tentu akan "menjilat Pemerintah RMS juga", jika Maluku
merdeka. Dia hanya sedang mengail di air keruh demi fulus.
Setelah menerima berbagai tuduhan dan kecaman dari berbagai Ormas dan Tokoh
Islam, kini gilran para "pejabat negara" yang menimpa rakyat Maluku dengan isu-isu
RMS di dalam kasus 'bom-bakar' tersebut. Kita mulai dengan Kapolri, "Da'i Bachtiar".
Kapolri menjelaskan bahwa (Pikiran Rakyat, 9/4/2002), "pemerintah akan mengambil
tindakan tegas jika RMS terlibat dalam kejadian-kejadian itu". Saya tidak menenetang
tindakan tegas Pemerintah atas pelaku 'bom-bakar' tersebut. Yang saya herankan,
mengapa "kalau"-nya Kapolri hanya berkalu untuk RMS saja? Bagaimana dengan
"kalau 'laskar jihad" dan "kalau TNI/Polri"?
Setelah Kapolri, serang giliran Wapres RI, "Hamzah Haz" (Media Indonesia,
4/4/2002). Wapres mengatakan, "pihak kepolisian sedang meneliti kemungkinan
keterlibatan Republik Maluku Selatan (RMS) dalam aksi pengeboman dan
pembakaran Kantor Gubernur Maluku". Seperti di atas, saya tidak menentang
penyelidikan yang dilakukan oleh Polri. Masalahnya adalah, mengapa Wapres hanya
menyingung "satu kemungkinan" (RMS) yang diselidiki? Wapres dan Kapolri
memberikan kesan bahwa "RMS adalah tersangka nomor satu", dan ini senada
dengan pernyataan "laskar jihad"!
Lain dari kedua pejabat di atas, sepanjang yang saya ketahui, Menkopolkam, "Susilo
bambang Yudhoyono", tidak memberi kesan bahwa RMS terlibat di dalam peristiwa
'bom-bakar' tersebut. Yang dilakukan Yudhoyono adalah "mencoba menghapus salah
satu pihak yang mungkin terlibat, yaitu TNI". Artinya, tinggal RMS sebagai tersangka
utama, dan "laskar jihad" yang dijauhkan dari kecurigaan. Dengan berbagai kecaman
dan tuduhan "laskar jihad" di atas, tinggallah RMS sebagai satu-satunya kambing
hitam yang harus dijagal? Apa benar demikian?
Pada akhirnya, Kompas, 9/4/2002, memberitakan temuan Polda Maluku bahwa dua
tersangka pelaku pengeboman yang sekarang dikejar Polri adalah IDI AMIN
THABRANI PATTIMURA (30), alias ONGEN PATTIMURA, dan SYAFRUDDIN, alias
ZAZA! Jelas, kedua buronan ini BUKAN KRISTEN! Pada waktu yang hampir
bersamaan, situs "ambon berdarah" memuat kesaksian bahwa "Mobil Kijang Merah,
DE 55 RB (yang berisi komponen pembuat bom), tertangkap di WAIHAONG, yang
adalah wilayah Muslim Ambon. Pemilik mobil tersebut adalah juga pemilik "Rumah
Makan Padang Roda Baru", yang MUSLIM. Tiga orang yang diduga terlibat dengan
kegiatan dengan memakai mobil ini adalah, HASAN LATUCONSINA, BASRI
SANGAJI, MOCHTAR MARASABESSY, yang juga MUSLIM.
Sekarang, bagaimana kita menguraikan berbagai kemungkinan di balik peristiwa
'bom-bakar' tersebut? Yang pertama, jelas terlihat bahwa tuduhan dan kecaman
"laskar jihad", "republika", dkk., adalah "tuduhan tidak beralasan yang terkesan
terlalu dibuat-buat". Frekuensi tuduhan dan kecaman mereka lebih berbau "maling
teriak maling". Temuan dan publikasi Polda Maluku, muncul sebagai "pisau bermata
dua" bagi "laskar jihad" dkk". Jika mereka tetap dengan pendirian bahwa RMS adalah
pelakunya, berarti mengakui bahwa RMS melibatkan warga Muslim Maluku di
dalamnya. Dengan demikian, "baptisan RMS-Kristen" tidak berlaku lagi. Jika mereka
tetap dengan istilah "RMS-Kristen", artinya pelaku pengeboman itu berasal dari pihak
mereka ("laskar jihad"). Saya lebih cenderung pada pilihan yang terakhir ini.
