WASPADALAH MALUKU!!!
Tanggapan-tanggapan Joshua Lainnya
Salam Sejahtera!
Basudara beta se-Maluku,
Ketidakadilan, kesewenangan, kemunafikan, dan penindasan, masih akan terus
merongrong Maluku. Kita sedang diperhadapkan pada suatu era kegelapan dimana
manusia tidak lagi memiliki rasa malu yang cukup, untuk tidak bersikap munafik,
mendusta dan menipu. Kita berada di dalam suatu masa, dimana kejujuran dan
kebenaran adalah hal yang amat langka. Dusta beranak dusta, tipu melahirkan tipu,
kemunafikan memperanakan kemunafikan dan kejahatan membuahkan kejahatan.
Para tokoh agama, tokoh politisi, tokoh pemerintah dan aparat keamanan,
memainkan peran dan memberikan kontribusi mereka sendiri-sendiri, untuk
mendatangkan awan hitam dan kutukan ke atas bangsa ini. Oleh sebab itu,
waspadalah basudara beta, Salam-Sarani Maluku! Waspadalah! "Pela" (Sarani) akan
dilumpuhkan, supaya "Gandong" (Salam) tak punya saudara lagi, sehingga tanah
Maluku akan dengan mudah dijajah dan dikuras habis! Inilah sebagian dari
"Ketidakadilan, kesewenangan, kemunafikan, dan penindasan, yang masih akan
terus merongrong Maluku"!
PEMERINTAH RI (PUSAT):
Dari pemberitaan Detikcom, 11/4/02, Menkopolkan, Susilo Bambang Yudhoyono
mengatakan bahwa "dalam kunjungan terakhirnya ke Ambon pihaknya mengetahui
adanya aktivitas yang menamakan diri FKM", padahal di sepanjang tahun 2001 saja,
sudah berulang-kali FKM mengirimkan surat kepada Pemerintah RI (Presiden,
beberapa Menteri dan DPR/MPR). Hampir sebagian besar dari peristiwa Penaikkan
Bendera RMS, penangkapan, pengadilan dan penghukuman terhadap Ketua FKM, dr.
Alex Manuputty, terjadi pada tahun 2001. Untuk hal yang sepele seperti ini saja,
Susilo Bambang Yudhoyono sudah memperlihatkan dirinya sebagai seorang
pendusta! Bagaimana di dalam hal-hal yang besar?
Susilo Bambang Yudhoyono mengatakan juga bahwa "bahwa pemerintah akan
bersikap tegas kepada setiap gerakan separatisme, termasuk gerakan yang
menamakan diri Forum Kedaulatan Maluku (FKM). Pemerintah akan
menghentikannya dan kemudian memrosesnya secara hukum". Di sini, kita melihat
seorang Menkopolkam yang pengecut dan penuh dengan kemunafikan. Dia hanya
berani untuk berlagak untuk "menumpas gerakan yang dia kategorikan sendiri
sebagai gerakan separatis" tanpa memiliki keberanian untuk "membuktikan bahwa
gerakan itu memang benar gerakan separatis". Oleh sebab itu, ketika berbicara
tentang "porses hukum", Susilo bambang Yudhoyono menghindar dari menyebut
RMS, sebab Pemerintah RI "tidak punya dasar hukum untuk menggolongkan RMS
sebagai gerakan separatis"! Membongkar "kuburan 1950", berarti memperlihatkan
borok-borok bernanah dari RI kepada masyarakat dunia!
Pada waktu dan tempat yang lain, Mendagri, Hari Sabarno, menegaskan bahwa
"Pemerintah Siap Hadapi Tindakan Fisik RMS" (Indonesiamu, 16/04/02), dan yang
dimaksudkan dengan "tindakan fisik" oleh Hari Sabarno adalah "merayakan hari ulang
tahun gerakan separatis itu di Provinsi Maluku". Untuk itu, "Kalau mereka melakukan
tindakan fisik, maka akan diambil juga tindakan secara fisik". Di sini, lagi-lagi kita
bertemu dengan seorang "bekas janderal TNI" yang pengecut dan munafik, yang juga
tidak becus membuktikan bahwa "RMS adalah gerakan separatis"! Jika FKM
merayakan HUT RMS ke-52 dengan menaikkan Bendera RMS, adalah semacam
tindakan fisik, apakah tindakan fisik yang akan dilakukan Pemerintah RI, menurut
Hari Sabarno? Menurunkan Bendera RMS dan menghentikan Perayaan? Ataukah,
memukul, menendang, menginjak, memberangus, menyiksa dan bila perlu
menembak mati, sebelum didera dengan "berbagai tuduhan kosong" di depan
semacam pengadilan jadi-jadian? Hari Sabarno bukan sedang mempermasalahkan
"perimbangan atau kesejajaran aksi dan reaksi fisik", tetapi mempersiapkan jalan
bagi kesewenangan, ketidakadilan, penyiksaan dan pembunuhan atas rakyat Maluku,
untuk menutupi "kejahatan RI atas Maluku, 52 tahun yang lalu"!
