The Cross

 

Ambon Berdarah On-Line
News & Pictures About Ambon/Maluku Tragedy

 

 


 

 

 

NEGARA PENUH TEKA-TEKI TAK BERUJUNG


NEGARA PENUH TEKA-TEKI TAK BERUJUNG
Tanggapan-tanggapan Joshua Lainnya

Salam Sejahtera!

Saudara-saudara sebangsa,

Maluku seperti tak akan habis-habisnya didera dengan berbagai kejahatan. Maluku yang sudah lelah berkelahi, ternyata tidak diberikan kesempatan untuk bernapas lega. Perdamaian yang diprakarsai Pemerintah RI, ternyata tidak berhasil dilindungi oleh Pemerintah RI sendiri. Kesan "bekerja dengan separuh hati" sangat terasa di dalam berbagai kelambatan/penundaan dan ketidak-pastian serta ketidak-tegasan Pemerintah RI. Akibatnya, rakyat Maluku seperti diseret ke dalam permainan "teka-teki Nasional" yang tidak berujung.

Berbagai pernyataan, perkiraan, spekulasi, dan tuduhan, yang berhubungan dengan kasus peledakan bom dan pembakaran Kantor Gubernur Maluku (bom-bakar), kembali ditimpakan kepada rakyat Maluku. Yang paling merasa sakit, tentunya adalah rakyat Maluku yang beragama Kristen, dan kembali lagi "RMS diKristenkan dan dituduh sebagai biang dari segalanya". Sementara tidak ada satupun Ormas Kristen yang melontarkan tuduhan ke arah Muslim, begitu banyak Ormas Islam yang mengangkat diri menjadi jaksa partikulir, dengan berbagai tuduhan terhadap rakyat Kristen Maluku. Orang picik akan dengan serta-merta ikut menuduh, tetsapi orang bijak akan mampu untuk meraba adanya "ketidak-beresan" di balik tuduhan yang terlalu mudah dilontarkan, dan terlalu banyak jumlahnya. Ada apa ini?

Saya ingin mengajak anda untuk memandang peristiwa terakhir ini dari perspektif yang agak berbeda, dengan mencermati berbagai reaksi yang dilayangkan ke Maluku. Semoga saja, apa yang saya kemukakan ini tidak akan memberikan kontribusi ke dalam permainan "teka-teki nasional yang tak berujung" ini.

Mari kita lihat kembali dari Deklarasi Malino II. Secara garis besar, ada dua pihak yang tidak setuju dengan Perjanjian Maluku, yaitu "laskar jihad" dan FKM. Masing-masing melakukan aksi sendiri-sendiri, untuk menyatakan ketidak-setujuan mereka. Saya sengaja menggunakan istilah "garis besar", karena "laskar jihad" tidak bergerak sendirian. Mereka mencoba mengikut-sertakan "beberapa oknum" dari Ormas-ormas Islam Maluku, untuk mengelabui orang banyak, bahwa mayoritas Muslim Maluku menolak Deklarasi Malino II. Sementara itu, FKM sepertinya berjuang 'sendiri', tanpa dukungan Ormas Kristen, apalagi Pihak GPM. Salah satu penyebabnya adalah bahwa walaupun di dalam tubuh FKM, lebih banyak warga Kristen Maluku dari Muslim Maluku, FKM tidak berbasis pada agama. Selain itu, warga Kristen Maluku sendiri tidak punya (mungkin karena tidak tertarik) begitu banyak "Badan, Satgas, Forum, Front, Gabungan/Kesatuan, dan lain-lain seperti itu", yang bisa dijadikan tunggangan oleh FKM. Dari sini, kita bisa membuat semacam praduga, bahwa salah satu dari atau malah kedua penentang Deklarasi Malino II ini, terkait dengan peristiwa pengeboman dan pembakaran Kantor Gubernur Maluku.

Pada hari yang sama, 3/4/2002, "laskarjihad.or.id" telah memuat tuduhan yang bersumber dari "Wakil Sekjen Pengurus Besar Front Pembela Islam Maluku (PB. FPIM) Ma'mun Pelu", yang mengatakan bahwa kedua peristiwa tersebut adalah ulah warga Kristen Maluku, pendukung FKM, yang kecewa terhadap larangan PDSD-Maluku terhadap FKM, dan berhubungan dengan rencana Perayaan HUT RMS ke-52, 25 April 2002 mendatang. Di dalam tayangan yang sama, "Jaf'ar Umar Thalib" meminta agar Pemerintah RI menyatakan RMS sebagai akar Konflik Maluku, yaitu antara WNRI dan RMS. Rasanya, pernyataan-pernyataan seperti ini terlalu gampang dan seenaknya dikeluarkan. Spontanitas dan kebersamaan malah memberikan kesan "sudah dipersiapkan" (?).

Di bawah judul "Ambon Kembali Tegang Massa Kristen Bakar Kantor Gubernur Maluku", "laskar jihad" mengatakan bahwa "hanya di dalam 5 menit, ribuan massa Kristen telah berkumpul dan berhasil membakar Kantor Gubernur". Ribuan warga Kristen itu membawa "puluhan bom molotov yang sepertinya sudah dipersiapkan sebelumnya", masuk ke dalam kompleks Kantor, dan membakar Kantor Bappeda Maluku". Tidak sampai di situ, mereka juga melaporkan bahwa "sempat terjadi baku tembak antara massa Kristen dan aparat Kopasus".