Melihat kesimpang-siuran pemberitaan pembakaran Kantor Gubernur oleh massa
Kristen yang katanya "ribuan", saya semakin yakin pada pilihan saya. Jalan di
belakang Kantor Gubernur Maluku adalah jalan kecil bernama Jln. Wim Reawaruw.
Ratusan orang saja sudah cukup membuat jalan itu tidak kelihatan lagi. Sukar
diterima akal sehat, bahwa ribuan massa Kristen bisa memadati jalan tersebut, tanpa
ada yang mati terinjak. Sasaran lempar yang terdekat adalah 'lantai satu Kantor
Bappeda', tetapi pagar mungkin bisa menjadi penghalang. Pilihan terbaik untuk
menjadi sasaran bom molotov adalah 'lantai dua'. Anehnya, 'lantai tiga' yang hangus
terlebih dahulu. Selain itu, aparat mungkin tidak bereaksi terhadap 'lemparan batu',
tetapi apakah mungkin mereka tetap diam terhadap 'lemparan bom molotov'?
Selain 'panah wayer' dan 'tombak', bom molotov adalah senjata yang 'murah, mudah,
dan tidak terlalu bisa diandalkan untuk berhadapan dengan lawan yang memiliki
senjata organik seperti M16. Karena itu, yang punya bom molotov merasa tidak rugi,
jika senjata murahan ini diserahkan kepada aparat secara sukarela. Berapa banyak
bom molotov yang masih tinggal, sehingga dalam 5 menit sudah ada puluhan buah
yang siap untuk Kantor Gubernur? Banyak pihak yang heran bahwa 'bom' dan 'bakar'
terjadi hampir secara bersamaan. Tenggang waktu '5 menit' yang diberikan "laskar
jihad" untuk beralih dari 'bom' ke 'bakar', dengan mengikut-sertakan ribuan massa
Kristen, terlalu sulit untuk diterima oleh pikiran orang sehat. Upaya menampilkan
"Vespa" sebagai pembawa bom (pada hari yang sama, terjadinya pengeboman),
sambil melindungi "mobil Kijang Merah", oleh "laskar jihad", dan kesaksian Media
Indonesia bahwa "mobil Kijang tidak berisi bom", sangat patut untuk dicurigai. Mereka
sepertinya sudah tahu, paling tidak, bahwa mobil yang mencurigakan itu mencari
selamat di wilayah Muslim, dan karena itu mereka mencoba menghindari pemberitaan
menyangkut Kijang Merah tersebut.
Kembali kepada bom yang berkuatan tinggi (high explosive), kita bisa simpulkan
bahwa jika bom tersebut ditaruh di bawah Vespa atau Becak, maka selain kedua
kendaraan ini akan 'melayang jauh', besar kemungkinan kita hanya akan memungut
ampasnya saja. Jika Vespa dan Becak itu tidak hancur bekeping-keping, paling tidak,
bagian yang ditempeli bom akan rusak parah, dan hal ini tidak sukar untuk
diidentifikasi. Jika hal ini tidak bisa dibuktikan, berarti hanya ada satu pilihan, bahwa
"bom tersebut dilempar" dari mobil Kijang Merah tersebut. Beberapa sumber
kemudian menghubungkan "ketrampilan melempar bom berkekuatan tinggi" dengan
"spesifikasi anggota TNI, khususnya Kopasus". Mari kita kaji lebih jauh.
Hilversum, Selasa 9/4/2002, menyinggung pernyataan "Ivan Haddar", dari Indonesian
Institute for Democrarcy Education, yang mengatakan pada harian Republika, bahwa
"bahan peledak itu tidak mungkin dapat dirakit oleh kedua belah pihak yang bertikai di
Ambon, dan Laskar Jihad juga tidak punya kemampuan merakit bom seperti ini".