PEMERINTAH RI (DAERAH):
Setelah Susilo Bambang Yudhoyono dan Hari Sabarno mewakili Pemerintah Pusat
RI, kini giliran Pemerintah Gaerah Maluku untuk memberikan "kontribui" kepada
kesewenangan, ketidakadilan, penyiksaan dan pembunuhan atas rakyat Maluku.
PDSD-Maluku, Gubernur Maluku, Dr. Mohammad Saleh Latuconsina mengeluarkan
surat Nomor 04/PDSM/IV/2002 tentang larangan warga negara asing (WNA)
memasuki Maluku untuk sementara waktu" (Media Indonesia, 16/04/02). Alasan yang
dikemukakan oleh Mohammad Saleh Latuconsina adalah "mengantisipasi berbagai
kemungkinan negatif yang bakal terjadi di Maluku, berkaitan rencana Front
Kedaulatan Maluku (FKM) yang diketuai Alex Manuputty untuk mengibarkan bendera
Republik Maluku Selatan (RMS) di hari ulang tahun RMS pada 25 April mendatang."
Kemungkinan negatif apa yang Mohammad Saleh Latuconsina maksudkan? Sebelum
menjawab pertanyaan ini, ada baiknya kita melihat peristiwa "pulangnya Tim Medis
dari Belanda", yang dituduh oleh media lokal sebagai "mata-mata". Pada kesempatan
sebelumnya, PDSD-Maluku mengeluarkan larangan dan ancaman terhadap media
lokal yang memuat berita-berita provokatif. Dengan tidak adanya rekasi PDSD-Maluku
atas peristiwa tersebut, ada dua hal yang bisa disimpulkan. PDSD-Maluku tidak
konsisten dengan keputusannya sendiri, atau setuju dengan beberapa media lokal
tersebut, bahwa Tim Medis dari Belanda memang bertujuan untuk melakukan
kegiatan mata-mata. Saya memilih kesimpulan kedua, dan pilihan ini pasti membawa
senyum ke bibir PDSD-Maluku! Lihat yang berikuit!
PDSD-Maluku, Mohammad Saleh Latuconsina selanjutnya menyatakan bahwa
"kunjungan warga asing di Maluku selama ini memiliki hubungan dengan pihak FKM.
Untuk itu pihaknya selalu memantau gerak-gerik warga asing di Maluku. Larangan itu
dikecualikan bagi pejabat pemerintah negara-negara asing. "Kecuali mereka yang
melaksanakan tugas pemerintahan dan tugas negara diizinkan masuk Maluku," Jika
pernyataan ini kita hubungkan dengan kesimpulan kedua di atas, terlihat adanya
kemungkinan bahwa Tim Medis dari Belanda melakukan kegiatan mata-mata dan
memiliki hubungan dengan FKM. Pertanyaannya adalah, "Apakah pejabat negara
asing tidak bisa melakukan kegiatan mata-mata, atau berhubungan dengan FKM?"
Jika bisa, mengapa para pejabat asing diizinkan masuk ke Maluku?
Inilah salah satu "kelicikan dan kemunafikan" PDSD-Maluku! Mohammad Saleh
Latuconsina tahu betul, bahwa di dalam situasi Maluku yang tegang dan penuh
dengan berbagai kemungkinan timbulnya kerusuhan, "tidak akan ada negara asing
yang mengizinkan pejabatnya mengunjungi Maluku"! Dengan demikian,
PDSD-Maluku akan berhasil di dalam mempersiapkan "ladang kesewenangan,
ketidakadilan, penyiksaan dan pembunuhan atas rakyat Maluku, yang bersih dari
saksi langsung dari luar negeri", dan inilah kontribusi terbesar PDSD-Maluku bagi
kejatan politik Pemerintah RI saat ini!