Sebagai kelanjutan dari skenario di atas (warga Kristen masuk ke kompleks Kantor Gubernur dan membakar), "laskar jihad" memberitakan "Sementara sebagian besar perkakas kantor yang belum terbakar langsung dijarah massa Kristen." Saya sudah bertanya kesana-kemari dan meneliti berbagai berita, tetapi saya tidak menemukan adanya masalah "penjarahan" di dalam hal ini. Mengapa "laskarjihad.or.id" begini mendetail?

Pada tanggal 3/4/2002 ini, dua kali "laskarjihad.or.id" mengemukakan bahwa "Kuat dugaan, ledakan itu berasal dari sebuah bom berkekuatan tinggi yang diletakkan di bawah sebuah vespa warna merah bernopol DE 2897 AV yang diparkir di sekitar kawasan hotel tersebut." Yang mengerankan saya, "tidak sekalipun mereka menyinggung kemungkinan yang berhubungan dengan mobil Kijang merah yang melintas di TKP dengan kecepatan tinggi, hingga menabrak tembok, berhenti, lalu pengemudi dan penumpang menghilang"? Mengapa?

Setelah membongkar semua file berita tgl. 3/4/2002, saya gagal menemukan "berita tentang vespa yang dicurigai". Baru pada tanggal 4/4/2002, saya menemukan satu berita dengan nada yang sama, dari "Media Indonesia". "Namun, sejumlah saksi mata menyebutkan ledakan itu diduga berasal dari sebuah bom yang diletakkan di motor vespa bernomor polisi 2897 yang diparkir di depan Toko Emas Labora." (berbeda dengan "laskarjihad.or.id" hanya pada letaknya). Media Indonesia kemudian mendukung pernyataanya dengan bukti bahwa "vespa itu ringsek"! Walaupun sempat menyinggung "mobil bernomor polisi DE 55 RB", Media Indonesia mengakhiri komentarnya dengan mengatakan bahwa "tidak ada bom di dalam mobil tersebut" ("Setelah diperiksa, tak ada bomnya," jelas Serda Joko). Yang agak aneh di dalam berita ini adalah pernyataan "Mobil itu berhenti setelah menabrak tembok. Sopir beserta empat orang lainnya menghilang". Apakah masih ada kesempatan untuk menghitung "jumlah penumpang" di dalam mobil yang bergerak cepat, dan di dalam kemelut ledakan bom? Mengapa mobil Kijang Merah itu seperti dilindungi?

Saya memang harus bertanya demikian, karena pada tanggal yang sama, 4/4/2003, "Indonesiamu" memberitakan bahwa "Barang bukti tersebut diantaranya, mobil Kijang berwarna merah bernopol DE55RB dan beberapa barang yang ditemukan di dalam mobil, yakni tas biru, antena sepanjang kurang lebih 1,20 satu meter berikut kabelnya, booster hitam dengan dua kabel dan dua penjepit, satu batere 9 volt dan dua buah aki 12 volt 100 ampere warna hitam. Selain itu juga becak dan sebuah Vespa." Jika saya harus bertanya lagi, maka pertanyaan saya kali ini adalah, "Jika bom itu dipasang di bawah Vespa atau Becak, apakah ledakan yang cukup dahsyat itu masih MENYISAKAN Vespa atau Becak? Dimana kedua barang bukti ini ditemukan setelah ledakan? Di situ juga (walau ringsek)!?

Keesokan harinya, 4/4/2002, "laskar jihad" muncul dengan mengedepankan "pemuda Muslim Maluku, Yusrain Uluputty", untuk menghubungkan peristiwa tersebut dengan "RMS-Kristen", yang katanya terkait dengan sejumlah kegiatan terorisme di Maluku. Selanjutnya, dibawah judul "FKM Dilarang, Kantor Gubernur Dibakar", mereka menampilkan "Sekretaris Forum Silaturahmi Umat Islam Maluku (FSUIM) Drs. Abdul Wahab Lumaela", yang mengklaim peristiwa 'bom-bakar' tersebut sebagai usaha sistematis RMS untuk melepaskan Maluku dari NKRI, dengan melumpuhkan roda pemerintahan, dan demi suksesnya Perayaan HUT RMS ke-52 nanti. Menurut Lumaela, semua ini terjadi karena "kelemahan Gubernur, Saleh Latuconsina", terhadap kelompok separatis.

Masih pada hari yang sama, "laskar jihad" memajukan beberapa Pegawai Pemda Maluku sebagai saksi, bahwa massa Kristen "melempar bom molotov ke Kantor Bappeda, yang terletak di lantai-3 Kantor Gubernur". Lebih jauh, mereka menyamakan aksi tersebut dengan tindakan PKI di tahun 1965. Anda perhatikan bahwa pada tanggal yang sama, telah diberitakan "dua versi berbeda" tentang pembakaran Kantor Gubernur. Yang satu "masuk kompleks dengan puluhan bom Molotov yang sudah disiapkan sebelumnya, bakar dan jarah", sedangkan yang lain "melempar bom molotov dari luar ke lantai-3 gedung Bappeda".