Dengan pernyataan ini, TNI kembali didudukkan pada kursi terdakwa utama. Bahwa
Muslim dan Kristen Maluku akan sukar untuk merakit bom tersebut, saya pikir bisa
diterima. Tetapi dengan serta-merta menuduh TNI sebagai pelaku yang berdiri sendiri,
terdengar terlalu mudah. Ja'far Umar Thalib dikatakan memiliki kemampuan merakit
bom yang ditimbanya dari Afghanistan. Karena itu, pernyataan Haddar bahwa "laskar
jihad" juga mampu untuk merakit bom tersebut, bisa benar dan bisa juga salah.
Analisa kita akan menjadi sama sulitnya, jika kita melihat TNI sebagai institusi, dan
"laskar jihad" sebagai organisasi, yang berdiri sendiri-sendiri. Kerusuhan Maluku
mencatat keterlibatan berbagai "desertir TNI/Polri", yang tidak pernah berhadapan
dengan hukum dan keadilan. Rekaman Foto dan Video memperlihatkan "seragam
loreng/hijau dan sepatu bot militer/polisi di balik jubah putih, seragam khas "laskar
jihad". Penyerangan desa-desa Kristen seperti "Alang Asaude" (Seram) dan
"Waiselang" (buru), menampilkan sosok-sosok "laskar jihad" di dalam seragam dan
ketrampilan tempur militer/polisi. Dengan memandang "laskar jihad" dan "desertir
militer/polisi" sebagai satu kesatuan, barulah 'misteri high explosive' ini bisa lebih
jelas bentuknya. Oleh karena itu, sementara "laskar jihad" bertubi-tubi
mengkambing-hitamkan FKM/RMS-Kristen, Susilo Bambang Yudhoyono buru-buru
menampik perkiraan masyarakat tentang keterlibatan TNI di dalam pengeboman
tersebut.
Di awal kerusuhan, Gubernur Maluku, Saleh Latuconsina menjadi berang, karena
beberapa Pejabat Daerah mencoba memindahkan Pusat Pemerintahan Daerah ke
Ternate, atas restu Jakarta. Kita tidak akan lupa pada proposal "Thamrin Ely – Suaidi
Marasabessy", untuk menjadikan Maluku sebagai 'Berlin kedua'.
Sementara itu, usulan untuk memindahkan ibukota Maluku ke Masohi, sudah sering
diperdengarkan pihak Muslim pendukung "laskar jihad". Ketika usulan yang senada
kembali dimunculkan, pasca pembakaran Kantor Gubernur Maluku, saya tiba pada
kesimpulan bahwa "Pengeboman dan Pembakaran Kantor Gubernur, yang terjadi
hampir bersamaan, berada di dalam SATU PAKET". Banyak pihak mencoba
mengidentikkan peristiwa Pembakaran Kantor Gubernur Maluku dengan pembakaran
Gedung DPRD-II Kodya Ambon, sebagai ulah FKM/RMS-Kristen. Mengapa tidak ada
yang bisa berpikir tentang kemungkinan lain, bahwa "peristiwa Pembakaran Kantor
Gubernur Maluku sengaja dibuat mirip dengan dengan Pembakaran Gedung DPRD-II
Kodya Ambon, agar isu-isu RMS-Kristen bisa dimunculkan kembali"? Jika
RMS-Kristen disorot, tentu "laskar jihad" akan bebas bermain di dalam bayangan!?
Dengan memperhatikan bekas-bekas kontainer yang mungkin berisi cairan yang
mudah terbakar, hampir dapat dipastikan bahwa Kantor Gubernur Maluku DIBAKAR
DARI DALAM. Bom meledak, pembakar siap dengan bahan bakar, 5 MENIT
kemudian api mulai disulut dengan memanfaatkan suasana hiruk-pikuk dari massa
baru mulai berdatangan ke pintu depan. Beberapa saat setelah itu, pada tanggal yang
sama (3/4/2002) taktik MALING TERIAK MALING mulai dijalankan oleh seksi
"publikasi" yang sudah siap untuk itu. Bisa masuk akal?
Semoga uraian saya boleh memberikan kunci bagi pemecahan teka-teki nasional
yang tak berujung tersebut, walaupun ujungnya masih tergantung Jakarta. Sekarang,
saya ingin memberikan komentar atas beberapa pernyataan yang saya kutip di
bawah ini.