Kontribusi kedua PDSD-Maluku, Mohammad Saleh Latuconsina, adalah dengan
menyatakan bahwa, "di wilayahnya terdapat gerakan separatis Republik Maluku
Selatan (RMS). Gerakan separatis inilah yang menyebabkan konflik Maluku
berlarut-larut (Republika, 16/04/02). Pernyataan munafik ini disampaikan Mohammad
Saleh Latuconsina di depan Forum Lintas Agama di kediamannya, Mangga Dua,
sementara "sontong Pelauw" ini tahu persis bahwa yang melakukan pengeboman
tidak terkait dengan FKM/RMS, dan warga Ambon tidak mungkin membakar
kantornya dengan lemparan batu. Walaupun demikian, saya berharap sangat agar
basudara Salam-Sarani tidak menjadi hakim atas orang ini, sebab kita akan melihat
dukungan yang diandalkan Mohammad Saleh Latuconsina untuk melakukan menuver
politik munafik seperti ini! Jangan kuatir, sebab kejahatannya ini tidak akan habis
ditelan oleh anak-cucunya nanti! Tetaplah waspada basudara beta!
APARAT KEPOLISIAN:
Kali ini kita bertemu dengan seorang "Yudas Iskariot" berpangkat Brigjen (Pol).
Kapolda D.I Yogyakarta Brigjen Pol Drs Yohanes Wahyu Saronto MA,M.Si,
menyatakan bahwa "Kondisi keamanan di wilayah Provinsi Aceh Nangroe
Darussalam dan Maluku, Ambon meskipun telah berangsur membaik namun masih
memerlukan perhatian pemerintah, mengingat hingga saat ini berbagai upaya
dilakukan oleh sekelompok masyarakat atau golongan yang tetap menginginkan
kedua wilayah tersebut bergolak demi kepentingan mereka sendiri (Republika,
14/04/02).
Supaya "berkenan" di mata manusia sekitar karena dianggap "netral", Yohanes
Wahyu Saronto, tidak sedikitpun menampakkan akibat positif dari gelarnya yang
banyak, di dalam kematangan kepribadian dan imannya, dengan menyamakan
keadaan Aceh dengan Maluku, bahwa pada kedua daerah ini sedang terjadi
"pemberontakan separatis bersenjata". Yudas Iskariot berpangkat Brigjen ini sedang
mencari muka dengan "menjual kebenaran" serta "mempersiapkan cambuk dan salib
untuk rakyat Maluku"! Dengan demikian, warga D.I Yogyakarta akan mendaulatnya
sebagai "Barabas", dan Mabes Polri serta Pemerintah RI akan melihatnya sebagai
seorang "Herodes"! Yohanes dan Wahyu dikenal karena "penglihatan Sorgawi", tetapi
yang satu ini akan dikenang sebagai "kontributor neraka" bagi rakyat Maluku!
Selamat!
Lain di Yogyakarta, lain pula di Ambon. Ketua Tim Penyelidik dan Penyidik Gabungan
Darurat Sipil Daerah Maluku Kombes Jhoni Tangkudung, menyatakan bahwa, ""Ketua
Yudikatif FKM Semmy Waileruny telah dipanggil, akhir pekan lalu dan tengah
diproses. Bila, terbukti rencana pengibaran bendera separatis RMS, maka dipastikan
ditahan" (Media Indonesia, 16/04/02). Yang sebenarnya terjadi adalah bahwa, "Ketua
Yudikatif FKM Semmy Waileruny, diciduk dengan paksa dari rumahnya, oleh anggota
PomDam Pattimura, yang dikawal oleh tiga truk tentara (PRESS RELEASE FKM,
11/04/02, dan CRISIS CENTRE DIOCESE OF AMBOINA, Report No. 261, 15/04/02).
Apakah inteligensia seorang Kombes (Pol), Johny Tangkudung, sudah demikian
'kudung' (kutung), sehingga tidak bisa membedakan "memanggil" dan "menciduk
dengan paksa"? Ataukah moralnya yang sudah kudung dipangkas ambisi karier dan
keinginan mencari muka?