Sementara itu, Suara Karya memuat pernyataan Ketua Tim Pengacara Muslim, yang lengkapnya, "Tim Pengacara Muslim (TPM) mensinyalir anggota Republik Maluku Selatan (RMS) yang menjadi pelaku peledakan bom di dekat kantor Gubernur Maluku di Ambon itu. "Peristiwa itu merupakan aksi pemberontakan yang dilakukan RMS," kata Ketua TPM Pusat M Mahendradatta di Jakarta, Rabu".

Saya melihat sepertinya "tuduhan" semacam ini sudah menjadi alas lidah yang spontan dilafalkan begitu saja, tanpa berusaha memberikan bukti.

Pada tanggal 4/4/2002, "republika" muncul dengan ulasan berjudul "Ancaman Masa Depan Maluku". Secara halus "republika" menggiring opini umat ke arah "RMS-Kristen", dengan menghubungkan keinginan untuk "melanggengkan kerusuhan" dengan "alasan untuk mengundang kekuatan internasional".

Publik akan segera melirik ke "RMS-Kristen" karena keinginan tersebut disamakan dengan kasus Timor-Timur yang lepas dari NKRI, menurut apa yang dikatakan republika sebagai "secara logika".

Pada tanggal 6/4/2002, "republika" mengambil demo AMM (Aliansi Mahasiswa Muslim), yang melibatkan pengurus maupun anggota HMI, KAMMI, STAIN, Universitas Darusallam (Unidar) dan Universitas Pattimura (Unpatti) Ambon (saya tidak tahu apakah perlunya STAIN dll. mempunyai anggota dan pengurus). Mereka lagi-lagi "mensinyalir" (tanpa bukti) bahwa "pembakaran kantor Gubernur Maluku didalangi Front Kedaulatan Maluku (FKM) dan Republik Maluku Selatan (RMS)."

Masih tentang demo sejenis, "republika (8/4/2002)" mengangkat "75 mahasiswa muslim asal Maluku yang tergabung dalam Liga Mahasiswa Muslim Surabaya untuk Maluku (LMMSM)". Ke-75 aktivis LMMSM itu menghubungkan peristiwa 'bom-bakar' dengan "keinginan RMS untuk merdeka", dan "dugaan tentang saratnya kepentingan asing di dalam kekeruhan suasana di Maluku". Mereka mengatakan, "''Dari hasil investigasi jaringan LMMSM yang berada di sana, kami memperoleh data-data penting. Diantaranya, fakta gerilya politik yang dilakukan para tokoh dan simpatisan RMS. Salah satunya, mereka melakukan propaganda menyudutkan kelompok lain yang masih ingin tetap bersatu dalam negara kesatuan RI,'' kata Fuad Azis Hentihu, koordinator lapangan LMMSM, Sabtu (6/4).

Dua hari sebelumnya, 6/4/2002, "laskarjihad.or.id" mengedepankan "Ketua Umum Pengurus Besar Front Pembela Islam Maluku (PB-FPIM), M. Husni Putuhena, SH", yang mengatakan bahwa "Aksi penyerangan dan pembakaran kantor Gubernur Maluku oleh massa pendukung Republik Maluku Selatan (RMS) sebagai bentuk pemberontakan RMS terhadap pemerintah Indonesia".

Masih dalam hari yang sama, "laskarjihad.or.id" kembali menggunakan BP.FPIM (Ketua I Pengurus Besar Front Pembela Islam Maluku, Muhammad Suat), yang menambahkan "penemuan Bendera RMS di Kudamati" ke peristiwa 'bom-bakar' "sebagai suatu rangkaian skenario yang telah dirancang RMS untuk mengacaukan dan melepaskan bumi Maluku dari wilayah NKRI".

Tidak kalah sengitnya, "laskarjihad.or.id" mengandalkan "Sekretaris Jurusan Dakwah Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Ambon, Drs. Abdullah Latuapo", yang mengklaim bahwa "Selama ini yang selalu melakukan anarkhisme adalah Kristen RMS. Umat Islam tidak pernah melakukan perusakan terhadap aset negara, sebagaimana dilakukan oleh Kristen RMS yang membakar Kantor Gubernur dan Kantor DPRD Kota Ambon". Saya tidak tahu, apakah "ilmu dakwah" yang ditekuninya itu, menganggap "Kompleks Brimbob Tantui", "Universitas Pattimura dan Politeknik Unpatti", "BPG", "Gedung PLN", "Puskesmas dan RS", sebagai "asset negara atau tidak, tetapi kelihatannya bahwa RMS itu memang dilihat penuh sebagai Kristen.

Pada tanggal 7/4/2002, "laskarjihad.or.id" mempertanyakan "kepercayaan Gubernur Maluku, Saleh Latuconsina, terhadap warga Kristen Maluku", dengan menyinggung pemindahan aktivitas Kantor Gubernur ke Kantor DPU Propinsi Maluku (katanya itu zona Kristen). Mengapa mereka tidak melihat dan mempertanyakan kenyataan bahwa "Saleh Latuconsina tetap berdiam di antara warga Kristen Ambon"? Untuk ke sekian kalinya di sepanjang Kerusuhan Maluku, "usul untuk memindahkan Pusat Pemerintahan Daerah Maluku", kembali diperdengarkan.