GATRA.com; 2002-04-08: SBY: Tak Ada HAM Bagi Teroris Ambon. "Tidak ada kata
HAM untuk teroris atau kejahatan berskala besar yang menimbulkan korban jiwa dan
harta benda, seperti pemboman dan penghancuran kantor gubernur yang merupakan
simbol kenegaraan, sehingga otak dan pelakunya harus ditindak tegas," tegas
Yudhoyono, di depan komunitas Islam dan Kristen yang berdialog dengan perwakilan
pemerintah pusat, di antaranya Menko Polkam dan Menko Kesra, di Ambon, Minggu
malam.
JOSHUA: Saya pikir, sekarang giliran saya meminta SBY untuk menjelaskan arti
kata "teroris"! Apakah Kehancuran Kantor Gubernur Maluku, beberapa yang
meninggal dan puluhan luka-luka, jauh melebihi ratusan ribu rakyat Maluku, ribuan
rumah, ratusan desa, Asrama Brimob, Unpatti, dll? Mengapa baru sekarang SBY
menganulir HAM para teroris? Lagipula, pernyataan SBY ini keliru besar! Sejahat
apapun seseorang, tidak ada seorangpun yang dapat dan berhak untuk menghapus
Hak Kemanusiaannya. Masalahnya adalah jika HAM dikenakan pada kasus seperti
"Sweeping Senjata Kebun Cengkeh", maka HAM juga harus berlaku bagi "Korban
Sembelihan di Gonzalo Veloso", dan HAM bagi "aparat YonGab yang tertembak oleh
perusuh"!
PIKIRAN RAKYAT; 2002-04-09: "RMS itu jelas kelompok separatis, aparat akan
menindak karena mereka akan mendirikan negara sendiri. Tentu kita lihat
perbuatannya. Memang banyak isu yang berkembang di Ambon ini," kata Da'i yang
mengungkapkan jajaran akan terus memantau hal itu termasuk jika nantinya ada
perayaan ulang tahun RMS dan pengibaran bendera RMS pada 24 April
mendatang.(A-83/A-80)***
JOSHUA: Saya harus minta maaf dari Kapolri, Da'i Bachtiar, sebab bagi saya,
"JELAS, RI adalah agresor yang melanggar hukum dan konvensi internasional, dan
malahan melanggar konstitusi RIS yang berlaku saat itu (1950). Jika Kapolri dapat
MEMBUKTIKAN apa yang disebutnya sebagai "jelas" (RMS adalah kelompok
separatis), maka tak lama lagi dia akan dipromosikan untuk menjadi Sekjen PBB.
Tetapi jika Da'i Bachtiar tetap berkeras dengan "jelas-tanpa bukti"-nya, saya pikir,
percuma dia sekolah dan memilih Kepolisian sebagai bidang kariernya. Dia
mempermalukan alamamater dan dan institusi Polri. Negara ini lagi sial, memiliki
Kapolri seperti ini!
REPUBLIKA; 2002-04-09: Jakarta-RoL--Wapres Hamzah Haz mengatakan
pemerintah akan menindak tegas jika ada pengibaran bendera RMS (Republik Maluku
Selatan) yang kemungkinan dilakukan pada peringatan HUT RMS pada 25 April
mendatang. "Wapres berjanji jika bendera dikibarkan, maka pemerintah akan
menindaknya tegas," kata Presiden Ikhwanul Muslimin Indonesia, Habib Husein
Al-Habsy, usai bertemu Wapres di Istana Wapres Jakarta, Selasa [9/4/2].
JOSHUA: Saya jadi heran bahwa si "buta dari goa hantu" ini sibuk mengurusi RMS,
padahal GAM (Aceh) sudah terang-terangan mendongkrak kelopak matanya? Tentu
saja si "buta dari goa hantu" ini akan mendatangi Wapres, Hamzah Haz", yang dia
kenal sebagai "pendukungnya" dan pendukung "laskar jihad". Haz mengunakan faktor
'de facto' untuk menekan FKM/RMS, tetapi dia sama sekali tidak mampu
menggunakan "de jure" untuk membuktikan bahwa RMS adalah pemberontak pada
tahun 1950. Jika Hukum dan Konvensi Internasional serta Konstitusi RIS menjamin
hak RMS untuk merdeka pada tahun 1950, Haz tidak mungkin mengunakan
UUD-1945 untuk menganulir kemerdekaan RMS, sebab baru pada tahun 1959, hanya
melalui sebuah dekrit Presiden (Soekarno), UUD-1945 diberlakukan lagi di Indonesia.