Pak Kombes (Pol) ini kemudian mengincar Pemimpin FKM, dr. Alex Manuputty, dan
katanya, "Pemanggilan Alex Manuputty sudah direncanakan pekan ini sebelum 25
April. Hanya saja, kita perlu memanggil saksi-saksi dulu yang berkaitan dengan
kegiatan FKM," Artinya, Johny Tangkudung, "berencana" menciduk Alex Manuputty
karena "berencana". Sekarang, ternyata Semmy Waileruny SH, sudah dibebaskan,
karena "tidak berencana", dan kita akan melihat apakah pak Kombes ini akan
membuat "rencana" yang baru atau tidak. Pada akhirnya, kita akan disibukkan
dengan semacam "permainan munafik" yang berputar di sekitar "rencana", supaya
perhatian kita bisa dialihkan dari "yang sudah dilakukan", dan orang akan segera
melupakan "tumbal" Ongen Pattimura dan Syafruddin (Zasa) yang hilang ditelan bumi,
karena Polda Maluku menghadapi kesulitan geografis di Maluku. Setelah 25 April
2002, akan hanya ada cerita munafik tentang "separatisme yang tidak bisa
dibuktikan, yang diperhadapkan sebagai penantang Deklarasi Malino II"! Alex
Manuputty dkk, akan mejadi "kurban pengampunan dosa" bagi Pemerintah RI,
TNI/Polri dan "laskar jihad", atas Maluku. Oleh sebab itu, saya tidak akan bosan
berseru: "Waspadalah basudara beta, Salam-Sarani Maluku!" "Pela-Gandong akan
di-devide et impera-kan oleh Aliansi Penjahat Nasional Indonesia!":.
TOKOH AGAMA:
Saya ingin mengatakan bahwa saya melihat situasi Maluku saat ini, sebagai
perulangan sederhana dari situasi menjelang penyaliban, 2000 tahun yang lalu,
dimana Kebenaran di keroyok oleh Aliansi Pemerintah (Herodes dan Pilatus), tokoh
Agama (Kaum Farisi dan Imam-imam Besar), serta kekuatan bersenjata (Tentara
Romawi). Mereka besekongkol untuk membunuh Dia dan mendaulat Barabas sebagai
pahlawan (tolong dicatat bahwa saya tidak pernah ingin membandingkan
"kapasitasnya").
Wakil Ketua PP Muhammadiyah, Skretaris Umum MUI, Din Syamsuddin mengatakan
bahwa "Pimpinan Pusat Muhammadiyah ikut dalam rombongan Forum Gerakan Moral
Nasional (FGMN) yang akan berangkat ke Ambon" (Liputan6.com, 14/04/02).
Pertanyaan segera naik ke kepala saya, "Bagaimanakah bentuk Moral dari Gerakan
Nasional itu?" Apakah "moral" yang selama ini diperlihatkan oleh "Din Syamsuddin",
ataukah "moral" khas Amin Rais? Atau mungkin ada "moral Muhammadiyah" yang
cukup baik untuk disumbangkan sebagai obat penawar kerusuhan Maluku? Syukur
kalau ada, supaya lengkaplah ceritanya bahwa "moral Amin Rais" membuat Maluku
luka parah, "moral Din Syamsuddin" membuat Maluku bernanah, lalu "moral
Muhammadiyah" mengobatinya. Oleh sebab itu, kata Din Syamsuddin, "di Ambon,
wakil dari PP Muhammadiyah akan melakukan pendekatan, khususnya kepada
kalangan Islam agar bersedia menerima perjanjian damai yang tertuang dalam
Deklarasi Malino II." Kita akan lihat hasilnya!