Merasa masih kurang kuat, "laskarjihad.or.id" mengambil seorang Muslim Maluku, "Januarta Litiloly" (7/4/2002), yang menilai bahwa "aksi teror bom yang dilanjutkan dengan pembakaran kantor gubernur merupakan reaksi balik dari FKM/ RMS yang merasa resah degan dikeluarkannya surat maklumat tentang pelarangan kegiatan FKM".

Masih belum puas, "laskarjihad.or.id" mengandalkan yang mereka daulat sebagai "cendekiawan Maluku, Drs. M. Nour Tawainella", untuk melayangkan tuduhan, " Aksi pembakaran Kantor Gubernur Maluku merupakan satu konspirasi global antar para elit di Maluku dengan kelompok RMS." Oleh karena itu, Tawainella menuntut agar, "aparat keamanan dan aparat penegak hukum harus juga memproses para pejabat dan elit Maluku terkait dengan pembakaran Kantor Gubernur Maluku (7/4/2002)".

Tidak hanya "laskar jihad" dan "republika", DES ALWI (Tempo, 14/4/2002), yang sekarang menjadi "penguasa tunggal atas Banda dan Perkebunan Pala-nya", tidak ketinggalan untuk "mengKristenkan RMS". Untuk menguatkan kesaksiannya tentang "yel-yel Hidup RMS", dia menetang kesaksian "laskar jihad", dengan memberi kesaksian bahwa massa Kristen tidak bisa masuk ke kompleks Kantor Gubernur. Alwi mengatakan bahwa dia mendengar teriakan "Mena Muria" yang pernah didengarnya pada tahun 1950. Anehnya, orang ini tidak tahu bahwa MUSLIM Maluku juga terlibat di dalam perjuangan RMS.

Bagi saya, orang yang "menjilat Pemerintah Orba", kemudian "menjilat yang disebut Pemerintah Reformasi", tentu akan "menjilat Pemerintah RMS juga", jika Maluku merdeka. Dia hanya sedang mengail di air keruh demi fulus.

Setelah menerima berbagai tuduhan dan kecaman dari berbagai Ormas dan Tokoh Islam, kini gilran para "pejabat negara" yang menimpa rakyat Maluku dengan isu-isu RMS di dalam kasus 'bom-bakar' tersebut. Kita mulai dengan Kapolri, "Da'i Bachtiar". Kapolri menjelaskan bahwa (Pikiran Rakyat, 9/4/2002), "pemerintah akan mengambil tindakan tegas jika RMS terlibat dalam kejadian-kejadian itu". Saya tidak menenetang tindakan tegas Pemerintah atas pelaku 'bom-bakar' tersebut. Yang saya herankan, mengapa "kalau"-nya Kapolri hanya berkalu untuk RMS saja? Bagaimana dengan "kalau 'laskar jihad" dan "kalau TNI/Polri"?

Setelah Kapolri, serang giliran Wapres RI, "Hamzah Haz" (Media Indonesia, 4/4/2002). Wapres mengatakan, "pihak kepolisian sedang meneliti kemungkinan keterlibatan Republik Maluku Selatan (RMS) dalam aksi pengeboman dan pembakaran Kantor Gubernur Maluku". Seperti di atas, saya tidak menentang penyelidikan yang dilakukan oleh Polri. Masalahnya adalah, mengapa Wapres hanya menyingung "satu kemungkinan" (RMS) yang diselidiki? Wapres dan Kapolri memberikan kesan bahwa "RMS adalah tersangka nomor satu", dan ini senada dengan pernyataan "laskar jihad"!

Lain dari kedua pejabat di atas, sepanjang yang saya ketahui, Menkopolkam, "Susilo bambang Yudhoyono", tidak memberi kesan bahwa RMS terlibat di dalam peristiwa 'bom-bakar' tersebut. Yang dilakukan Yudhoyono adalah "mencoba menghapus salah satu pihak yang mungkin terlibat, yaitu TNI". Artinya, tinggal RMS sebagai tersangka utama, dan "laskar jihad" yang dijauhkan dari kecurigaan. Dengan berbagai kecaman dan tuduhan "laskar jihad" di atas, tinggallah RMS sebagai satu-satunya kambing hitam yang harus dijagal? Apa benar demikian?

Pada akhirnya, Kompas, 9/4/2002, memberitakan temuan Polda Maluku bahwa dua tersangka pelaku pengeboman yang sekarang dikejar Polri adalah IDI AMIN THABRANI PATTIMURA (30), alias ONGEN PATTIMURA, dan SYAFRUDDIN, alias ZAZA! Jelas, kedua buronan ini BUKAN KRISTEN! Pada waktu yang hampir bersamaan, situs "ambon berdarah" memuat kesaksian bahwa "Mobil Kijang Merah, DE 55 RB (yang berisi komponen pembuat bom), tertangkap di WAIHAONG, yang adalah wilayah Muslim Ambon. Pemilik mobil tersebut adalah juga pemilik "Rumah Makan Padang Roda Baru", yang MUSLIM. Tiga orang yang diduga terlibat dengan kegiatan dengan memakai mobil ini adalah, HASAN LATUCONSINA, BASRI SANGAJI, MOCHTAR MARASABESSY, yang juga MUSLIM.