UUD-1945 tidak punya wewenang apapun atas RMS, dan karena itu RI tidak punya
hak untuk mencegah RMS merayakan HUT-52 di Maluku, kecuali dengan
menebalkan muka munafik mereka!
REPUBLIKA; 2002-04-08: Pemerintah juga dituding mengingkari hasil kesepakatan
Malino. Masih dalam pertemuan itu, Hengky Hattu menegaskan kalau gerakan
Republik Maluku Selatan (RMS) benar-benar ada di Maluku. ''Realitanya ada
kelompok yang menamakan RMS di Maluku, ini tidak bisa dihindari dan dibiarkan,''
ungkapnya.
JOSHUA: Hengky Hattu ini sedang mencoba meraih apa? Jika tidak ada di Maluku,
RMS itu bukan RMS. Masalah inti di sini adalah, "apakah RMS itu dalang kerusuhan
Maluku atau bukan". Kalau saya tidak salah, kita sedang berbicara tentang
pernyataan dari "Hengky Hattu, SH"(?). Sebagai seorang SH, seharusnya Hengky
Hattu membantah pernyataan FKM tentang keabsahan RMS, secara hukum (ilmiah).
Setelah itu, jika dia jujur dan lurus hati, dia akan memberikan pernyataan bahwa
"RMS itu milik Salam-Sarani Maluku". Itulah yang penting bagi Maluku saat ini. Taruh
masalah suka dan tidak suka itu di belakang, karena Maluku membutuhkan
orang-orang yang berbicara tentang mana yang benar dan mana yang salah (he
nyong, kalo seng bisa biking akang, lebe bae tutu mulu jua).
REPUBLIKA; 2002-04-08: Tony (Tony Pariela, Ketua Delegasi Nasrani) berpendapat
tindakan tegas sesuai hukum perlu dilakukan pada RMS sebab jika dibiarkan akan
menyuburkan anggapan bahwa Kristen identik dengan RMS. Selain itu akan
membuka peluang konflik antar warga masyarakat atau akan dijadikan komoditas
politik. Menurut dia, di kalangan Kristen sendiri pandangan yang kontras terhadap
RMS cukup besar. Hanya saja untuk menghindari benturan fisik hal tersebut tidak
direspons secara ekstrem.
JOSHUA: Ini satu lagi, Kristen Ambon munafik yang malas pakai otak. Otak miring
mana yang bisa menelorkan pendapat bahwa "RMS harus ditindak tegas secara
hukum, karena menyuburkan anggapan orang bahwa RMS identik dengan Kristen
Maluku"? Hukum apa yang berhubungan dengan kesuburan anggapan orang? Di
mana dia taruh Drs-MS-nya? Mengapa sebagai Ketua Delegasi Kristen Maluku, dia
tidak menggunakan posisi dan wewenangnya untuk memberikan penjelasan ilmiah
tentang sah tidaknya RMS? Mengapa dia tidak memberikan bukti bahwa RMS adalah
milik Salam-Sarani Maluku? Apa yang diperbuat RMS di dalam kerusuhan Maluku
hingga harus dihukum? BUKTIKAN seperti layaknya seorang intelektual dan
beragama. Jika tidak setuju dengan RMS/FKM, nyatakan dasar ketidak-setujuannya,
dan jangan mengandalkan rasa tidak suka pada pribadi-pribadi yang terlibat dengan
FKM/RMS. Yang menggunakan RMS sebagai komoditi politik itu Maluku atau
Jakarta? Yang menjadikan RMS sebagai kambing hitam kerusuhan Maluku itu FKM
atau "laskar jihad" dan pendukung mereka?
Dengan sangat menyesal, harus saya akui bahwa "Terlalu banyak Yudas Iskariot di
antara warga Kristen Maluku!"