Di tempat lain, Ketua PBNU Hasyim Muzadi mengatakan bahwa "kedatangan tokoh
lintas agama tidak hanya mendamaikan Laskar Jihad dan Laskar Kristus, tetapi
semua diajak damai" (Detikcom, 13/04/02). Pernyataan ini akan menghantar umat ke
arah pemahaman bahwa yang berperang dan karena itu perlu didamaikan, bukan
hanya Laskar Jihad dan Laskar Kristus, tetapi ada pula pihak lain yang tersirat dari
istilah "semua". Kita tinggalkan dahulu masalah ini, lalu kita tanyakan Hasyim
Muzadi, "Di mana pusat komando Laskar Kristus, dan siapa Al Pendeta yang
menjadi Panglimanya?" "Siapakah Jenderal TNI/Polri, Ketua Parlemen, Wakil
Presiden, dan Menteri yang mendukung dan membela Laskar Kristus?" "Pernahkah
Hasyim Muzadi membaca Khotbah atau Dakwah Panglima Laskar Kristus, yang
berisikan kebencian dan keharusan untuk melenyapkan umat Islam sebagai musuh
Kristus?" "Pada bulletin Laskar Kristus tanggal berapa, dan pada Situs Laskar
Kristus yang manakah Hasyim Musadi membacanya?" Jika dia tidak bisa menjawab,
maka pernyataannya di atas hanyalah semacam "kontribusi" kepada kesewenangan,
ketidakadilan, penyiksaan dan pembunuhan atas rakyat Maluku.
Hasyim Muzadi kemudian melanjutkan pernyataannya, "Karena sudah terbukti
peperangan antar umat beragama tidak pernah menguntungkan agama yang
berperang" (Detikcom, 13/04/02), yang artinya, "hanya ada dua pihak umat beragama
yang berperang". Istilah "semua diajak damai", hanyalah semacam "pengalih
perhatian" yang sengaja dipasang secara licik, agar orang tidak perlu
mempertanyakan tindakan munafik Hasyim Muzadi yang "menyamakan Laskar Jihad
dengan Laskar Kristus"! Apakah kita harus mengaminkan ulah Hasyim Muzadi
sebagai gambaran "moral NU" yang dibawanya ke Maluku? Apapun jawabannya,
basudara beta se-Maluku harus waspada, sebab semakin banyak orang yang datang
ke Maluku untuk menggali kubur bagi rakyat Maluku!
Saya sadar bahwa saya akan banyak mengutip parnyataan-pernyataan yang dimuat
di dalam Republika. Kemungkinan bahwa pernyataan-pernyataan para tokoh Agama
tersebut sudah dipelintir, selalu ada. Kemungkinan lain, jika Republika tidak sedang
main manipulasi pernyataan, berarti para tokoh ini memiliki "dua muka", dan ini yang
saya soroti. Dorongan untuk menyoroti faktor "dua muka" saya dasarkan pada
kenyataan bahwa "Laskar Jihad tidak atau sengaja tidak dianggap sebagai salau satu
pokok masalah konflik Maluku, yang dengan sendirinya memberikan kesan bahwa
FKM/RMS adalah satu-satunya pangkal masalah di Maluku". Ini saya anggap
sebagai "niat jahat" di balik "kemunafikan"!
Setelah menggincu bibirnya dengan pernyataan "mendamaikan semua pihak", Ketua
PB NU, Hasyim Muzadi, meminta agar "TNI dapat membabatnya (RMS di Maluku, jl).
dan agar TNI dapat bertindak tegas dalam menghadapi pemberontak, sehingga dari
masjid Al Fatah tidak terdengar lagi teriakan dan ajakan melawan separatis, karena
semua itu tugas TNI" (Republika, 16/04/02) Ini yang namanya "masuk sarang ular,
harus mendesis"! Bayangkan bahwa seorang Ketua PB NU, yang membawa "contoh
moral" ke Maluku, akhirnya mengekor Laskar Jihad untuk "membaptis RMS menjadi
Kristen"!? Dia tidak sempat bertanya, "Apa gunanya ikhwan budiman pembela
keutuhan bangsa, yang berpusat di rumah Allah yang bernama Al Fatah, membuat
puluhan bendera RMS, yang kemudian disita Kol. KA. Ralahalu?" "Sebab dia dan
gerombolan di Al Fatah adalah keturunan kaum Al Munafiqin"! Sebab itu, setelah
"membaptis RMS", si munafiqin ini kembali mencoba menetralkan ucapannya dengan
berkata, ''Kalau berhubungan dengan separatis TNI harus bergerak tanpa memandang
agama apapun.'' Dia tidak akan berkata seperti ini, jika dia bukan seorang pendusta
munafik, yang mengakui bahwa "RMS adalam milik Salam-Sarani Maluku".
