The Cross

 

Ambon Berdarah On-Line
News & Pictures About Ambon/Maluku Tragedy

 

 


 

 

 

Kesultanan Tidore Tidak Dukung Maklumat Rakyat Maluku Utara


KOMPAS, Jumat, 3 Mei 2002

Pejabat dan Rakyat Dukung Razia Senjata
* Sidang DPRD Dipindah ke Jakarta

Ambon, Kompas - Untuk meredam konflik berkepanjangan di Ambon, mulai Kamis (2/5) kemarin, aparat keamanan melaksanakan razia senjata api, amunisi, bahan peledak, maupun atribut militer dari rumah ke rumah. Razia diawali di kediaman sejumlah pejabat daerah, mulai dari Gubernur, Ketua DPRD Maluku, sampai Wali Kota Ambon. Aksi ini mendapat sambutan positif dari para pejabat sampai rakyat kecil di dua komunitas di Ambon. Pa-da hari pertama pelaksanaan razia senjata itu, pihak aparat keamanan belum menemukan senjata rakitan maupun organik.

Sementara dalam perkembangan lain, DPRD Provinsi Maluku memutuskan untuk memindahkan kegiatan persidangan mulai hari Sabtu besok ke Jakarta. Keputusan ini diambil terutama dengan pertimbangan bahwa selama ini pemerintah pusat tidak pernah menunjukkan perhatian serius atas upaya menciptakan perdamaian hakiki di Maluku. Menurut Ketua Komisi A DPRD Maluku Thamrin Ely, keputusan tersebut diambil secara aklamasi dalam rapat pleno khusus yang diikuti oleh 26 dari 45 anggota DPRD, Kamis siang.

Di Jakarta, Tim Pengacara Muslim (TPM) Panglima Laskar Jihad Ustadz Ja'far Umar Thalib menduga, Penguasa Darurat Sipil Daerah (PDSD) Maluku Saleh Latuconsina bersama pemerintah pusat berniat menjadikan Ustadz Ja'far Umar Thalib sebagai kambing hitam kerusuhan di Maluku. "Rencana penangkapan Ustadz Ja'far adalah upaya PDSD Maluku dan pemerintah pusat yang ingin mengubah isu konflik separatisme menjadi isu konflik agama," kata Mahendradatta dari TPM dalam jumpa pers di kantor Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Forum Komunikasi Ahlu Sunnah Wal Jamaah.

Berkaitan dengan rumor rencana penangkapan Ustadz Ja'far Umar Thalib, Mahendradatta mengatakan, pihaknya akan melawan upaya penangkapan Ustadz Ja'far. "Kita mau all out melawan upaya penangkapan ini," tandas Mahendradatta tanpa menjelaskan lebih lanjut, apa maksudnya melawan habis-habisan itu.

Kemarin, sejumlah pemuka agama bertemu dengan Menko Polkam Susilo Bambang Yudhoyono di Kantor Menko Polkam. Mereka yang hadir antara lain, Ketua Umum PB Nahdlatul Ulama KH Hasyim Muzadi, Uskup Agung Jakarta Julius Kardinal Darmaatmadja SJ, Ketua Konferensi Wali Gereja Indonesia (KWI) Ismartono SJ, dan Ketua Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI) Pendeta Andreas Yewangoe, dan mantan Ketua PGI Pendeta Sularso Sopater. Sebelumnya, mereka juga bertemu dengan Menko Kesra Jusuf Kalla.

Kepada pers, KH Hasyim mengemukakan, untuk menyelesaikan persoalan di Ambon, Maluku, maka segala bentuk ekstremitas di Ambon harus dihentikan. Semua kelompok garis keras dari kedua belah pihak, baik Islam maupun Kristen, harus dilakukan pembinaan secara bertahap.

Pada pertemuan dengan Menko Polkam tersebut, para pemuka agama tersebut memberi rekomendasi untuk penyelesaian Ambon. Pertama, mereka berharap agar koordinasi pemerintahan daerah ditingkatkan. Kedua, sumber malapetaka harus dihentikan dari kedua belah pihak baik pada komunitas Kristen maupun pada komunitas Islam. Ketiga, masyarakat diharapkan tidak lagi menyamakan Fron Kedaulatan Maluku (FKM) dengan komunitas Kristen/Katolik, sebagaimana kita juga tidak boleh menyamakan DI dengan Islam, NII dengan Islam. Oleh karena itu, tuduhan-tuduhan semacam itu harus dihentikan.

Dukung "sweeping"

Langkah aparat keamanan melakukan sweeping mendapat dukungan masyarakat. "Saya mendukung aksi sweeping ini. Kalau semua senjata yang beredar di semua warga bisa diambil, kondisi Kota Ambon akan aman. Hanya saja sweeping itu harus lebih teliti dan tidak pandang bulu," ujar Ketua DPRD Provinsi Maluku Z Sahuburua.