LIPUTAN6.COM, 2002-04-05 Jakarta: Ketua MPR Amien Rais meminta agar pelaku
pemboman di Ambon diberi pelajaran yang tegas, bila perlu dihukum mati.
SUARA INDONESIA BARU, 5 April 2002: Kapan Ambon akan tenang, jika bom
masih diledakkan dan api masih disulut. Karena itu, Ketua MPR Amien Rais meminta
pelaku peledakan dan pembakaran kantor Gubernur Maluku diberi sanksi berat,
seperti hukuman mati.
JOSHUA: Coba lihat, siapa yang meminta hukuman mati bagi pelaku pengeboman
yang menghilangkan beberapa nyawa, melukai lima puluhan orang, dan
menghabiskan satu gedung pemerintah. Sekarang coba anda bayangkan berapa
banyak orang yang mati, luka-luka, dipaksa beralih agama dengan dikebiri, berapa
ratus ribu pengungsi, berapa ratus desa dan ribu rumah yang musnah, serta berapoa
asset pemerintah yang tinggal puing, setelah "laskar jihad" menginfiltrasi Maluku.
Apakah hukuman yang tepat bagi orang yang menganjurkan, mendukung, merestui
dan menghalalkan infiltrasi "laskar jihad" ke Maluku? AMIN RAIS adalah salah
seorang di antaranya, selain HAMZAH HAZ! Tangan kedua orang ini berlumuran darah
dan air mata serta kesengsaraan rakyat Maluku! Kira-kira hukuman apa yang pantas
bagi mereka? Mereka bersikap persis "laskar jihad", dengan menjadi "maling teriak
maling"! Inilah para hipokrit ulung yang menghadiahkan kemelut bagi ini bangsa dan
menjadi makelar dari "permainan teka-teki nasional tak berujung". Mereka adalah
manipulator iman, demi kepentingan pribadi dan golongan, serta kejahatan poltik
mereka. Negara ini tidak akan tenteram, jika orang-orang seperti ini masih dibiarkan
bebas berkeliaran.
Hal yang sama berlaku di Maluku (dan Poso). Selama "laskar jihad" masih dibiarkan
merajalela di Maluku, rakyat Maluku Salam-Sarani tidak akan pernah mengecap
hidup damai di dalam persaudaraan, lagi! Aliansi "lsakar jihad" dan "desertir
militer/polisi" harus ditemukan dan diremukkan, dan Pemerintah RI harus didera
hingga berani bersikap jujur dan tegas. Dalam hal ini, beberapa Jenderal seperti
Wiranto, Suaidi Marasabessy, Djaja Suparman, Sudi Silalahi, Firman Gani, dll.
seperti Da'i Bachtiar sendiri adalah "desertir dan penghianat Sapta Marga", secara
terselubung. Sikap beberapa tokoh di dalam tubuh Pemerintahan RI, seperti Amin
Rais, Hamzah Haz, Susilo Bambang Yudhoyono, dll. yang tidak berani untuk
menindak "laskar jihad" (mendukung secara terang-terangan dan diam-diam?) adalah
para penghianat sumpah jabatan Kenegaraan. Dosa dan Kejahatan mereka inilah
yang dibayar oleh rakyat Maluku dengan darah dan air mata.
Bom masih tetap dipasang dan ditemukan di daerah padat Kristen dan tempat-tempat
terjadinya pembauran, seperti daerah Benteng dll, sementara kasus 'bom-bakar'
masih belum dituntaskan. Usaha-usaha pengkambing-hitaman rakyat Maluku
khususnya warga Kristen, dan penipuan serta pembodohan umat senegara melalui
isu-isu RMS-Kristen, masih akan berlanjut. Sementara itu, warga Muslim Maluku
akan terus menderita di dalam diam, jika anak-isteri dan keluarganya harus berumur
panjang. Yang terakhir tetapi bukan yang terkecil, usaha-usaha memindahkan Pusat
Pemerintahan Daerah Maluku (Ibu Kota), dan usaha men-'devide et impera'-kan
Maluku masih akan terus dilakukan. Deklarasi Malino II memang perlu, tetapi bukan
segalanya yang dibutuhkan Maluku!
Salam Sejahtera!
JL.
|