Sekarang, bagaimana kita menguraikan berbagai kemungkinan di balik peristiwa 'bom-bakar' tersebut? Yang pertama, jelas terlihat bahwa tuduhan dan kecaman "laskar jihad", "republika", dkk., adalah "tuduhan tidak beralasan yang terkesan terlalu dibuat-buat". Frekuensi tuduhan dan kecaman mereka lebih berbau "maling teriak maling". Temuan dan publikasi Polda Maluku, muncul sebagai "pisau bermata dua" bagi "laskar jihad" dkk". Jika mereka tetap dengan pendirian bahwa RMS adalah pelakunya, berarti mengakui bahwa RMS melibatkan warga Muslim Maluku di dalamnya. Dengan demikian, "baptisan RMS-Kristen" tidak berlaku lagi. Jika mereka tetap dengan istilah "RMS-Kristen", artinya pelaku pengeboman itu berasal dari pihak mereka ("laskar jihad"). Saya lebih cenderung pada pilihan yang terakhir ini.

Melihat kesimpang-siuran pemberitaan pembakaran Kantor Gubernur oleh massa Kristen yang katanya "ribuan", saya semakin yakin pada pilihan saya. Jalan di belakang Kantor Gubernur Maluku adalah jalan kecil bernama Jln. Wim Reawaruw. Ratusan orang saja sudah cukup membuat jalan itu tidak kelihatan lagi. Sukar diterima akal sehat, bahwa ribuan massa Kristen bisa memadati jalan tersebut, tanpa ada yang mati terinjak. Sasaran lempar yang terdekat adalah 'lantai satu Kantor Bappeda', tetapi pagar mungkin bisa menjadi penghalang. Pilihan terbaik untuk menjadi sasaran bom molotov adalah 'lantai dua'. Anehnya, 'lantai tiga' yang hangus terlebih dahulu. Selain itu, aparat mungkin tidak bereaksi terhadap 'lemparan batu', tetapi apakah mungkin mereka tetap diam terhadap 'lemparan bom molotov'?

Selain 'panah wayer' dan 'tombak', bom molotov adalah senjata yang 'murah, mudah, dan tidak terlalu bisa diandalkan untuk berhadapan dengan lawan yang memiliki senjata organik seperti M16. Karena itu, yang punya bom molotov merasa tidak rugi, jika senjata murahan ini diserahkan kepada aparat secara sukarela. Berapa banyak bom molotov yang masih tinggal, sehingga dalam 5 menit sudah ada puluhan buah yang siap untuk Kantor Gubernur? Banyak pihak yang heran bahwa 'bom' dan 'bakar' terjadi hampir secara bersamaan. Tenggang waktu '5 menit' yang diberikan "laskar jihad" untuk beralih dari 'bom' ke 'bakar', dengan mengikut-sertakan ribuan massa Kristen, terlalu sulit untuk diterima oleh pikiran orang sehat. Upaya menampilkan "Vespa" sebagai pembawa bom (pada hari yang sama, terjadinya pengeboman), sambil melindungi "mobil Kijang Merah", oleh "laskar jihad", dan kesaksian Media Indonesia bahwa "mobil Kijang tidak berisi bom", sangat patut untuk dicurigai. Mereka sepertinya sudah tahu, paling tidak, bahwa mobil yang mencurigakan itu mencari selamat di wilayah Muslim, dan karena itu mereka mencoba menghindari pemberitaan menyangkut Kijang Merah tersebut.

Kembali kepada bom yang berkuatan tinggi (high explosive), kita bisa simpulkan bahwa jika bom tersebut ditaruh di bawah Vespa atau Becak, maka selain kedua kendaraan ini akan 'melayang jauh', besar kemungkinan kita hanya akan memungut ampasnya saja. Jika Vespa dan Becak itu tidak hancur bekeping-keping, paling tidak, bagian yang ditempeli bom akan rusak parah, dan hal ini tidak sukar untuk diidentifikasi. Jika hal ini tidak bisa dibuktikan, berarti hanya ada satu pilihan, bahwa "bom tersebut dilempar" dari mobil Kijang Merah tersebut. Beberapa sumber kemudian menghubungkan "ketrampilan melempar bom berkekuatan tinggi" dengan "spesifikasi anggota TNI, khususnya Kopasus". Mari kita kaji lebih jauh.

Hilversum, Selasa 9/4/2002, menyinggung pernyataan "Ivan Haddar", dari Indonesian Institute for Democrarcy Education, yang mengatakan pada harian Republika, bahwa "bahan peledak itu tidak mungkin dapat dirakit oleh kedua belah pihak yang bertikai di Ambon, dan Laskar Jihad juga tidak punya kemampuan merakit bom seperti ini". Dengan pernyataan ini, TNI kembali didudukkan pada kursi terdakwa utama. Bahwa Muslim dan Kristen Maluku akan sukar untuk merakit bom tersebut, saya pikir bisa diterima. Tetapi dengan serta-merta menuduh TNI sebagai pelaku yang berdiri sendiri, terdengar terlalu mudah. Ja'far Umar Thalib dikatakan memiliki kemampuan merakit bom yang ditimbanya dari Afghanistan. Karena itu, pernyataan Haddar bahwa "laskar jihad" juga mampu untuk merakit bom tersebut, bisa benar dan bisa juga salah.