Hal senada juga disampaikan oleh Ana, istri dari Husein Soulisa, Sekretaris Wilayah Daerah Provinsi Maluku. Menurut dia, semakin cepat sweeping dilaksanakan, hasilnya akan semakin baik. Ia justru merasa heran dengan pengunduran penyerahan senjata secara sukarela, dari semula ditetapkan pada 1 April 2002 sebelum perayaan HUT RMS, diundurkan menjadi 1 Mei 2002.

"Saya setuju sekali ada sweeping seperti ini. Saya tidak ingin ada lagi korban orang-orang tak berdosa, baik di kalangan Muslim maupun Kristen," tegasnya sembari menunggu dengan sabar pihak aparat keamanan menggeledah seisi rumahnya yang terletak di kawasan Soabali, Ambon.

Komandan Satgas Yon Armed II Bukit Barisan Mayor (Art) Broto Guncahyo menegaskan, pihaknya tidak akan pandang bulu melaksanakan sweeping. Broto juga menegaskan bahwa razia senjata juga akan diterapkan pada semua kelompok.

Pantauan Kompas, sepanjang pelaksanaan sweeping, aktivitas masyarakat Ambon berlangsung normal. Meski transaksi zona baku bae di Jalan Pantai Mardika masih mati total, pasar tradisional lain seperti Pasar Batumerah berlangsung normal. Meski demikian, alur utama yang melewati kawasan Batumerah, Galunggung, dan Galala masih tertutup oleh barikade berupa tumpukan drum dan batang pohon yang melintang menutup jalan memutus akses dari Bandara Pattimura menuju Kota Ambon lewat darat.

Harus tertulis

Menanggapi tidak dilaksanakannya perintah PDSD Maluku oleh aparat keamanan, Menteri Dalam Negeri Hari Sabarno mengatakan, perintah politik harus secara tertulis, sebab jika terjadi ekses dalam pelaksanaan perintah itu jelas siapa yang dapat dimintai tanggung jawab. "Jangan sampai tentara dan polisi yang di lapangan jadi korban," ujar Hari Sabarno.

Ditemui terpisah, Kepala Polri Jenderal (Pol) Da'i Bachtiar membantah jika dikatakan Kepala Polda Maluku tidak melaksanakan perintah Penguasa Darurat Sipil di Ambon.

Sementara Kepala Pusat Penerangan (Puspen) TNI Mayjen Sjafrie Sjamsoeddin menegaskan bahwa di tingkat pengambil kebijakan pada pemerintah pusat, hingga saat ini belum ada perkembangan yang mengarah pada pemberlakuan darurat militer di Maluku. Yang berkembang saat ini adalah bagaimana meningkatkan intensitas kegiatan pemerintah daerah yang memegang kewenangan sebagai Penguasa Darurat Sipil.

Di Jakarta, sejumlah aktivis resolusi konflik mengemukakan, serangkaian kekerasan yang terjadi akhir-akhir ini di Ambon semakin menunjukkan bahwa Kesepakatan Malino II tidak bisa menyelesaikan konflik di Maluku. Oleh karena itu mereka mendesak kepada pemerintah untuk memperbarui pertemuan Malino II dengan melibatkan tokoh-tokoh akar rumput, para latupati dan raja-raja.

"Malino II bisa dikatakan gagal, karena itu perlu diulangi lagi dan aktor-aktor yang terlibat perlu diperluas," kata fasilitator gerakan Baku Bae Maluku Ichsan Malik, Kamis.

Tokoh muda masyarakat Muslim Ambon Abdullah Riry dan Sekretaris Komite Kebenaran, Keadilan, dan Penghentian Kekerasan (KKKPK) Maluku Anthony Hatane juga mendukung diperbaruinya pertemuan Malino II tidak hanya dengan memperluas tokoh-tokoh yang dilibatkan, tetapi juga dengan memperbarui pendekatan yang digunakan. Baik Abdullah dan Anthony mengemukakan, sekalipun masih ada situasi di Ambon memanas, tetapi pada dasarnya masyarakat Kristen dan Muslim di sana tidak terpancing untuk melakukan aksi saling balas.

Menurut kedua tokoh muda Ambon itu, apabila Penguasa Darurat Sipil bertindak tegas melarang kelompok-kelompok dan laskar bersenjata di Maluku sebagaimana tertuang dalam kesepakatan Malino II, kekerasan tidak akan meluas lagi. (sut/dik/lam/win/lok/mba/gun/wis)

© C o p y r i g h t   1 9 9 8   Harian Kompas
 


Copyright © 1999-2001 - Ambon Berdarah On-Line * http://www.go.to/ambon
HTML page is designed by
Alifuru67 * http://www.oocities.org/kariu67
Send your comments to
alifuru67@yahoogroups.com
This web site is maintained by the Real Ambonese - 1364283024 & 1367286044