Tidak ketinggalan, KH. Solahudin Wahid-pun turut "membaptis RMS", dengan
mengatakan bahwa ''Dan pemerintah dan TNI harus bertindak tegas, bukan umat
Islam yang memberantas-nya,'' (Republika, 16/04/02). Dengan ucapan munafik seperti
ini, KH. Solahudin Wahid mengekor Aliansi Penjahat atas Maluku, dengan
menyematkan "lencana pembela integrasi bangsa di jubah Laskar Jihad dan para
teroris internasional dari Malaysia, Arab, Afghanistan, Moro-Pilipina, dll"! KH.
Solahudin Wahid juga berperilaku seperti Laskar Jihad dan TPM-nya, dengan
berlagak menasihati Pemerintah bahwa, "Pemerintah juga diharap untuk tidak
mengecilkan keberadaan RMS di Maluku sebab keberadaan mereka jelas-jelas ada
dan melanggar hukum". Siapa yang melanggar hukum internsional dan konstitusi RIS
pada tahun 1950, RMS atau RI, Solahudin Wahid. Melihat KH. Abdurahman Wahid,
saya berpikir bahwa keluarga Wahid adalah 'keluarga pelanduk', tetapi ternyata ada
juga "seekor keledai" di antara mereka, dan munafik lagi! Apa jadinya umat dan
bangsa yang pendidikannya sudah sedemikian terkebelakang, jika para Kiyainya
seperti ini? Sungguh menyedihkan!
Padahal, Ketua PP Muhammadiyah, "Syafi`i Ma`arif", sendiri mengakui bahwa "Ada
yang ingin mendirikan negara sendiri di Maluku, dan Muslim terlibat di dalamnya!"
Setelah dilumuri oleh kemunafikan dari pihak Islam, Maluku kemudian dilaburi dengan
lumpur kemunafikan dari pihak Kristen. Menurut Republika, 16/04/02, salah seorang
dari kelompok "lintas munfaik", Romo Iswantoro dari KWI, mengatakan bahwa "''Kami
tidak setuju pecahnya Indonesia, kami tetap komitmen terhadap Negara Kesatuan
Republik Indonesia (NKRI)". Yang pertama harus saya sampaikan kepada Romo
Iswantoro dari KWI adalah, "Anda bukan orang Maluku dan kami tidak perduli apa
yang Anda setujui dan apa yang tidak Anda setujui"! Ini bukan masalah agama, tetapi
akibat dari "kejahatan politik masa lalu dan masa kini", dan jika imanmu terlalu kerdil
untuk mengatakan yang benar, silahkan tutup mulut. Jika Anda merasa berada di
pihak yang benar, silahkan berdoa dan bekerja untuk membantu NKRI yang Anda
cintai, untuk membuktikan dua hal. Pertama, buktikan bahwa berubahnya RI menjadi
NKRI, dengan menginvasi seluruh teritorial RIS adalah tindakan yang sah menurut
Peraturan Internasional. Jika tidak, Anda adalah warganegara dari sebuah Negara
Ilegal. Kedua, buktikan bahwa Proklamasi RMS adalah tindakan yang bertentangan
dengan Peraturan dan Konvensi Internasional. Jika tak mampu, simpan saja ucapan
munafik Anda di balik tembok-tembok Katedral, supaya Yesus dan umatNya tidak
dipermalukan.
Pertunjukan aksi "Lintas Munafik" ini menjadi lengkap, setalah Yudas Iskariot dari
PGI ikut memainkan perannya. Pendeta Andreas I Wangoe dari PGI mengatakan
bahwa "umat Kristen di Indonesia tetap komitmen terhadap NKRI" (Republika,
16/04/02). Begitu setianya Pendeta Andreas I Wangoe dari PGI kepada NKRI,
sehingga kestiaanya ini malah melebihi kesetiaannya pada Kebenaran. Karena itu, si
Yudas Wangoe hanya manggut-manggut di dalam bisu, ketika ribuan rumah Gereja
dirusak, dibakar dan dibom. Bukankah Yesus berkata, "katakanlah ya pada yang
benar dan tidak pada yang salah, dan selebihnya jangan"? Lihat di sekelilingmu
Andreas! Hitung jumlah rumah Gereja, gedung Pemerintah, Markas Polisi dan Sarana
umum serta Desa Adat Kristen di Maluku yang hancur. Hitunglah jumlah jemaatmu
yang mati dan menderita, dan menengadah ke atas lalu katakan kapada Tuhan
Yesus, "Inilah perbuatan biadab dari kelompok separatis Kristen, anak-anakMU
sendiri!" Apa Anda berani melakukannya, Andreas?