Analisa kita akan menjadi sama sulitnya, jika kita melihat TNI sebagai institusi, dan "laskar jihad" sebagai organisasi, yang berdiri sendiri-sendiri. Kerusuhan Maluku mencatat keterlibatan berbagai "desertir TNI/Polri", yang tidak pernah berhadapan dengan hukum dan keadilan. Rekaman Foto dan Video memperlihatkan "seragam loreng/hijau dan sepatu bot militer/polisi di balik jubah putih, seragam khas "laskar jihad". Penyerangan desa-desa Kristen seperti "Alang Asaude" (Seram) dan "Waiselang" (buru), menampilkan sosok-sosok "laskar jihad" di dalam seragam dan ketrampilan tempur militer/polisi. Dengan memandang "laskar jihad" dan "desertir militer/polisi" sebagai satu kesatuan, barulah 'misteri high explosive' ini bisa lebih jelas bentuknya. Oleh karena itu, sementara "laskar jihad" bertubi-tubi mengkambing-hitamkan FKM/RMS-Kristen, Susilo Bambang Yudhoyono buru-buru menampik perkiraan masyarakat tentang keterlibatan TNI di dalam pengeboman tersebut.

Di awal kerusuhan, Gubernur Maluku, Saleh Latuconsina menjadi berang, karena beberapa Pejabat Daerah mencoba memindahkan Pusat Pemerintahan Daerah ke Ternate, atas restu Jakarta. Kita tidak akan lupa pada proposal "Thamrin Ely – Suaidi Marasabessy", untuk menjadikan Maluku sebagai 'Berlin kedua'.

Sementara itu, usulan untuk memindahkan ibukota Maluku ke Masohi, sudah sering diperdengarkan pihak Muslim pendukung "laskar jihad". Ketika usulan yang senada kembali dimunculkan, pasca pembakaran Kantor Gubernur Maluku, saya tiba pada kesimpulan bahwa "Pengeboman dan Pembakaran Kantor Gubernur, yang terjadi hampir bersamaan, berada di dalam SATU PAKET". Banyak pihak mencoba mengidentikkan peristiwa Pembakaran Kantor Gubernur Maluku dengan pembakaran Gedung DPRD-II Kodya Ambon, sebagai ulah FKM/RMS-Kristen. Mengapa tidak ada yang bisa berpikir tentang kemungkinan lain, bahwa "peristiwa Pembakaran Kantor Gubernur Maluku sengaja dibuat mirip dengan dengan Pembakaran Gedung DPRD-II Kodya Ambon, agar isu-isu RMS-Kristen bisa dimunculkan kembali"? Jika RMS-Kristen disorot, tentu "laskar jihad" akan bebas bermain di dalam bayangan!? Dengan memperhatikan bekas-bekas kontainer yang mungkin berisi cairan yang mudah terbakar, hampir dapat dipastikan bahwa Kantor Gubernur Maluku DIBAKAR DARI DALAM. Bom meledak, pembakar siap dengan bahan bakar, 5 MENIT kemudian api mulai disulut dengan memanfaatkan suasana hiruk-pikuk dari massa baru mulai berdatangan ke pintu depan. Beberapa saat setelah itu, pada tanggal yang sama (3/4/2002) taktik MALING TERIAK MALING mulai dijalankan oleh seksi "publikasi" yang sudah siap untuk itu. Bisa masuk akal?

Semoga uraian saya boleh memberikan kunci bagi pemecahan teka-teki nasional yang tak berujung tersebut, walaupun ujungnya masih tergantung Jakarta. Sekarang, saya ingin memberikan komentar atas beberapa pernyataan yang saya kutip di bawah ini.

 

GATRA.com; 2002-04-08: SBY: Tak Ada HAM Bagi Teroris Ambon. "Tidak ada kata HAM untuk teroris atau kejahatan berskala besar yang menimbulkan korban jiwa dan harta benda, seperti pemboman dan penghancuran kantor gubernur yang merupakan simbol kenegaraan, sehingga otak dan pelakunya harus ditindak tegas," tegas Yudhoyono, di depan komunitas Islam dan Kristen yang berdialog dengan perwakilan pemerintah pusat, di antaranya Menko Polkam dan Menko Kesra, di Ambon, Minggu malam.

JOSHUA: Saya pikir, sekarang giliran saya meminta SBY untuk menjelaskan arti kata "teroris"! Apakah Kehancuran Kantor Gubernur Maluku, beberapa yang meninggal dan puluhan luka-luka, jauh melebihi ratusan ribu rakyat Maluku, ribuan rumah, ratusan desa, Asrama Brimob, Unpatti, dll? Mengapa baru sekarang SBY menganulir HAM para teroris? Lagipula, pernyataan SBY ini keliru besar! Sejahat apapun seseorang, tidak ada seorangpun yang dapat dan berhak untuk menghapus Hak Kemanusiaannya. Masalahnya adalah jika HAM dikenakan pada kasus seperti "Sweeping Senjata Kebun Cengkeh", maka HAM juga harus berlaku bagi "Korban Sembelihan di Gonzalo Veloso", dan HAM bagi "aparat YonGab yang tertembak oleh perusuh"!