Setelah mengalahkan suara hatinya yang berseru-seru "Andreas, mengapa engkau
menyalibkan umatKU?", Pendeta Andreas I Wangoe dari PGI lalu mulau berdalih
untuk menyelamatkan wajahnya dan wajah PGI di hadapan manusia karena alasan
semu "solidaritas" dengan "mengakui kalau pernyataan itu (pernyataan yang
dikeluarkan PGI Pusat beberapa waktu lalu yang menyatakan tidak ada separatisme
di Maluku, jl) dimaksudkan untuk dilakukan pembuktian adanya RMS itu". Jika
Pendeta Andreas I Wangoe mewakili Kebenaran, maka Kebenaran akan memberikan
hikmah kepadanya untuk menjawab bahwa "Inti masalah yang harus diperhatikan,
bukan 'apakah RMS ada di Maluku', tetapi "apakah RMS adalah biang dari kerusuhan
dan kehancuran ini". Karena tidak memperoleh hikmah, maka Pendeta Andreas I
Wangoe dari PGI, mengatakan, ''Tetapi secara prinsip kami menentang separatisme,
termasuk RMS,'' kata Andreas". Padahal PGI sudah berkata benar bahwa "tidak ada
gerakan separatis di Maluku". Jika si A menuntut agar miliknya dikembalikan oleh si
B, apakah si A atau si B yang pantas disebut sebagai pencuri, Andreas? Mengapa
Anda menyebut RMS sebagai gerakan separatis, hanya karena RMS meminta
kembali haknya yang dirampok RI? Mengapa Anda ikut menyiapkan salib untuk kami,
Andreas?
Di akhir komentar tentang kontribusi para tokoh Agama kepada kesewenangan,
ketidakadilan, penyiksaan dan pembunuhan atas rakyat Maluku, saya ingin sekali
lagi mengutip pernyataan Wakil Ketua PP Muhammadiyah, Skretaris Umum MUI, Din
Syamsuddin, ""di Ambon, wakil dari PP Muhammadiyah akan melakukan
pendekatan, khususnya kepada kalangan Islam agar bersedia menerima perjanjian
damai yang tertuang dalam Deklarasi Malino II." Inilah hasil tekad munafiknya!
Para pemimpin agama akan meminta pemerintah untuk segera mengajak kembali
kelompok-kelompok penentang Perjanjian Malino II untuk berdialog menyelesaikan
konflik Maluku. Kelompok ini harus dijembatani dan didengar keinginannya serta tidak
bisa dibiarkan begitu saja. Sikap membiarkan tidak menguntungkan bagi proses
penyelesaian konflik Maluku secara menyeluruh.(Tempo, 15/04/02)
Secara garis besar, dua klompok utama penetang Deklarasi Malino II adalah "Laskar
Jihad" dan "FKM". Setelah "membaptis dan menyalibkan FKM/RMS", para pelopor
gerakan "moral Yudas Iskariot" meminta Pemerintah RI untuk berdialog dengan
penentang Deklarasi Malino II, yaitu Laskar Jihad. Setting suasana menjelang
penyaliban kembali terlihat, dimana "para Imam Besar dan Kaum Farisi menghasut
massa" untuk meneriakkan, "Salibkanlah FKM!" "Salibkanlah RMS, dan berikan
Laskar Jihad untuk kami!" Oleh sebab itu, waspadalah basudara beta, Salam-Sarani
Maluku, sebab kita sedang berghadapan dengan angkatan yang jahat!
TNI:
Saya sengaja menempatkan TNI pada bagian akhir, sebab TNI akan bertindak
sebagai "algojo" di dalam penyaliban warga Kristen Maluku, yang sudah dimateraikan
sebagai "separatis RMS-Kristen". Tujuan saya yang berikit adalah untuk
menunjukkan bahwa "inilah dukungan yang menyebabkan Mohammad Saleh
Latuconsina, tiba-tiba melakukan manuver politik "sontong"-nya untuk meludah
FKM/RMS dan menjilat ujung jubah Ja'far Umar Thalib. Jangan lupa memperhitungkan
"panggilan mendadak dari Jakarta", di dalam hal ini.
Setelah Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) Jenderal (TNI) Endriartono Sutarto
menegaskan bahwa, "Tidak ada penambahan personel TNI AD untuk Maluku, hanya
saja pengamanan yang dilakukan pasukan yang ada di sana diefektifkan
bersama-sama dengan Polri" (Kompas, 5/04/02), ternyata Aliansi Penjahat atas
Maluku berpendapat lain. Mereka berpendapat bahwa "belasan Pos KOPASSUS di
Kudamati, yang selama ini menjadi benteng terakhir warga Kristen di Kota Ambon,
balum memiliki kekuatan pemunah umat Kristen yang berarti, dan bahwa, tambahan
tenaga algojo mutlak diperlukan. Oleh sebab itu, 682 anggota TNI dari Yonzipur--5
Komando Daerah Militer (Kodam) V/Brawijaya (Suara Merdeka, 12/04/02), dan 682
personel TNI Angkatan Darat dari Komando Daerah Militer III Siliwangi, Jawa Barat,
diberangkatkan ke Maluku (Liputan6.com, 16/04/02)
WASPADALAH basudara beta, Salam-Sarani Maluku. Saya tidak menentang
Perayaan HUT RMS ke-52, di Ambon/Maluku, tetapi saya tidak ingin menyaksikan
"penyaliban massal" yang dilakukan untuk menjadikan rakyat Maluku sebagai
penebus kejahatan dan dosa Pemerintah RI. Izinkan saya memohon dengan hormat,
tetapi dengan sangat, "janganlah kibarkan Benang Raja" di Maluku pada tanggal 25
April 2002 mendatang. Jangan biarkan Aliansi Penjahat mendapatkan kesempatan
untuk melakukan permainan mereka, seperti yang dikatakan Mendagri, Hari Sabarno,
sebagai "reaksi fisik". Jangan terjebak ke dalam permainan kotor PDSD-Maluku, yang
sengaja mengorbankan Kantornya sendiri untuk mendiskreditkan FKM/RMS. Jangan
masuk ke dalam perangkap Pemerintah NKRI yang tidak mampu membuktikan
kebenaran mereka secara hukum, di hadapan dunia Internasional. Dan, jangan
terpancing hasutan untuk saling menyalahkan, dan saling bunuh seperti Porto dan
Haria. WASPADALAH basudara beta, Salam-Sarani Maluku
Saya tahu bahwa pada tanggal 25 April 2001, Benang Raja berkibar juga di Desa
basudara Salam, seperti di Tulehu dan Pelauw. Sekali ini, jangan jua. Basudara
Salam mungkin bukan target saat ini, tetapi akan dijadikan target yang empuk,
setelah basudara Sarani sudah habis diababat. Karena itu saya katakan, ""Pela"
akan dihabisi, supaya "Gandong" menjadi lemah, lalu Tanah Maluku dijajah dan
dikuras habis. Biarkanlah Benang Raja berkibar di Belanda atau Amerika, dan biarlah
dia berkibar di Maluku, 'hanya di dalam dada'. Untuk Maluku kali ini, marilah kita
berpuasa dan berdoa. Kita ganti teks Proklamasi dengan membaca Firman Tuhan.
Kita ganti Mena Moeria dengan Shalom Alaykim dan Assalam Alaikum. Kita ganti
berkumpul bersama dengan berdiam di rumah dan dimana kita berada pada saat yang
sama, untuk tunduk dan berdoa. Berdoalah untuk pendahulu kita yang menderita dan
mati karena kebenaran, dan untuk masa depan anak-cucu kita. Akuilah dosa-dosa
kita pada Yesus Kristus dan Allah, supaya kita diampuni dan dipeliharaNYA.
Berdoalah juga untuk mereka yang berencana menyesah kita, dan izinkan Tuhan
bekerja menggantikan kita. Biarlah iblis tersipu malu, karena rencana jahatnya tidak
dapat diwujudkan.
Tuhan kiranya menghadapkan wajahNYA ke Maluku, dan melimpahi Maluku dengan
Damai SejahteraNYA.
Salam Sejahtera!
JL.
|