PIKIRAN RAKYAT; 2002-04-09: "RMS itu jelas kelompok separatis, aparat akan menindak karena mereka akan mendirikan negara sendiri. Tentu kita lihat perbuatannya. Memang banyak isu yang berkembang di Ambon ini," kata Da'i yang mengungkapkan jajaran akan terus memantau hal itu termasuk jika nantinya ada perayaan ulang tahun RMS dan pengibaran bendera RMS pada 24 April mendatang.(A-83/A-80)***

JOSHUA: Saya harus minta maaf dari Kapolri, Da'i Bachtiar, sebab bagi saya, "JELAS, RI adalah agresor yang melanggar hukum dan konvensi internasional, dan malahan melanggar konstitusi RIS yang berlaku saat itu (1950). Jika Kapolri dapat MEMBUKTIKAN apa yang disebutnya sebagai "jelas" (RMS adalah kelompok separatis), maka tak lama lagi dia akan dipromosikan untuk menjadi Sekjen PBB. Tetapi jika Da'i Bachtiar tetap berkeras dengan "jelas-tanpa bukti"-nya, saya pikir, percuma dia sekolah dan memilih Kepolisian sebagai bidang kariernya. Dia mempermalukan alamamater dan dan institusi Polri. Negara ini lagi sial, memiliki Kapolri seperti ini!

REPUBLIKA; 2002-04-09: Jakarta-RoL--Wapres Hamzah Haz mengatakan pemerintah akan menindak tegas jika ada pengibaran bendera RMS (Republik Maluku Selatan) yang kemungkinan dilakukan pada peringatan HUT RMS pada 25 April mendatang. "Wapres berjanji jika bendera dikibarkan, maka pemerintah akan menindaknya tegas," kata Presiden Ikhwanul Muslimin Indonesia, Habib Husein Al-Habsy, usai bertemu Wapres di Istana Wapres Jakarta, Selasa [9/4/2].

JOSHUA: Saya jadi heran bahwa si "buta dari goa hantu" ini sibuk mengurusi RMS, padahal GAM (Aceh) sudah terang-terangan mendongkrak kelopak matanya? Tentu saja si "buta dari goa hantu" ini akan mendatangi Wapres, Hamzah Haz", yang dia kenal sebagai "pendukungnya" dan pendukung "laskar jihad". Haz mengunakan faktor 'de facto' untuk menekan FKM/RMS, tetapi dia sama sekali tidak mampu menggunakan "de jure" untuk membuktikan bahwa RMS adalah pemberontak pada tahun 1950. Jika Hukum dan Konvensi Internasional serta Konstitusi RIS menjamin hak RMS untuk merdeka pada tahun 1950, Haz tidak mungkin mengunakan UUD-1945 untuk menganulir kemerdekaan RMS, sebab baru pada tahun 1959, hanya melalui sebuah dekrit Presiden (Soekarno), UUD-1945 diberlakukan lagi di Indonesia. UUD-1945 tidak punya wewenang apapun atas RMS, dan karena itu RI tidak punya hak untuk mencegah RMS merayakan HUT-52 di Maluku, kecuali dengan menebalkan muka munafik mereka!

REPUBLIKA; 2002-04-08: Pemerintah juga dituding mengingkari hasil kesepakatan Malino. Masih dalam pertemuan itu, Hengky Hattu menegaskan kalau gerakan Republik Maluku Selatan (RMS) benar-benar ada di Maluku. ''Realitanya ada kelompok yang menamakan RMS di Maluku, ini tidak bisa dihindari dan dibiarkan,'' ungkapnya.

JOSHUA: Hengky Hattu ini sedang mencoba meraih apa? Jika tidak ada di Maluku, RMS itu bukan RMS. Masalah inti di sini adalah, "apakah RMS itu dalang kerusuhan Maluku atau bukan". Kalau saya tidak salah, kita sedang berbicara tentang pernyataan dari "Hengky Hattu, SH"(?). Sebagai seorang SH, seharusnya Hengky Hattu membantah pernyataan FKM tentang keabsahan RMS, secara hukum (ilmiah). Setelah itu, jika dia jujur dan lurus hati, dia akan memberikan pernyataan bahwa "RMS itu milik Salam-Sarani Maluku". Itulah yang penting bagi Maluku saat ini. Taruh masalah suka dan tidak suka itu di belakang, karena Maluku membutuhkan orang-orang yang berbicara tentang mana yang benar dan mana yang salah (he nyong, kalo seng bisa biking akang, lebe bae tutu mulu jua).

REPUBLIKA; 2002-04-08: Tony (Tony Pariela, Ketua Delegasi Nasrani) berpendapat tindakan tegas sesuai hukum perlu dilakukan pada RMS sebab jika dibiarkan akan menyuburkan anggapan bahwa Kristen identik dengan RMS. Selain itu akan membuka peluang konflik antar warga masyarakat atau akan dijadikan komoditas politik. Menurut dia, di kalangan Kristen sendiri pandangan yang kontras terhadap RMS cukup besar. Hanya saja untuk menghindari benturan fisik hal tersebut tidak direspons secara ekstrem.

JOSHUA: Ini satu lagi, Kristen Ambon munafik yang malas pakai otak. Otak miring mana yang bisa menelorkan pendapat bahwa "RMS harus ditindak tegas secara hukum, karena menyuburkan anggapan orang bahwa RMS identik dengan Kristen Maluku"? Hukum apa yang berhubungan dengan kesuburan anggapan orang? Di mana dia taruh Drs-MS-nya? Mengapa sebagai Ketua Delegasi Kristen Maluku, dia tidak menggunakan posisi dan wewenangnya untuk memberikan penjelasan ilmiah tentang sah tidaknya RMS? Mengapa dia tidak memberikan bukti bahwa RMS adalah milik Salam-Sarani Maluku? Apa yang diperbuat RMS di dalam kerusuhan Maluku hingga harus dihukum? BUKTIKAN seperti layaknya seorang intelektual dan beragama. Jika tidak setuju dengan RMS/FKM, nyatakan dasar ketidak-setujuannya, dan jangan mengandalkan rasa tidak suka pada pribadi-pribadi yang terlibat dengan FKM/RMS. Yang menggunakan RMS sebagai komoditi politik itu Maluku atau Jakarta? Yang menjadikan RMS sebagai kambing hitam kerusuhan Maluku itu FKM atau "laskar jihad" dan pendukung mereka?

Dengan sangat menyesal, harus saya akui bahwa "Terlalu banyak Yudas Iskariot di antara warga Kristen Maluku!"

LIPUTAN6.COM, 2002-04-05 Jakarta: Ketua MPR Amien Rais meminta agar pelaku pemboman di Ambon diberi pelajaran yang tegas, bila perlu dihukum mati.

SUARA INDONESIA BARU, 5 April 2002: Kapan Ambon akan tenang, jika bom masih diledakkan dan api masih disulut. Karena itu, Ketua MPR Amien Rais meminta pelaku peledakan dan pembakaran kantor Gubernur Maluku diberi sanksi berat, seperti hukuman mati.

JOSHUA: Coba lihat, siapa yang meminta hukuman mati bagi pelaku pengeboman yang menghilangkan beberapa nyawa, melukai lima puluhan orang, dan menghabiskan satu gedung pemerintah. Sekarang coba anda bayangkan berapa banyak orang yang mati, luka-luka, dipaksa beralih agama dengan dikebiri, berapa ratus ribu pengungsi, berapa ratus desa dan ribu rumah yang musnah, serta berapoa asset pemerintah yang tinggal puing, setelah "laskar jihad" menginfiltrasi Maluku. Apakah hukuman yang tepat bagi orang yang menganjurkan, mendukung, merestui dan menghalalkan infiltrasi "laskar jihad" ke Maluku? AMIN RAIS adalah salah seorang di antaranya, selain HAMZAH HAZ! Tangan kedua orang ini berlumuran darah dan air mata serta kesengsaraan rakyat Maluku! Kira-kira hukuman apa yang pantas bagi mereka? Mereka bersikap persis "laskar jihad", dengan menjadi "maling teriak maling"! Inilah para hipokrit ulung yang menghadiahkan kemelut bagi ini bangsa dan menjadi makelar dari "permainan teka-teki nasional tak berujung". Mereka adalah manipulator iman, demi kepentingan pribadi dan golongan, serta kejahatan poltik mereka. Negara ini tidak akan tenteram, jika orang-orang seperti ini masih dibiarkan bebas berkeliaran.

Hal yang sama berlaku di Maluku (dan Poso). Selama "laskar jihad" masih dibiarkan merajalela di Maluku, rakyat Maluku Salam-Sarani tidak akan pernah mengecap hidup damai di dalam persaudaraan, lagi! Aliansi "lsakar jihad" dan "desertir militer/polisi" harus ditemukan dan diremukkan, dan Pemerintah RI harus didera hingga berani bersikap jujur dan tegas. Dalam hal ini, beberapa Jenderal seperti Wiranto, Suaidi Marasabessy, Djaja Suparman, Sudi Silalahi, Firman Gani, dll. seperti Da'i Bachtiar sendiri adalah "desertir dan penghianat Sapta Marga", secara terselubung. Sikap beberapa tokoh di dalam tubuh Pemerintahan RI, seperti Amin Rais, Hamzah Haz, Susilo Bambang Yudhoyono, dll. yang tidak berani untuk menindak "laskar jihad" (mendukung secara terang-terangan dan diam-diam?) adalah para penghianat sumpah jabatan Kenegaraan. Dosa dan Kejahatan mereka inilah yang dibayar oleh rakyat Maluku dengan darah dan air mata.

Bom masih tetap dipasang dan ditemukan di daerah padat Kristen dan tempat-tempat terjadinya pembauran, seperti daerah Benteng dll, sementara kasus 'bom-bakar' masih belum dituntaskan. Usaha-usaha pengkambing-hitaman rakyat Maluku khususnya warga Kristen, dan penipuan serta pembodohan umat senegara melalui isu-isu RMS-Kristen, masih akan berlanjut. Sementara itu, warga Muslim Maluku akan terus menderita di dalam diam, jika anak-isteri dan keluarganya harus berumur panjang. Yang terakhir tetapi bukan yang terkecil, usaha-usaha memindahkan Pusat Pemerintahan Daerah Maluku (Ibu Kota), dan usaha men-'devide et impera'-kan Maluku masih akan terus dilakukan. Deklarasi Malino II memang perlu, tetapi bukan segalanya yang dibutuhkan Maluku!

Salam Sejahtera!

JL.
 


Copyright © 1999-2002 - Ambon Berdarah On-Line * http://www.go.to/ambon
HTML page is designed by
Alifuru67 * http://www.oocities.org/baguala67
Send your comments to
alifuru67@yahoogroups.com
This web site is maintained by the Real Ambonese - 1364283024 & 1367286044